Bisakah Taubat Tanpa Taat Syari'at?




Penulis : Ike Marlina (Pemerhati Sosial dan Generasi)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengingatkan masyarakat untuk tidak lupa mengingat Allah SWT di tengah pandemi Covid-19. Salah satu caranya dengan berdzikir dan taubat. Jokowi juga berharap masyarakat memperbanyak sedekah. Sebab, banyak orang yang keadaannya sulit di tengah pandemi. Eks Wali Kota Solo itu berharap corona segera hilang dari bumi Indonesia. Jokowi berdoa agar bangsa dan negara diberikan keselamatan. Jokowi menyebut, pandemi Covid-19 telah menyebabkan perlambatan ekonomi dunia. (Merdeka.com, 26/9/2020)
Pertumbuhan seluruh negara yang biasanya di angka positif kini terkontraksi secara tajam. Pada kuartal II 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga minus 5,32 persen. Banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian. Namun kepala negara mengajak masyarakat untuk tidak menyerah dengan keadaan. (Kompas.com, 26 september 2020).

Memang sebagai seorang muslim ketika mendapatkan musibah harus segera bertaubat dan ridha terhadap qadha Allah swt, atas terjadi nya qadha tersebut. Selain itu umat harus melakukan instropeksi sebabnya meskipun semuanya kehendak Allah semua kejadian termasuk pandemi kadang dipicu oleh kesalahan atau dosa manusia. Allah swt berfirman dalam surah ar rum 41:
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Bisa dipahami adanya pandemi covid 19 disebabkan ulah sebagian manusia yang mengkonsumsi makanan yang diharamkan oleh Allah swt. yaitu kelelawar. Islam mengajarkan bertaubat untuk mengatasi wabah, namun taubat sebagai bagian dari refleksi ketaatan total, maka bukan taubat saja yang harus dijalankan, namun seluruh perintah syariat dalam mengatasi wabah.

Pada masa kepemimpinan Khlifah Umar bin Khaththab, kemajuan Islam banyak dicapai serta sejahtera disebabkan Khalifah Umar memilih kepala daerah atau gubernur yang benar-benar bekerja untuk rakyat. Bukan dari kalangan orang-orang munafik yang mengutamakan diri dan kepentingan kelompoknya.
Pada 18 H, orang-orang di Jazirab Arab tertimpa kelaparan hebat dan kemarau. Saat itu, Khalifah Umar bin Khaththab adalah kepala negaranya. Tahun itu disebut tahun kelabu, jarang ada makanan. Orang-orang pedalaman pergi ke perkotaan, mengadu dan meminta solusi dari Amirul Mukminin.
Teladan pertama yang dilakukan Khalifah Umar ialah ia tidak bergaya hidup mewah. Makanan seadanya, bahkan kadarnya sama dengan rakyat yang paling miskin. Kedua, Khalifah Umar langsung memerintahkan membuat posko-posko bantuan.

Diriwayatkan dari Aslam, “Pada tahun kelabu (masa krisis), bangsa Arab dari berbagai penjuru datang ke Madinah. Khalifah Umar menugaskan beberapa orang ( jajarannya) untuk menangani mereka. Suatu malam, saya mendengar beliau berkata, “Hitunglah jumlah orang yang makan malam bersama kita.”
Ternyata berjumlah 70 ribu orang. Orang yang sakit dan memerlukan bantuan sebanyak 40 ribu orang. Selang beberapa hari, jumlah orang yang datang dan memerlukan bantuan mencapai 60 ribu.
Tidak berapa lama kemudian, Allah mengirim awan. Saat hujan turun, saya melihat Khalifah Umar menugaskan orang-orang untuk mengantarkan mereka ke perkampungan dan memberi makan juga pakaian. Banyak tejadi kematian di tengah-tengah mereka. Sepertiga dari mereka mati.

Ketiga, Khalifah Umar semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT meminta pertolongan-Nya. Khalifah juga langsung memimpin tobat nasuha karena bencana atau krisis yang terjadi bisa jadi akibat kesalahan-kesalahan dan dosa yang dilakukan Khalifah serta masyarakatnya.

Khalifah menyerukan tobat, meminta ampun kepada Allah agar bencana segera berlalu. Jadi, menyeru masyarakat bertobat sementara kepala negaranya tidak menerapkan seluruh syariat atasi wabah, merupakan teladan yang buruk.

Keempat, Khalifah segera memenuhi kebutuhan makanan rakyatnya. Jika tidak bisa mendatangi Khalifah meminta makanan, makanan akan diantar ke rumahnya. Hal itu terjadi selama beberapa bulan sepanjang masa bencana.

Kelima, Khalifah Umar juga menunda pungutan zakat pada masa krisis dan bencana. Khalifah mulai mengumpulkan zakat pascabencana dan krisis berakhir, saat kelaparan berakhir dan bumi mulai subur. Artinya, Khalifah menilai itu sebagai utang bagi orang-orang yang mampu agar bisa menutupi kelemahan bagi orang-orang yang memerlukan dana agar di baitulmal ada dana setelah semuanya diinfakkan.

Terakhir, perkataan Khlifah Umar yang begitu menohok sekali. Saat ada suatu daerah yang nyaris hancur, padahal daerah itu sudah dibangun dan berkembang. Umar lalu ditanya, “Bagaimana bisa ada kampung yang hancur, padahal sudah dibangun kokoh dan berkembang?” Umar menjawab, “Jika para pembuat dosa lebih hebat dari pada orang-orang yang baik di daerah itu, kemudian pemimpin dan tokoh masyarakatnya adalah orang-orang munafik.”

Sungguh, memilih pemimpin yang amanah dan bertakwa menjadi keharusan agar negeri dan penduduk yang dipimpin dapat hidup aman serta sejahtera. Ketika pemimpin munafik serta abai terhadap syariat-Nya memimpin, negeri dan penduduknya tentu hidup dalam penderitaan. Astaghfirullah.

Wallahu a'lam bish showab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak