Poliandri: Langgar Syariat, Butuh Solusi Tepat



Oleh: Ayu Susanti, S.Pd

Masalah, mungkin satu kata tersebut tidak bisa dihilangkan dalam kehidupan ini. Penuh lika-liku yang dibumbui dengan berbagai kisah dan bisa jadi berujung pada sebuah masalah. Termasuk yang dirasakan negeri ini, yang dikatakan subur, makmur, gemah ripah ini tidak terlepas dari duka yang mendalam. Belum selesai masalah corona, baru-baru ini hadir berita yang cukup viral yakni ASN yang melakukan poliandri. 

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) RI Tjahjo Kumolo mengatakan, saat ini pihaknya sedang memroses lima aparatur sipil negara (ASN) yang kedapatan memiliki suami lebih dari satu atau poliandri. Tjahjo mengemukakan, pemeriksaan lima ASN itu berdasarkan adanya pelaporan dari masing-masing suami sah mereka.


 "Sekarang sedang dalam proses klarifikasi itu yang pengaduan suami," kata Tjahjo di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (31/8/2020). Kejadian ASN wanita melakukan poliandri ini dibenarkan oleh MenPAN-RB RI Tjahjo Kumolo. Dalam satu tahun ini, Menteri Tjahjo menerima setidaknya lima laporan Poliandri. (ayobandung.com, 31/08/2020). 

Fenomena baru dan terbilang langka di negeri zamrud khatulistiwa ini. Ternyata permasalahan keluarga tidak ada habisnya. Disamping adanya kekerasan dalam rumah tangga seperti kekerasan kepada perempuan dan anak, tingkat perceraian yang cukup tinggi, masalah himpitan ekonomi, degradasi moral generasi penerus bangsa karena lahir dan dibesarkan oleh keluarga yang belum paham bagaimana cara mendidik yang benar dan banyak masalah lainnya yang menghantui keluarga di Indonesia. 

Keluarga adalah pondasi awal dalam membangun peradaban. Rasanya tak berlebihan jika kita menganggap keluargalah menjadi sekolah peradaban pertama bagi generasi penerus bangsa. Terutama dari tangan ibu-lah lahir sosok-sosok yang beradab, berpendidikan, berakhlak, cerdas, beriman dan mampu menjadi manusia yang bermanfaat di tengah-tengah masyarakat. 


Dari keluarga kita bisa melihat banyak sekali sosok yang lahir dan justru sosok ini menjadi tumpuan negara. Sehingga peran keluarga dalam mengokohkan bangsa sangat berpengaruh. Namun saat ini ketahanan keluarga pun diporak porandakan oleh pemahaman yang keliru. Lantas,  bagaimana mungkin dari keluarga yang rusak bisa melahirkan generasi penerus yang cemerlang?


Manusia adalah makhluk lemah dan terbatas. Akal yang dimilikinya pun sangat lemah. Walaupun dia diberikan kepandaian yang bisa melebihi manusia normal biasanya, namun tetap dia adalah makhluk yang pada dasarnya memiliki keterbatasan dan kelemahan. 


Sehingga jika dia berusaha memandang kehidupan ini dengan arah pandang dia dan berusaha untuk merumuskan aturan sendiri dalam menjalani kehidupan, rasa-rasanya yang lahir bukanlah sebuah ketentraman, kesejahteraan atau kebahagiaan hakiki. Tapi banyak sekali kerusakan yang terjadi. 


“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). “ 
(QS. Ar-Rum: 41). 

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,”
 (QS. Al-Ahzab: 72).


Kita bisa melihat fenomena yang terjadi khususnya poliandri adalah sebuah pemahaman yang keliru. Dimana poliandri tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Kebebasan berprilaku yang ada di negeri ini lahir akibat buah dari penerapan sekulerisme, paham yang memisahkan antara agama dan kehidupan. Sehingga orang bebas untuk berpendapat, berekspresi dan bertingkah laku. 


Sekulerisme yang mengatur kehidupan manusia saat ini tidak bisa menyelesaikan masalah dengan tuntas. Bahkan tak bisa membentuk ketahanan keluarga, yang ada malah merusak keluarga dan memporak porandakan pondasi dasarnya dengan pemahaman yang salah dan keliru. 


Sehingga wajar jika banyak keluarga yang selalu dirundung masalah. Karena tidak ada yang bisa menjaga pemahaman yang benar dan mengedukasi masyarakat tentang ketahanan keluarga dalam pandangan Islam.
 
Beda hal nya dalam Islam. Karena manusia adalah makhluk lemah dan terbatas, sehingga jelas yang mengatur kehidupan dengan aturan yang kompleks dan sempurna itu adalah Allah, Sang Pencipta yang menciptakan manusia, alam semesta dan kehidupan. 

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” 
(QS. Al-Maidah: 50). 

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” 
(QS. Annisa: 65).

Sekiranya 2 ayat di atas menegaskan kepada kita bahwa kita harus tunduk dan patuh kepada aturan Allah. Hanya Islam yang mampu untuk mewujudkan ketahanan keluarga yang hakiki sehingga bisa terlahir generasi penerus yang cemerlang yang mampu menciptakan peradaban gemilang. 


Islam melarang adanya poliandri. Sebagaimana dalam firman Allah:

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu” 
(QS. An Nisaa: 23-24). 



Sudah sangat jelas bahwa aturan Islam yang bisa melahirkan sebuah kebahagiaan dunia dan akhirat serta kemaslahatan bagi semua insan di dunia. Haramnya poliandri dalam Islam tentu pelaksanannya memerlukan institusi yang memiliki wewenang untuk mengatur kehidupan masyarakat agar aturan Islam termasuk larangan poliandri ini bisa terlaksana dengan baik dan melalui pengontrolan yang ketat di masyarakat. 


Aturan Islam yang sempurna memerlukan wadah untuk menerapkannya. Masalah kehidupan yang membingungkan akan terselesaikan dengan baik dan tepat sasaran jika kita menggunakan Islam sebagai solusi dari segala problem. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita menggunakan aturan Islam dalam mengatur kehidupan. Wallahu’alam bi-showab.  

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak