PSBB [lagi], Bukti Rezim Lelah




Oleh: Marita Handayani |
 Ibu Rumah Tangga dan Pengemban Dakwah

Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperketat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bisa berimplikasi luas. Termasuk kemungkinan bertambahnya kelompok masyarakat yang terdampak sehingga membutuhkan bantuan sosial (bansos).
Menteri Sosial Juliari P. Batubara menyatakan muncul kebutuhan penanganan terhadap masyarakat yang terdampak dalam bentuk bantuan sosial, tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.
"Bila keputusannya adalah menambah bansos sejalan dengan pengetatan PSBB, maka itu bukan keputusan yang mudah. Dibutuhkan kajian mendalam dan koordinasi yang tinggi," kata Juliari dalam keterangan tertulis. (newsdetik.com 13/09/2020)

Di ketahui bersama bahwa kasus Covid-19 di Indonesia semakin hari semakin meningkat, tak ada penurunan sama sekali sejak kasus pertama pada awal bulan Maret 2020 lalu. Walapun pemerintah sudah memberikan solusi dengan diadakannya peraturan PSBB di sebagian wilayah. Tetapi hasil nya nihil. Pemerintah seperti gagap menangani wabah. Berbagai cara dan aturan penguasa keluarkan dari PSBB sampai pemerintah mulai menyerah dengan alasan ekonomi dengan menerapkan New Normal.

Fakta di atas menyimpulkan bahwa pemerintah seperti sudah “lelah” dengan aturan PSBB yang akan diterapkan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Karena jika penerapan itu di lakukan tentu akan di mengeluarkan dana yang cukup besar untuk yang terdampak yaitu bantuan sosial (bansos).

Orientasi ekonomi memang tidak dapat dielakkan dari penguasa yang menerapkan sistem kapitalis. Mereka akan selalu perhitungan terhadap rakyatnya sendiri. Seolah rugi jika memberikan secara cuma-cuma. Rakyat harus memberikan timbal balik yang sepadan kepada pemerintah. Sungguh egois jika sistem buatan manusia di agung- agungkan, penguasa bukan mengayomi malah seperti jual beli dengan rakyat sendiri.

Berbeda halnya dengan sistem Islam dimana seluruh komponen kehidupan sudah di atur di dalan Al Qur’an dan as Sunnah. Semua sudah jelas didalamnya dan Rasulullah sebagai teladan yang baik sudah menerapkan itu sejak hijrah ke Madinah sampai 1300 tahun lamanya di tetapkan sebagai hukum oleh para khalifah terdahulu. Tak ada catatan hitam. Sejarah gemilang selalu menaungi pada setiap yang mau menerapkan Islam Kaffah.

Islam ketika wabah menyerang akan segera sigap menghadapinya. Memisahkan yang sakit di suatu tempat dan yang sehat akan beraktifitas seperti biasa sehingga perekonomian berjalan sebagaimana mestinya. Ketika tempat yang terkena wabah membutuhkan keperluan maka seorang khalifah akan segera mengirimkan bantuan bisa berupa bantuan medis maupun konsumsi.

Seperti ketika terjadi wabah Thaun ketika kepemimpinan Umar Bin Khattab yang bersi tegang dengan para sahabatnya karena perbedaan pendapat tentang wabah yang menyerang di dataran rendah Yordania. Kala itu Khalifah Umar bin Khattab akan pergi k syam. Namun karena ketegasannya opini dan masukan-masukan pun datang dari kaum anshar dan muhajirin. Maka di putuskan lah beliau untuk kembali.

Karena teringat hadist Rasul yang berbunyi : “Dari Siti Aisyah Ra., ia berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah Saw. perihal tha‘un, lalu Rasulullah Saw. memberitahukanku, dahulu, tha’un adalah azab yang Allah kirimkan kepada siapa saja yang Dia kehendaki, tetapi Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang beriman. Maka tiada seorang pun yang tertimpa tha’un, kemudian ia menahan diri di rumah dengan sabar serta mengharapkan ridha-Nya seraya menyadari bahwa tha’un tidak akan menimpanya selain telah menjadi ketentuan Allah untuknya, niscaya ia akan memperoleh ganjaran seperti pahala orang yang mati syahid,” (HR. Bukhari, Nasa’i dan Ahmad).

Maka bisa di ambil pelajaran bahwa penerapan Islam secara kaffah tak akan membawa mudharat apalagi musibah. Karena hukum yang diterapkan adalah dari sang pembuat hukum itu sendiri yaitu Allah Swt.

Wallahu ‘alam bishawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak