Oleh : Ummu Aqeela
Bagi seorang muslimah, penggunaan hijab adalah keharusan karena merupakan kewajiban yang telah ditentukan oleh syariat sebagai kebutuhan yang bertujuan untuk melindungi diri dan harus diterapkan sejak dini pada anak. Setiap muslim juga seharusnya sudah mengerti jika tak bisa melakukan tawar-menawar terkait ketentuan tersebut. Namun demikian, sejumlah pihak masih saja mempertanyakan apakah hal tersebut. Beredar video di Twitter terkait penggunaan jilbab terhadap anak-anak, Jumat (26/9/2020).
Video ini diposting DW Indonesia sehari sebelumnya, dengan caption pertanyaaan yang menimbulkan polemik untuk warga net. “Apakah anak-anak yang dipakaikan #jilbab itu memiliki pilihan atas apa yang ingin ia kenakan?”, posting akun Dw Indonesia tersebut.
Pada video tersebut yang menyelipkan tagar #jilbab #mukalama dan #dialog itu, dua narasumber yakni Rahajeng Ika, serta Nong Darol Mahmada yang merupakan Feminis Muslim memberikan komentarnya.
Dalam pandangan Rahajeng, sudah sangat jelas jika anak-anak belum bisa memutuskan suatu hal. Hal tersebut kemudian Rahajeng jelaskan akan menjadi masalah ketika si anak bergaul dengan teman lain yang punya pandangan berbeda.
“Biasanya, anak-anak itu belum mampu mengambil keputusan dan bertanggung jawab terhadap keputusan tersebut. Jadi resikonya adalah mereka menggunakan sesuatu atau memakai sesuatu tapi belum paham betul konseskuensi dari pemakaian nya itu,” ujar Rahajeng.
“Sehingga yang mengkhawatirkan, pada saat umur mulai SMP atau SMA terjadi pembentukan konsep indentitas, identity nya itu lagi terbentuk. Si anak sedang memakaikan identitas berhijab, si anak yang segala macem, si anak yang pakai pakaian tertutup muslim gitu,” lanjut Rahajeng.
“Permasalahannya, apabila si anak kemudian bergaul dengan teman-temannya yang mungkin agak punya pandangan berbeda itu boleh jadi si anak mengalami kebingungan. Apakah dengan ia berpakaian begitu punya batasan tertentu untuk bergaul?” papar Rahajeng lagi.
Sedangkan menurut Mahmada, mengarahkan anak untuk mengenakan hijab sedari kecil sah-sah saja. Namun setali tiga uang dengan Rahajeng, Mahmada menjelaskan ada kekhawatiran jika arahan dari orang tua akhirnya menimbulkan sikap eksklusif yang menimbulkan pola pikir si anak berbeda dengan anak lain nya.
“Sebenarnya sih wajar-wajar aja si anak mengikuti atau arahan orang tuanya. Tetapi kekhawatiran saya sebenarnya lebih kepada membawa pola pikir si anak itu menjadi eksklusif. Karena dari kecil tertanam untuk dalam tanda kutip misalnya berbeda dengan yang lain,” papar Mahmada.
“Karena sebenarnya pada masa pertumbuhan anak itu semestinya dan seharusnya anak-anak itu kita biarkan dulu menjadi siapapun, menjadi apapun. Jadi maksud nya itu, ia gak harus berbeda dengan anak-anak yang lain. Tetapi ketika anak kita arahkan atau berikan identitas misalnya jilbab sebagai muslim maka dengan sendirinya akan mengeksklusifkan dirinya sendiri,” jelasnya lagi. ( https://pakarberita.com/8073/nyinyir-soal-penggunaan-jilbab-pada-anak-dw-indonesia-tuai-polemik/ )
Dari tanggapan dua narasumber dalam video tersebut pada akhirnya memang menimbulkan pro kontra. Benar jika anak-anak belum dapat mempertanggung jawabkan keputusannya terkait arahan dan keinginan orang tuanya. Namun demikian, semua manusia tentu setuju jika hal ataupun nilai-nilai kebaikan harus kita tanamkan sejak kecil. Sebab, orangtualah akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat terhadap perilaku anak, termasuk perihal berhijab atau tidaknya anak perempuan kita. Karena berhijab dengan syar’i wajib hukumnya bagi setiap muslimah. Seperti halnya sholat yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan agar kita mengajari anak sejak usia 7 tahun dan memukulnya jika tidak mau melaksanakan sholat setelah usia 10 tahun. Sama halnya dengan hijab, wajibnya hijab bagi seorang wanita sama dengan wajibnya sholat, puasa dan zakat. Maka mendidik anak untuk berhijab sejak dini juga menjadi sebuah kewajiban bagi orangtua. Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
أَلاَ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Ingatlah, tiap-tiap kalian adalah pemimpin, dan setiap orang dari kalian akan ditanyai tentang yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam Islam, mengajarkan, mengarahkan dan menerapkan penggunaan jilbab pada anak perempuan untuk menjaga aurat adalah suatu hal yang penting dan tentu saja untuk kebaikan si anak sendiri. Mengarahkan, dalam arti tidak ada paksaan, bukanlah sebuah ‘pelanggaran’ yang menyebabkan pembentukkan pola pikir eksklusif anak seperti yang menjadi kekhawatiran para narasumber tersebut.
