Oleh: Putri Efhira Farhatunnisa
Pernyataan Fachrul Razi atau Mentri Agama mengenai radikalisme yang masuk melalui anak good looking atau berpenampilan menarik, menguasai bahasa arab, dan hafidz ini menjadi sorotan publik dan mengundang banyak kecaman dari berbagai pihak. Termasuk dari Muhyiddin Junaidi selaku Wakil Ketua MUI, yang meminta Fachrul Razi untuk menarik semua tuduhannya.
MUI minta agar Menag menarik semua tuduhannya yang tak mendasar karena itu sangat menyakitkan dan mencederai perasaan umat Islam yang sudah punya andil besar dalam memerdekakan negara ini dan mengisi kemerdekaan dengan karya nyata," kata Wakil Ketua MUI, Muhyiddin Junaidi, kepada wartawan. (Suara.com 4/9/2020).
Sementara itu, telah terjadi percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh seorang pemuda berinisial AA berusia 24 tahun asal Lampung terhadap seorang ulama nasional asal Madinah Syekh Mohammad Ali Jaber. Kejadian ini terjadi di Masjid Falahuddin, Jalan Tamin, Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Kota Bandar Lampung, Ahad (13/9) petang saat Syekh Ali Jaber tengah berceramah dalam acara Wisuda Tahfidz Qur'an. Kepolisian masih menyelidiki motif kasus tersebut. Menag menyebutkan bahwa kasus ini hanya kasus kriminal biasa. Padahal bukankah ini yang lebih pantas disebut radikal?
Jelas saja pernyataan Menag ini menyakiti perasaan umat Islam, seakan tak ada permasalahan lain yang lebih urgent untuk diselesaikan. Tuduhannya terus memojokan umat Islam bahwa radikal itu datang Islam melalui anak good looking, menguasai bahasa arab, dan seorang hafidz. Padahal anak seperti itulah yang menjadi generasi harapan bangsa, ditengah generasi yang bisa dikatakan rusak ini.
Bagaimana tidak? Saat ini banyak sekali pemuda-pemudi yang hanya sibuk berlomba ingin viral walaupun dengan menggadaikan rasa malu dan melabrak syari'at hanya demi sejumlah followers, atau yang hanya kesana kemari mencari kesenangan duniawi tanpa arah dan tujuan. Tak sedikit anak bangsa yang disibukkan dengan kegiatan unfaedah, merusak atau bahkan membahayakan.
Jika radikal yang disebut adalah yang mengancam keselamatan orang lain atau bahkan terorisme, kita sepakat bahwa ini adalah radikalisme. Tapi jika yang dituduh radikal adalah yang mengamalkan syari'at Islam yang sudah jelas bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah, jelas sangat tidak tepat. Karena justru ditengah gaya hidup yang semakin liberal ini seharusnya ditanamkan keimanan dan ketakwaan dalam setiap individu anak-anak agar diri mereka memiliki benteng yang kuat sehingga tak mudah terbawa arus pergaulan.
Tags
Opini