Oleh Acitya Alfathunnissa (Aktivis Muslimah Pasuruan)
Bukanlah pertama kalinya ulama kita mendapat serangan. Menjadi pemberitaan di berbagai media dan menambah luka pada hati umat Muslim ketika Ulamanya mendapat serangan. Penusukan terjadi pada Syekh Ali Jaber, seorang ulama Hafidz Al-Qur'an asal Madinah ketika beliau mengisi disebuah acara di Lampung. Video penusukkanpun tersebar di media, bagaimana aksi itu terjadi.
Sebelum terjadinya penusukan tersebut, teror yang dialami ulama pernah terjadi seperti pembunuhan Komandan Brigade PP Persis di Bandung, penganiayaan Pimpinan Ponpes Al Hidayah Cicalengka KH Umar Basri, penusukan Imam Masjid Al Falah Pekanbaru, dan penyerangan terhadap Kiai Hakam Mubarok. Dan menurut pemeriksaan polisi, pelakunya diduga mengalami gangguan jiwa. (Tempo.co)
Dilansir dalam laman berita viva.co.id, Mahfud MD menyatakan “Pemerintah menjamin kebebasan ulama untuk terus berdakwah amar makruf nahi munkar. Dan Saya menginstruksikan agar semua aparat menjamin keamanan kepada para ulama yang berdakwah dengan tetap mengikuti protokol kesehatan di era COVID-19."
Begitu pula dalam UUD 1945 dinyatakan mengenai kebebasan dalam berpendapat. Akan tetapi hal tersebut tidak bisa menjamin untuk dijadikan patokan dalam memberikan perlindungan kepada umat terutama kepada Ulama karena pada kenyataannya sangat jauh berbeda.
Banyak kasus yang terjadi mengenai persekusi ulama hingga lebih parah adalah teror yang terjadi pada ulama. Beberapa diantara ulama yang mengalami tindak persekusi adalah Ustadz Tengku Zulkarnain di Sulawesi Utara diserang masa pro rezim dengan membawa senjata tajam hingga ke dalam bandara, Ustadz Abdul Somad ketika beliau hendak berdakwah di Bali, Ustadz Felix Siauw di Bangil, Ustadz Hanan Attaki, yang belum lama ini Ustadz Zainullah Muslim di Bangil, dan lainnya.
Tidak hanya sampai disana. Penegakan hukum seolah-olah bersikap "lemah lembut" ketika dihadapkan kepada penista agama Islam. Seperti kasus Ade Armando yang menistakan agama Islam dalam tulisannya di akun FBnya beberapa tahun lalu, namun pihak polisi membebaskannya. Atau pada kasus Denny Siregar menghina santri Ponpes di Tasikmalaya yang hingga saat ini belum ada kejelasannya. Dilain hal penindak hukum tampak cepat melakukan proses hukum saat kasus penusukan terhadap mantan Menkopolhukam Wiranto di Banten.
Nampak jelas sekali bahwa para penegak hukum di negeri ini berat sebelah ketika dihadapkan pada Islam. Seolah lemah dalam menangani kasus terkait Islam terutama persekusi Ulama. Namun, berbeda halnya ketika ada pihak yang bersinggungan dengan penguasa atau penista Islam yang pro terhadap rezim, hukum terkesan tuli bahkan "lemah lembut".
Umat muslim terus menerus tertoreh luka. Ulama sebagai pewaris para Nabi dan seharusnya dimuliakan, sudah sepatutnya mendapat perlindungan dari segala macam bentuk tindakan teror sehingga ulama bisa mendakwahkan risalah Islam, mencerdaskan dan menyadarkan umat akan Islam Kaffah.
Menilik pada sistem hari ini. Sistem kapitalisme yang sangat mengagungkan kebebasan, yang mana pasti ada saja penghinaan terhadap Islam, tidaklah bisa benar-benar memberikan perlindungan. Ulama dan umat membutuhkan perisai yang sesungguhnya yang bisa menjaganya dalam menjalankan Amar Ma'ruf Nahi Munkar.
Dan satu-satunya yang bisa memberikan perlindungan sesungguhnya dan memuliakan ulama hanya dengan adanya sebuah institusi dalam bentuk negara. Negara yang berlandaskan akan aturan berasal dari Sang Pencipta, Allah SWT. Sistem yang terbukti jelas memberikan perlindungan kepada umat khususnya kepada Ulama. Khilafah Islamiyah.
Wallahu'alam.
Tags
Politik