Oleh: Nor Aniyah, S.Pd
(Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi)
Persoalan jaringan dalam penerapan pelaksanaan pembelajaran secara daring sepertinya memang menjadi persoalan yang didapati di beberapa daerah. Termasuk pula di Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel). Hal ini dibenarkan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tabalong. Menurutnya, dari hasil pemantauan proses pembelajaran di tiga SLTP dan tiga SD di wilayah utara Tabalong, keluhan sinyal ini menjadi satu persoalan yang muncul. Memang di sekolah ada indihome dan juga yang manfaatkan punya diskominfo, tapi yang jadi masalah di tempat siswa yang tidak ada sinyal, ujarnya (borneo24.com, 24/07/2020).
Sudah beberapa bulan siswa-siswi di Indonesia melakukan sistem belajar online, namun tak sedikit terdengar beragam keluhan, terutama masalah perangkat, kuota dan sinyal internet yang tidak memadai. Bagi siswa yang tinggal di kota besar, akses internet mungkin tidak masalah, tapi tak sedikit orangtua yang harus berjuang mencari biaya untuk membeli tambahan perangkat hingga pengeluaran untuk kuota.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan bahwa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) serta Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) PAUD dan pendidikan kesetaraan di masa pandemi dapat dipakai untuk mendukung kesiapan satuan pendidikan. Meski demikian, kendala anak-anak di kabupaten, di pinggiran kota, desa terpencil, adalah akses internet yang kurang bersahabat. Mereka harus mencari sinyal hingga ke atas gunung agar bisa mengikuti pelajaran daring, tanpa memedulikan keselamatan diri sendiri (banjarmasin.tribunnews.com, 28/07/2020).
Menyikapi hal tersebut, Pemerintah Provinsi Kalsel melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan sudah menginstruksikan kepada kepala sekolah di bawah kewenangannya agar tidak terpaku pada sistem belajar daring. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalsel, mengungkapkan bahwa sebenarnya ada cara pembelajaran lain, seperti sistem luring atau offline, modul dan juga metode guru kunjung (sonora.id, 25/07/2020).
Masa pandemik menyingkap kegagalan pembangunan kapitalistik yang jor-joran membangun infrastruktur namun tidak memberi daya dukung atau manfaat bagi pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Berbagai pro kontra belajar daring bermunculan di media. Mengapa tetap harus dikejar seperti dalam keadaan normal? Padahal hari ini kita sedang dalam kondisi abnormal.
Banyak orang tua yang tidak mempunyai pendapatan untuk keluarganya. Jangankan untuk membeli keperluan smartphone atau kuota internet, untuk keperluan sehari-hari pun sulit. Pandemik telah membuat ekonomi rakyat melambat sampai tak bergerak. Sementara untuk bisa belajar perlu fasilitas tersebut, yang tidak semua orang tua bisa memenuhinya. Sementara tak ada fasilitas penunjang pendidikan saat pandemi yang diberikan oleh penguasa.
Betapa tergambar jelas pemaksaan negara kapitalis kepada rakyatnya supaya tetap bisa mencetak lulusan siap kerja, meski pandemi melanda. Juga menuntut guru terus bekerja, meski insentif tambahan tak diberikan. Bahkan, guru terancam dipotong tunjangannya jika tidak masuk kerja. Alangkah zalimnya ketetapan tersebut.
Sistem sekuler hari ini membuat pendidikan terasa sulit untuk dikecap banyak orang. Minimnya anggaran dan dana, serta terbatasnya fasilitas pendidikan, harus diterima dengan kecil hati. Nampak sistem kapitalisme telah melepaskan tangan penguasa dari tanggung jawab pemenuhan jaminan penyelenggaraan pendidikan bagi seluruh rakyat.
Apalagi di masa pendemi, polemik pendidikan daring masih ada. Bagiamanakah nasib generasi ke depannya? Dengan apakah membenahi masalah pendidikan yang makin pelik hari ini?
Harus ada sistem pendidikan Islam yang paripurna untuk mengatur tentang mekanisme pendidikan. Sekaligus sistem kesehatan yang mantap di kala pandemi ini. Pembelajaran jarak jauh yang menuntut sarana telekomunikasi dan ketersedian jaringan, telah memaksa puluhan juta pelajar kehilangan haknya.
Allah SWT berfirman: "Katakanlah (hai Muhammad), apakah sama orang-orang yang berpengetahuan dan orang-orang yang tidak berpengetahuan.” (TQS. az-Zumar: 9).
Juga sabda Rasulullah Saw: "Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim." (HR. Ibnu Adi, Baihaqi, Anas ra, Atthabrani dan Al Khatib dari Al Husain bin Ali).
Islam mendorong setiap muslim untuk menjadi seorang manusia yang berilmu dengan mewajibkan menuntut ilmu. Negara menganggap pendidikan sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi bagi setiap rakyatnya. Rasulullah Saw pernah menetapkan kebijaksanaan terhadap para tawanan perang Badar, bahwa mereka bisa bebas dengan mengajarkan 10 orang penduduk Madinah dalam baca tulis.
Demikian pula, kebijakan untuk menjamin pendidikan secara gratis dan berkualitas diikuti oleh para Khalifah setelah Beliau Saw. Misalnya, di Madrasah Al Mustanshiriah yang didirikan Khalifah Al Muntashir di kota Baghdad, setiap siswa bahkan menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas) dan kehidupan keseharian mereka dijamin sepenuhnya. Kesejahteraan dan gaji para pendidik pun sangat diperhatikan, semua biaya tersebut diambil dari kas Baitul Maal.
Pendidikan dalam sistem Kapitalisme sangat berbeda jika dibandingkan dengan sistem Islam. Khilafah menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat dan menempatkannya sebagai prioritas pembangunan dalam kondisi apapun. Negara akan menyediakan berbagai fasilitas dan sarana-prasarana pendidikan (seperti kuota, jaringan internet) secara bebas biaya (gratis), bagi siapapun, laki-laki, perempuan, Muslim, non-Muslim, kaya dan miskin.
Oleh karena itu, tiada cara lain untuk mewujudkan sistem pendidikan yang tangguh dan berkualitas kecuali mengadopsi kembali sistem Islam, yang akan menjamin terlaksananya pendidikan terbaik. Sebab, hanya dengan penerapan syariah Islam secara kaffah saja, negara akan bisa menjadi garda terdepan bagi proses kemajuan sains, teknologi, dan dunia pendidikan, serta melahirkan generasi yang siap membangun peradaban.
Hal ini dilakukan karena penguasa menyadari betul bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap rakyatnya. Untuk itu negara akan memudahkan, termasuk saat wabah yang masih mengkhawatirkan, negara wajib memikirkan jalan untuk mengatasi dan mencari solusi. Sehingga, umat dapat meraih kejayaan ketika sistem pendidikan Islam diterapkan oleh negara. Saat itu, kaum Muslim berhasil menjadi umat yang paling maju di seantero dunia. Tentu kita ingin bangkit dan berjuang untuk mengulangi kegemilangan itu kembali.[]