Oleh: Ummu Zamzam
(Pendidik dan Pemerhati Masyarakat, Kalsel)
Baru-Baru ini Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mendadak viral setelah mengunggah video yang membuka borok pertamina dilansir dari YouTube, (detikcom, 15/9/2020).
Inilah salah satu model konflik kepentingan yang selalu akan muncul dalam sistem kapitalis. Karena sumber regulasi adalah akal manusia yang terbatas dan rentan kepentingan dari pembuatnya. Orientasi lebih mementingkan diri sendiri dan politik negara semata.
Dalam karut-marut konflik pengelolaan BUMN di Indonesia tidak terlepas dari tujuan globalnya, untuk mencari keuntungan. Dengan adanya tujuan mengejar keuntungan tersebut sebagai motif ekonomi, maka fungsi untuk menyelenggarakan manfaat umum guna memenuhi hajat hidup orang banyak sering terabaikan.
Dalam syariat Islam, konsep kepemilikan terhadap benda terdiri dari tiga macam jenis kepemilikan. Kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Hal ini berkaitan erat dengan kebijakan privatisasi BUMN di Indonesia jika ditinjau dari konsep kepemilikan menurut syari’at Islam tersebut. Karena setiap kategori kepemilikan memiliki konsekuensi terhadap pengelolaan dan pemanfaatan Badan Usaha Milik Negara. Melihat fenomena yang terjadi pada beberapa BUMN di Indonesia, bisa kita lihat adanya sinkronisasi jika privatisasi BUMN di Indonesia ditinjau dengan konsep kepemilikan dalam pandangan Islam yang terdapat dalam beberapa kitab fiqih dan kitab hadis.
Hal ini merupakan sesuatu urgen karena privatisasi pada beberapa BUMN di Indonesia sudah tidak lagi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Negara mengatur pengelolaan sumber daya alam untuk cabang-cabang produksi yang penting didalam konstitusi, dengan tujuan agar digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Implementasi dari pengaturan tersebut adalah dengan terbentuknya BUMN sebagai badan usaha milik negara yang sebagian sahamnya adalah milik negara. Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Betapa tidak? badan usaha apapun bentuknya tentu saja akan berhitung mengenai modal produksi dan orientasi keuntungan yang menjadi ranah internal perusahaan tersebut.
Masyarakat sering tidak mengetahui standar capaian maksimal dari keuntungan BUMN. Padahal seharusnya sebagai pihak yang berkepentingan, masyarakat berhak untuk mengakses informasi atas penyelenggaraan negara termasuk penyelenggaraan pengelolaan sumber daya alam oleh BUMN. Bentuk laporan keuangan yang sering dipublikasikan adalah gambaran umum untuk sekedar memenuhi kewajibannya. Bahkan terkadang terbaca sebagai kerugian. Sehingga timbul pertanyaan apakah itu logis secara ekonomis, mengingat peran masyarakat cukup besar dalam menyumbang penerimaan negara baik berbentuk pajak maupun non pajak.
Hal ini terbukti di tengah berlimpahnya sumberdaya alam kita, mayoritas rakyat negeri ini miskin. Pasalnya, sebagian besar kekayaan alam kita hanya dinikmati oleh segelintir orang, terutama pihak asing, bukan oleh rakyat kebanyakan
Dalam pandangan Islam, hutan dan barang tambang adalah milik umum. Semua harus dikelola oleh negara dan hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat, dalam bentuk barang yang murah atau subsidi untuk kebutuhan primer, seperti pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum. Paradigma pengelolaan sumber daya alam milik umum yang berbasis swasta atau (corporate based management) harus diubah menjadi pengelolaan kepemilikan umum oleh negara (state based management) dengan tetap berorientasi pada kelestarian sumber daya (sustainable resources principle).
Islam hadir tentu tidak hanya sebagai agama ritual dan moral belaka. Tetapi merupakan sistem kehidupan yang mampu memecahkan seluruh problem kehidupan, termasuk dalam pengelolaan kekayaan alam.
Allah Swt berfirman:“Kami telah menurunkan kepada kamu (Muhammad) al-Quran sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri,” (TQS an-Nahl [16]: 89). Menurut aturan Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Hal ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing. Sebagai konsekuensi keimanan kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, setiap Muslim, termasuk para penguasanya, wajib terikat dengan seluruh aturan syariah Islam. Karena itu semua perkara dan persoalan kehidupan, termasuk masalah pengelolaan sumberdaya alam, harus dikembalikan pada Al-Qur'an dan sunah.
Melihat kisruhnya pengelolaan sumber daya alam seperti yang terjadi saat ini, mau tak mau, kita harus kembali pada ketentuan syariah Islam. Selama pengelolaan sumberdaya alam berdasarkan pada aturan-aturan sekular kapitalis, semua itu tidak akan banyak manfaatnya bagi rakyat.
Tanpa penerapan syariah kafah semua serba darurat, mengapa? Karena kita mengalami krisis kepemimpinan, umat saat ini di berbagai belahan dunia dan mengalami banyak persoalan dalam berbagi sisi kehidupan. Termasuk ancaman dalam bidang ekonomi yang senantiasa diintai krisis.
Lantas dengan sistem apa semua ini bisa diselesaikan? Tidak ada alternatif jawaban kecuali sistem Islam yang telah terbukti kecemerlangan berabad silam. Khilafah Islamiyah adalah kepemimpinan umum bagi kaum muslimin maka dari itu jelas bahwa berjuang menegakkan khilafah wajib karena Khilafah akan menerapkan hukum-hukum Islam di dalam negeri agar segala persoalan terselesaikan dengan tuntas. Kehadiran hukum-hukum Islam sebagai problem solver kehidupan inilah yang menjadi rahasia keberkahan dan rahmat untuk penduduk negeri. Allah Swt berfirman ; "Tidak kah kami mengutus kamu melainkan untuk menjadi rahmat bagi alam semesta" (Qs. al-Anbiya: 21)
Wallahua’lam bishshawab.