Oleh : Nurul Rachmadhani
Majalah Charlie Hebdo di Prancis kembali menuai kontroversi setelah beberapa waktu lalu kembali menerbitkan karikatur Nabi Muhammad SAW. Beberapa tahun lalu majalah tersebut sudah melakukan hal serupa. Lima tahun setelah serangan di kantor redaksi majalah satire Charlie Hebdo di Ibu Kota Paris, Prancis, sebuah langkah kontroversial kembali dilakukan oleh media ini. Pada 1 September lalu, kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad SAW diterbitkan ulang, memicu kemarahan umat Muslim di seluruh dunia. Karikatur Nabi Muhammad SAW dicetak ulang satu hari sebelum jadwal persidangan kasus serangan kantor Charlie Hebdo, yang terjadi pada 7 Januari 2015 dan menewaskan 12 orang, termasuk kartunis ternama di Prancis. Para tersangka akan diadili atas berbagai tuduhan, termasuk keterlibatan dalam pembunuhan dan konspirasi teroris. (Republika.co.id)
Tentu saja hal ini mendapat banyak kecaman dari umat Islam di seluruh dunia. Khususnya negara-negara muslim mengecam dan marah atas penghinaan yang terulang kembali. Termasuk Indonesia. Karena penghinaan ini sama dengan penistaan agama. Tindakan seperti ini sangat tidak bertanggung jawab, provoaktif, dan sangat melukai umat muslim di seluruh dunia.
Namun, sayangnya negara yang memproduksi majalah satir tersebut diam seribu bahasa. Pantas saja penghinaan ini bisa terjadi kembali karena Presiden Prancis Emmanuel Macron seolah membiarkan, bahkan menolak untuk mengutuk keras majalah tindakan di negaranya menerbitkan ulang gambar Muhammad SAW. Sehingga tak heran pernyataan orang nomor satu di Prancis itu menuai reaksi keras dari kalangan umat Islam seluruh dunia. Seolah tindakan Charlie Hebdo dibolehkan di negaranya. (IsuBogor.com)
Pemerintah Prancis berdalih bahwa itu adalah sebuah kebebasan pers, seni atau ekspresi. Padahal kebebasan dalam pers bukan harus menyudutkan, apalagi menghina bahkan terkesan menjadi provokator. Sehingga alasan seperti ini sangat tidak bisa diterima. Dan ini jelas, bahwa ada indikasi Islamophobia akut, sehingga mereka berani untuk menghina Islam dengan tindakan yang pernah terjadi sebelumnya.
Penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW sama dengan penghinaan terhadap ajaran Islam, dan ini bukanlah yang pertama. Hal serupa sudah sering terjadi oleh mereka yang anti terhadap Islam, terus berulang karena menganut sistem kebebasan berpendapat. Yang mana pada akhirnya pendapat yang bebasnya kebablasan bahkan berani melakukan penghinaan seperti ini tak pernah mendapatkan hukuman serius dan akan hilang dan terlupakan seiring berjalannya waktu. Sehingga tak heran bila suatu hari nanti kejadian serupa akan terulang kembali, selama sekuler liberal yang diterapkan, maka umat Islam akan terus menjadi incaran musuh-musuh Islam.
Seharusnya, penghina Nabi dan penghina Islam haruslah mendapat hukuman yang setimpal. Bahkan pantas untuk mendapat hukuman mati. Karena kebebasan seharusnya bukan bebas berekspresi untuk tujuan penghinaan suatu agama. Hal seperti ini tak akan terjadi disaat sistem Islam yang diterapkan. Karena disaat Islam terterapkan secara sempurna maka umat Islam akan memiliki junnah, pelindung dan perisai. Yang mana penghina Islam akan diberikan hukuman berat. Sehingga tak akan ada lagi yang berani dan tak akan terulang kembali.
Wallahu a'lam bishshawab