Oleh: dr. Retno S
Kompas.com, tahun 2020 menjadi tahun yang berat bagi semua orang termasuk dalam bidang kesehatan. Hal ini disebabkan oleh pandemi Covid19. Pakar kesehatan dan perusahaan obat di seluruh dunia mencari cara untuk menemukan vaksin SARS-CoV-2 secepat mungkin. Salah satunya adalah perusahaan Sinovac asal Beijing,Tiongkok.
Sinovac sendiri sudah berpengalaman dalam pengembangan beragam vaksin seperti SARS,flu domestik, maupun flu burung yang disebabkan oleh H1N1. Berkat pengalaman inilah Indonesia memutuskan untuk menjalin kerjasama dengan Sinovac melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kesehatan, Biofarma.
Indonesia akan melakukan uji klinis fase ke-3 pada relawan di Indonesia. Hal ini dilakukan agar terhubung mendapatkan kecocokan vaksin untuk rakyat Indonesia daripada membeli vaksin langsung dari luar negeri yang tidak pernah dilakukan uji klinis di Indonesia. Bahan aktif akan diberikan Sinovac ke Bio Farma dan selanjutnya baru akan diracik dan diformulasikan di Indonesia dan diberi nama vaksin Merah Putih.
Selain itu masih ada lagi keuntungan yang didapat oleh Indonesia yaitu transfer teknologi antara Sinovac dan Bio Farma. Kerja sama ini disambut positif oleh pengurus Perhimpunan Alumni dan Persahabatan Indonesia-Tiongkok Fathan Asaduddin Sembiring. Menurutnya kerjasama Bio Farma dan Sinovac menjadi titik tahapan peningkatan kualitas industri kesehatan Indonesia dan membuka lapangan kerja dengan penyerapan sumber daya manusia dalam negeri dan efek berantai dari naiknya tingkat serapan komponen dalam negeri (TKDN) terutama di sektor kesehatan.
Di lain pihak Anggota Komisi IX DPR,fraksi PKS Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah untuk transparan dalam melakukan uji tahap klinis tersebut sebab beberapa vaksin sebelumnya ditemukan vaksin yang diproduksi China di bawah standar WHO. Rencana uji klinis akan dimulai bulan Agustus selama 6 bulan dengan kerjasama dengan Universitas Padjadjaran. Ia juga meminta pemerintah harus bisa menjelaskan kepada masyarakat mengapa vaksin dari China yang dipilih.
Dan yang paling penting harus dipertimbangkan dalam penentuan vaksin ini adalah kehalalan bahan baku vaksin sebagai fokus utama.Hal ini disampaikan oleh Direktur Lembaga Pengkajian Pangan dan Obat-obatan & kosmetik Majelis Ulama Indonesia.
Dari sinilah peran negara sangat dibutuhkan dalam penyediaan vaksin untuk rakyat sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam mengatasi pandemi Covid19 yang sampai sekarang belum berakhir. Diharapkan penyediaan vaksin harus dari pertimbangan kesehatan bukan hanya pertimbangan bisnis dan ekonomi yang akan menguntungkan para pebisnis di bidang kesehatan. Dan pertimbangan pemilihan produk harus mempertimbangkan kesehatan dan keselamatan rakyat.
Dan dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme dalam sistem perekonomiannya maka menjadi sesuatu yang wajar dalam keadaan apapun yang dipikirkan adalah provit dan keuntungan. Dan bidang kesehatan menjadi ladang baru yang menjanjikan untuk menambah pundi-pundi kekayaan para kapital. Mereka akan berlomba-lomba untuk segera menemukan vaksin bukan untuk keselamatan umat manusia tapi karena itu peluang bisnis di tengah lemahnya sektor perekonomian lain sebagai dampak pandemi Covid19.
Dan negara hanya sebagai regulator dan legitimasi kebijakan bukan sebagai pelayan rakyat dalam memenuhi kewajibannya memberikan kebutuhan dasar rakyat yaitu kesehatan. Dan penanganan pandemi saat ini dilimpahkan pada Menteri ekonomi dan BUMN menyakinkan kita bahwa perekonomian yang lebih difokuskan oleh pemerintah. Dengan penyediaan vaksin di dalam negeri diharapkan bisa mengurang jumlahi pengangguran.
Waktunya kembali pada Islam sebagai agama yang akan menyelesaikan segala problematika hidup manusia dengan solusi yang tuntas termasuk dalam penyediaan vaksin sehingga tujuannya adalah kesehatan rakyat dan dari bahan baku yang halal dan dikelola oleh negara tanpa melibatkan swasta nasional atau asing karena itu memang tanggung jawab negara.