Bisakah Rezim Sekuler Lahirkan Penakluk Roma?



Oleh: Putri Efhira Farhatunnisa



Beberapa waktu lalu, jagat maya dibuat heboh dengan adanya surat dari Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang menginstruksikan kepada seluruh siswa SMA/SMK untuk membaca buku Muhammad Al Fatih 1453 karya Felix Siauw, yang selanjutnya siswa diminta untuk merangkum isi buku tersebut dengan gaya bahasa masing masing.

Surat bernomor 420/11.09.F DISDIK tertanggal 30 September 2020 itu ditujukan kepada seluruh Kepala Sekolah SMA/SMK se-provinsi Bangka Belitung yang ditandatangani Muhammad Soleh selaku Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bangka Belitung. (viva.co.id 2/10/2020)

Tak lama setelah surat itu muncul tepatnya pada tanggal 1 Oktober 2020,  Disdik Prov. Babel kembali mengeluarkan surat pembatalan terkait intruksi membaca dan merangkum buku Muhammad Al Fatih 1453. Pembatalan ini terjadi karena intruksi tersebut menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Salah satunya Ahmad Basarah, anggota DPR RI dari PDIP yang mengkritisi dengan mengatakan bahwa buku tersebut ditulis oleh seorang aktivis ormas yang sudah dibubarkan pemerintah.

Juga ada ketua PWNU Bangka Belitung, KH Jaafar Siddiq yang ikut mengkritisi dan menyesalkan intruksi dari Disdik Prov. Babel ini. Ia menyebutkan bahwa buku yang ditulis oleh Felix Siauw ini mengandung pengiringan terkait Khilafah yang di muat pada halaman 314 dan sekalipun bukan Felix Siauw sebagai penulis, bila isinya tentang Khilafah tetap akan dikritisi pihaknya.

Mengapa Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim namun seperti alergi dengan syari'at agamanya sendiri? Seakan Khilafah adalah hal yang membahayakan umat. Padahal Khilafah adalah sebuah sistem yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah sebagai pembuktian bahwa Islam bukan hanya agama ritual saja, namun juga sebagai ideologi. Sebuah sistem yang berhasil mencetak generasi emas yang membuat Islam berada dalam era kegemilangan.

Dan bukankah sosok Muhammad Al Fatih ini harus diperkenalkan kepada masyarakat? Terutama kalangan remaja sebagai penentu masa depan yang seharusnya menjadi agent of change, tentunya perubahan ke arah yang lebih baik. Dari gelap menuju cahaya kegemilangan Islam, seperti yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah yang berhasil menerangi masa jahiliyyah bangsa Arab dengan cahaya Islam.

Remaja Islam haruslah memiliki sosok teladan yang bisa menginspirasi, dan membuat para remaja Islam bergerak untuk menjadi remaja yang membawa perubahan. Selain Rasulullah sendiri yang bisa dijadikan teladan, sejarah Islam juga mencatat perjuangan seorang pemuda yang bertekad kuat untuk mewujudkan bisyarah Rasulullah yakni Sultan Muhammad II.

“Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (HR Ahmad)

Dengan kepribadian Sultan Muhammad II yang bertakwa dan cerdas ini, akhirnya pada tanggal 20 Jumadil Ula 857 H bertepatan pada tanggal 29 Mei 1453 M. Konstantinopel berhasil jatuh ke dalam genggaman Islam. Kemudian ia diberi gelar Al Fatih (Sang Penakluk) hingga dikenal dengan nama Muhammad Al Fatih.

Begitu kuatnya tekad seorang pemuda hingga berhasil menaklukkan kota yang saat itu merupakan salah satu kota paling penting di dunia. Tentunya itu bukan hal mudah, selain kecerdasan dan ketakwaan seorang Muhammad Al Fatih yang luar biasa, ada pula sistem pemerintahan yang mendukungnya yakni Khilafah.

Namun bagaimana dengan bisyarah Rasulullah yang lainnya?
 أي المدينتين تفتح أولا : أقسطنطينية أو رومية ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : مدينة هرقل تفتح أولا . يعني : قسطنطينية

"Dua kota ini manakah yang dibuka lebih dulu: Konstantinopel atau Roma?’ Rasul menjawab, ‘Kota Heraklius dibuka lebih dahulu.’ Yaitu: Konstantinopel’.” (HR. Ahmad, ad-Darimi dan al-Hakim)

Apakah sistem sekuler saat ini mampu melahirkan sosok seperti Muhammad Al Fatih yang bertekad kuat untuk mewujudkan bisyarah Rasulullah?  Sistem yang membiarkan kerusakan generasi terjadi dengan berbagai kedok pembelaan, tak adanya pembimbingan setiap individu muslim dan masyarakat yang hanya memaklumi hingga negara yang membuat aturan sesuka hati berstandar kepentingan pribadi dan nafsu duniawi.

Lalu bagaimana Khilafah mampu melahirkan sosok seperti Muhammad Al Fatih? Ada pilar-pilar yang harus terpenuhi untuk melahirkan generasi yang menjadi agent of change. Pertama ketakwaan individu, pemuda yang memahami jati dirinya sebagai seorang muslim yang memiliki kewajiban untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Bahkan diceritakan bahwa Muhammad Al Fatih ini tak pernah meninggalkan shalat malamnya, ia tertarik dan bertekad kuat untuk mewujudkan bisyarah Rasulullah hingga ia belajar dengan sungguh-sungguh dan senantiasa menautkan hatinya untuk selalu mengingat Allah. 

Kedua ketakwaan masyarakat, masyarakat yang senantiasa saling mengingatkan, ber-amar ma'ruf nahi munkar. Masyarakat yang tak membiarkan siapapun melakukan kemaksiatan, karena mereka memahami jika salah satu dari mereka bermaksiat maka semuanya akan terdampak imbas dari perbuatan tersebut. Kenapa ini penting? Karena lingkungan juga mempunyai andil dalam pembentukan kepribadian seseorang. 

Ketiga katakwaan negara, negara yang menerapkan hukum-hukum Allah. Karena banyak pula hukum Allah yang tak bisa kita lakukan sendiri namun harus ada yang menegakkannya yakni pemerintah. Nah untuk urusan pemerintahan, Islam mempunyai sistem bernama Khilafah dengan Islam sebagai ideologinya. Karena untuk memajukan sebuah bangsa, tak hanya memerlukan individu dan masyarakat yang bertakwa saja, namun juga negara yang menerapkan aturan Allah. Wallahu A'lam Bishawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak