Oleh: Neng Ipeh*
Bagi penggemar film-film besutan Disney tentu tak asing lagi dengan film Mulan. Film yang tayang 22 tahun lalu masih berupa versi animasi kini telah di remake menjadi film live-action. Tentu saja ini menjadikannya sebagai salah satu film yang paling dinanti pada tahun 2020.
Sayangnya film yang diharapkan akan sukses ini ternyata menjadi kontroversi dan mendapat seruan untuk di boikot karena diketahui film Mulan ini sempat syuting di Xinjiang, wilayah yang didiami oleh Muslim Uighur. Akibatnya, penentangan terhadap film Mulan yang baru dirilis itu semakin keras lantaran dianggap mendukung penindasan Partai Komunis Tiongkok (PKT) kepada Muslim Uighur.
Hal ini baru disadari pada hari senin yang lalu (07/09) setelah seorang Novelis Tiongkok yang tinggal di Inggris, Jeannette Ng menggunggah credit film tersebut di Twitter.
"Mulan specifically thank the publicity department of CPC Xinjiang uyghur autonomous region committee in the credits. You know, the place where the cultural genocide is happening. They filmed extensively in Xinjiang, which the subtitles call “Northwest China”" #BoycottMulan (twitter.com)
Biro keamanan publik di kota Turpan dan Departemen Publisitas Komite Wilayah Otonomi Uyghur BPK Xinjiang termasuk yang disebut dalam kredit itu. Dimana menurut akademisi yang meneliti China, Adrian Zenz, biro keamanan publik di Turpan bertugas menjalankan kamp-kamp "pendidikan ulang". Kamp itu diyakini tempat penahanan orang-orang Uighur. Adapun "Departemen publisitas" yang disebut oleh Disney, bertanggung jawab untuk memproduksi propaganda negara di wilayah tersebut, kata Zenz. (bbc.com)
Diperkirakan ada sekitar satu juta orang Uighur telah ditahan secara paksa di kamp penjara dengan keamanan tinggi dalam beberapa tahun terakhir. Dokumen dan kesaksian yang dibocorkan para penyintas kamp mengungkap bahwa para narapidana dikurung, diindoktrinasi dan dihukum. Sayangnya otoritas China menanggap kesaksian itu sebagai 'berita palsu'. (pikiran-rakyat.com)
Kekerasan terhadap kaum Muslim etnis Uighur di Xinjiang sayangnya tidak mendapatkan respon yang memadai dari dunia internasional walau telah banyak aksi solidaritas sebagai dukungan terhadap mereka dilakukan di berbagai belahan dunia termasuk di negeri ini.
Telah sekian lama muslim Uighur menderita dan menjerit namun hingga kini tak ada pemimpin muslim yang mengulurkan tangannya untuk menolong mereka. Sayangnya Uighur tak sendirian. Nasib serupa juga dialami oleh muslim Rohingya, Pattani Thailand, Moro Philipina, Palestina, Suriah, dan lain-lain. Semua penderitaan kaum muslim ini semakin meneguhkan kesimpulan tentang betapa butuhnya umat terhadap Khilafah.
Mengapa Khilafah? Tentu karena umat Islam di berbagai wilayah mengetahui bahwa keselamatan mereka hanya ada pada Islam, juga pada kekuasaan Islam (Khilafah). Sebab Khilafah adalah perisai/pelindung sejati umat Islam. Ini berdasarkan sabda Nabi saw.:
وَإِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
Sungguh Imam (Khalifah) itu laksana perisai. Kaum Muslim akan berperang dan berlindung di belakang dia (HR al-Bukhari dan Muslim).
Menjadi junnah (perisai) bagi umat Islam khususnya dan rakyat umumnya meniscayakan Imam/Khalifah harus kuat, berani dan terdepan. Bukan orang yang pengecut dan lemah. Kekuatan ini bukan hanya pada pribadinya, tetapi pada institusi negaranya, yakni Khilafah. Kekuatan ini dibangun karena pondasi pribadi (Khalifah) dan negara (Khilafah)-nya sama, yaitu akidah Islam.
Semoga kali ini, semua penderitaan kaum muslim di seluruh dunia, menyadarkan kita semua bahwa Khilafah sudah saatnya hadir kembali. Tak bisa lagi kaum muslim menunggu terlalu lama. Sudah saatnya Khilafah Rasyidah ‘ala Minhajin Nubuwwah yang kedua ditegakkan di muka bumi ini.
* (Aktivis BMI Community Cirebon)
Tags
Opini