Salah satu hikmah dari berhijab bagi seorang wanita adalah menjaga dirinya dari perbuatan buruk dan niat jahat seperti pelecehan seksual, perzinaan dan lain sebagainya. Dengan berhijab, aurat anak tertutup dengan sempurna sehingga tak lagi menjadi pancingan bagi mata laki-laki nakal. Anak yang terbiasa menggunakan hijab sejak dini akan lebih mudah untuk nyaman dengan berhijab ketika dewasa, bahkan ia akan enggan dan malu bila keluar rumah tanpa menggunakan hijab. Namun berbeda halnya dengan anak yang ketika remaja baru diajak untuk berhijab, ada kemungkinan sang anak akan berat hati untuk memulainya.
Tidak bisa dipungkiri, semua kondisi yang terjadi saat ini adalah akibat pemerintah lebih fokus mengurus kepentingan sendiri dan kelompoknya. Mereka lebih disibukkan dengan hal-hal yang menjamin eksistensinya sebagai penguasa. Sedangkan rakyat yang menjadi tanggung jawabnya bukan lagi prioritas. Masyarakat dibiarkan begitu saja memenuhi segala kebutuhan hidup tanpa perlindungan bahkan terkesan tidak dipedulikan. Termasuk dalam pelaksanaan kewajiban sesuai syariat Islam, masyarakat tidak didorong apalagi difasilitasi sehingga semakin menjadikan masyarakat jauh dari kebenaran. Ditambah lagi pembiaran yang dilakukan pemerintah atas oknum-oknum yang menyebarkan ajaran keliru serta opini-opini yang bertentangan dengan syariat Islam bahkan menyesatkan dari pemahaman yang seharusnya. Hal ini menyebabkan publik menjadi rancu dan salah paham.
Hal ini jelas berbanding terbalik jika Islam diterapkan secara kaffah. Ketika menjadi khalifah, Rasulullah memerintahkan muslimah untuk mengenakan hijab yaitu khimar dan jilbab saat keluar rumah. Bahkan jika ada seorang muslimah yang tidak memiliki hijab, maka muslimah lain harus meminjaminya. Hal ini dilakukan karena begitu wajibnya menutup aurat sesuai dengan perintah Allah swt. Dan Rasulullah sebagai pemimpin negara mengatur dan memastikan masyarakatnya memenuhi setiap kewajiban tersebut, termasuk hijab bagi para Muslimah.
Kewajiban menjalankan syariat Islam mendapatkan jaminan penuh, fasilitas memadai dan pemerintah juga memotivasi serta memastikan pelaksanaannya. Khalifah tidak sekedar menjadi pemimpin tapi juga sebagai pelayan umat. Dimana khalifah juga ikut mengondisikan lingkungan di setiap lapisan masyarakat agar para muslimah dapat memenuhi kewajibannya menutup aurat. Ini semua hanya dapat terwujud ketika Islam diterapkan secara sempurna dalam institusi khilafah. Adanya kekhilafahan akan menjamin dan melindungi seluruh umat termasuk menjaga kehormatan para perempuan. Tidak diragukan lagi, karena sejarah telah membuktikan begitu luar biasa pembelaan yang dilakukan khalifah dalam melindungi perempuan. Islam memprioritaskan pemeliharaan terhadap perempuan sejak kelahirannya, sehingga hal itu membawa pengasuhan yang baik dan memelihara pintu bagi orang tuanya untuk memasuki Jannah.
Wallahu’alam bishowab.