Oleh Rifdatun Aliyah
Gelombang massa yang melakukan aksi menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja semakin besar. Pemerintah mengklaim mengetahui siapa dalang yang menggerakkan demo besar-besaran sejak kemarin. Hal itu disampaikan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartanto dalam wawancara dengan CNBC Indonesia TV seperti dikutip Kamis 8 Oktober 2020 (finance.detik.com/08/10/2020).
Pengusaha merespons langkah mahasiswa yang akan menggelar demo menolak Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker). Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani, UU 'Sapu Jagat' ini dibuat untuk menciptakan lapangan kerja yang manfaatnya bisa dirasakan para mahasiswa. Sementara mahasiswa setelah lulus tentu membutuhkan pekerjaan. Oleh karena itu dirinya heran bila mereka menentang UU Ciptaker (finance.detik.com/08/10/2020).
Selain itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan surat edaran tentang pelarangan mahasiswa untuk tidak ikut aksi demo Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja resmi (tasikmalaya.pikiran-rakyat.com/11/10/2020).
Maraknya aksi mahasiswa yang menolak UU Ciptaker sejatinya merupakan bukti bahwa pemuda negeri ini tidak absen dari kezaliman. Ditengah kuatnya arus hedonisme, gelombang korea, liberalisme dan sekulerisme masih banyak ditemukan pemuda yang memiliki idealisme untuk memperbaiki bangsa ini. Namun, upaya pemuda khususnya dari kalangan mahasiswa justru berusaha ditenggelamkan dengan isu-isu yang seakan menyudutkan mereka. Lantas, ada apa dibalik upaya pembungkaman ini?
Adanya upaya mengancam mahasiswa untuk memberikan nilai akademis rendah dan tidak mendapatkan pekerjaan setelah lulus merupakan upaya untuk mengkerdilkan potensi pemuda sehingga hanya diarahkan untuk memikirkan diri sendiri saja. Selain itu, respon negatif pemerintah terhadap demo penolakan UU Ciptaker ini juga menunjukkan bahwa pemerintah tidak memberikan ruang untuk rakyat dalam mengkoreksi kebijakan pemerintah. Lantas, jika seperti ini, apakah ada solusi atas tuntutan pemuda khususnya mahasiswa terhadap UU Ciptaker?
Jika diamati, UU Ciptaker merupakan bagian dari produk politik yang disahkan oleh badan legislatif negara sebagai eksekutornya. Adapun isi dari UU tersebut jelas merupakan hasil dari persetujuan kepala pemerintah di negeri ini. Namun, perlu digarisbawahi bawah rezim yang mengesahkan UU ini tak lepas dari kerjasama dengan kaum kapitalis alias pemilik modal baik dari asing, aseng maupun domestik. Selain itu, adanya partai politik yang terlibat serta militer yang turut serta diandalkan menjadikan UU ini menjadi sebuah kekuatan baru untuk mengeksploitasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia sesuai dengan kepentingan orang-orang yang berada dibaliknya.
Walhasil, jika demo tolak UU Ciptaker dikembalikan kepada sistem kapitalisme yang menjadi sumber masalah jelas tak mendatangkan solusi. Oleh karena itu, bangsa ini butuh solusi lain untuk bisa mengeluarkan negeri ini dari jeratan kaum kapitalis. Lantas, apakah solusi itu?
Jika dilihat dari UU Ciptaker yang sebelumnya beredar, tak dapat dipungkiri bahwa UU ini memiliki banyak dampak negatif. Sehingga wajar jika UU yang dapat menambah kesengsaraan rakyat ini menjadi bahan penopakan masyarakat. Sayangnya sistem sekuler yang diterapkan di negeri ini membuat negara tak menjadikan wahyu atau perintah agama dalam mengatur urusan pemerintahan. Padahal, dalam Islam sebagai satu-satunya agama yang memiliki pandangan hidup dalam segala aktivitas kehidupan memiliki pandangan tersendiri terhadap permasalahan ini.
Dalam pandangan Islam, adalah kewajiban negara dalam mengurus segala urusan rakyat sesuai syariat Islam. Islam tidak melarang adanya koreksi atau muhasabah kepada para penguasa. Islam juga memberikan perhatian besar kepada para generasi. Perhatian tersebut diwujudkan dalam bentuk edukasi agar para generasi memiliki kepribadian Islam. Yaitu memiliki pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan syariat Islam.
Islam juga memandang bahwa edukasi tersebut harus dimulai dari lingkungan keluarga sebagai madrasah pertama dan utama. Kemudian edukasi dilingkungan masyarakat dengan kebiasaan yang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Serta negara yang menjamin keberlangsungan pendidikan Islam berbasis aqidah Islam.
Selain itu, adanya koreksi terhadap kebijakan negara juga dilakukan secara terbuka. Melalui majelis umat, mahkamah mazalim dan warga negara pada umumnya. Upaya koreksi ini juga tidak hanya berlaku untuk kebijakan pemerintah namun juga dalam upaya menjaga keberlangsungan penerapan syariat Islam dalam kehidupan. Walhasil, Islam melalui negara Islam akan melindungi hak warga negara dalam mengoreksi kebijakan berdasarkan keimanan mereka kepada Allah swt dalam rangka menegakkan amar ma'ruf nahi munkar.
Tags
Opini