CARUT MARUT PROBLEMATIK BUMN DALAM SISTEM KAPITALIS




Ahok mulai nyaring lagi, videonya viral tatkala ia membuka boroknya pertamina.
Borok itu di buka, lantaran ia di kritik, karena pertamina merugi Rp11,13 triliun di semester1 tahun 2020
Di kutip dari warta ekonomi.com.id
(20/9/2020).

Sebagai komisaris Utama PT
(Persero), Ahok membuka kebobrokan perseroan, mulai dari lobi-lobi, jabatan direksi, utang dan gaji direksi, usulanya agar BUMN dibubarkan juga, di sorot banyak pihak.
Adapun 4 poin yang di sampaikan Ahok menunjukan, bagaimana wajah BUMN  yang sesungguhnya.

Badan usaha milik umum tersebut, tak ubahnya korporasi besar yang mengelola sumber daya  alam.
Pertama : Ahok mengatakan terjadi lobi -lobi direksi kepada menteri, tetapi di tepis Erick Thohir, lobi -lobi dalam sistem ke kuasaan oligarki adalah sesuatu yang biasa terjadi.
Kedua : borok berikutnya adalah permainan gaji, Karena oligarki yang berperan, maka masalah gaji tentu saja mengikuti arus ke kuasaan oligarki.
Para menteri dan jajaran dibawahnya memang bergaji tinggi, kalau tidak bergaji tinggi, apa ia mereka mau menjabat di posisi itu dengan segudang persoalan ?
Patut diketahui, kementerian BUMN adalah lahan basah, bagi -bagi kue kekuasaan dalam rangka mengakomodasi para pendukung dan pemodal atas terpilihnya penguasa hari ini.
Sedangkan rakyat sendiri belum merasakan, kebijakan menteri BUMN yang memihak ke pentingan rakyat.
Ketiga : boroknya BUMN karena utang. Diantara perusahaan plat merah yang berutang banyak adalah Pertamina dan PLN 
Ahok mengatakan kesal karena kebiasaan para direksi yang di nilai gemar  berutang yang sudah menyentuh angka 16 miliar dollar AS.

Adapun penyebab pertamina banyak utang adalah :
1. Pertamina banyak melakukan investasi.
Pertamina menerima pelimpahan blok migas yang habis masa kontraknya, selepas 2019 saja ada 8 blok dan dua di antaranya adalah blok besar seperti Rokan dan Mahakam.
2. Penyebab membengkaknya utang pertamina.
Karena di bebani, sederet kebijakan pemerintah sendiri.
Dalam rapat komisi  VI DPR  RI senin (29/6/2020) pemerintah punya utang Rp 96,5 triliun  kepada pertamina akibat penunggakan sejak 2017 sampai 2019 sekitar Rp 45 triliun, baru di bayar pada tahun 2020.
Itu semua membuktikan kesalahan dalam tata kelola BUMN .
Indikasinya BUMN  terus merugi dan utangpun terus bertambah. Dari pelaksanaan hingga pengawasan yang bermasalah.
Tata kelolanya di laksanakan oleh orang -orang bermental kapitalis yang hanya memikirkan keuntungan pribadi dan kelompoknya.
Pengawasan pun lemah karena negara berperan sebagai regulator bagi kepentingan kapitalis.
BUMN tak ubahnya seperti "sapi perah" bagi pemerintah.
Di tuntut dengan proyek stratregis nasional, namun tak di biayai penuh, bagaikan anak tak punya induk.

Padahal keberadaan BUMN sangat penting dalam mengurus kebutuhan rakyat.
Seperti Pertamina dan PLN.
negara sepertinya berlepas diri, karena BUMN di kelola dengan paradigma kapitalisme neoliberal.
Aset statregis BUMN  diperjualbelikan dengan mudah.
Siapa saja yang memiliki modal besar dialah pemilik yang sesungguhnya.
Kongkalikong antara pengusaha dan penguasa, memperkuat aroma kapitalis neoliberalis .

Liberalis sektor migas makin menganga setelah Pemerintah dan DPR secara melenggang kangkung mengesahkan perubahan undang -undang nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (UU MINERBA) yang menuai kontroversi dan kejanggalan.
Perubahan UU minerba itu mempertontonkan secara telanjang perselingkuhan oligarki kekuasaan dan kaum kapitalis.

Pasal 165 UU Minerba terkait sanksi pidana yang menjerat pemerintah, karena penyalahgunaan wewenang mengeluarkan izin usaha tambang di hapus UU minerba yang baru.
Dan hal ini bisa memperluas peluang bagi asing untuk menguasai sumberdaya alam secara bebas.
Bebas dari sanksi, bebas menguasai, ciri khas rezim korporatokasi.
Dari asing, oleh asing, dan untuk asing.

Membubarkan BUMN  bukan solusi, tetapi akan menambahkan masalah baru.
BUMN bermasalah karena liberalisasi ekonomi yang di terapkan negeri ini.
Liberalisasi pasar, privatisasi atau swastanisasi anak perusahaan BUMN terbuka lebar. 

Tata kelola yang salah dan paradigma pengurusan rakyat 
yang berakibat pada ideologi kapitalisme membuat BUMN tersungkur dan negara amburadul.

Dalam islam kepemilikan umum seperti migas dan sumber daya alam tidak boleh di privatisasi .
Privatisasi berarti akan meniadakan hak-hak publik untuk menggunakan dan mengkonsumsinya.
Industri yang bergerak di sektor kepemilikan umum, BUMN harus bebas dari privatisasi.
Jika diibaratkan tangan kanan dan tangan kiri maka BUMN adalah tangan kirinya bagi tangan kanannya (negara).
Keduanya harus bersinergi agar hak -hak publik atas kekayaan alam bisa dinikmati secara adil dan bijaksana.

Semua itu hanya bisa diterapkan manakala paradigma dan pengelolaan SDA (sumber daya alam) berpijak dalam Sistem Islam yaitu Daulah Khilafah Islamiyah .
Wallahu a'lam bishawab.

*Nenah,  Pacet - Kab. Bandung.*

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak