Poliandri Bukti Lemahnya Sistem Ketahanan Keluarga di Era Kapitalis Sekuler

Oleh : Imroatus Sholeha
(Komunitas Pemerhati Umat)
Beberapa saat lalu publik dikejutkan dengan berita ASN yang melakukan poliandri alias perempuan yang bersuami lebih dari satu. Hal ini dibenarkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PANRB), Tjahjo Kumolo, mengungkapkan adanya fenomena baru pelanggaran yang dilakukan oleh aparatur sipil negara (ASN). Fenomena tersebut berupa ASN perempuan yang memiliki suami lebih dari satu atau poliandri.
Fenomena tersebut diungkapkan Tjahjo saat memberikan sambutan di acara Peresmian Mal Pelayanan Publik (MPP) di Jalan Jenderal Sudirman, Solo, Jawa Tengah, Jumat (28/8). Awalnya, Tjahjo menceritakan mengenai pengalaman dirinya selama satu tahun menjabat sebagai Menteri PANRB yang bertugas memutuskan memberi sanksi ASN yang melanggar disiplin.
Dikutip dari wikipedia.com Poliandri adalah sebuah bentuk poligami dimana seorang wanita mengambil dua suami atau lebih pada saat yang sama. Poliandri berseberangan dengan poligami, yang melibatkan satu laki-laki dan dua perempuan atau lebih. Jika sebuah pernikahan melibatkan sejumlah berganda dari partisipan "suami dan istri" dari setiap gender, ini dapat disebut poliamori,[1] pernikahan berkelompok atau bersama.[2] Dalam pemakaian yang lebih luas, poliandri merujuk kepada hubungan seksual dengan laki-laki berganda dalam atau tanpa pernikahan.
Dalam Islam sendiri istilah poliandri jelas keharamanya karena bertentangan dengan syariat Islam. Perbedaan hukum antara poliandri dan poligami tentu untuk kebaikan umat manusia. Karena apabila seorang perempuan bersuami lebih dari satu tentu akan merusak nasab dari anak keturunanya. Munculnya kasus poliandri, tingginya angka pelecehan serta kekerasan terhadap anak dan perempuan membuka mata kita bahwa krisis ketahankeluarga menjadi problem darurat saat ini.
Hal yang sama terjadi ketika banyak kaum istri beramai-ramai mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama. Tak dimungkiri, selama pandemi covid 19 angka perceraian meningkat drastis dan tentunya selain lemahnya ketahanan keluarga alasan ekonomi, serta kekerasan kerap menjadi faktor utama penyebab perceraian. Dilansir dari halaman wartakota.com, bahwa jumlah kasus perceraian di Pulau Jawa meningkat di tengah pandemi Covid-19. Diduga perceraian itu dilatarbelakangi masalah ekonomi. Termasuk banyak karyawan yang terkena PHK.
Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Badan Pengadilan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Dirjen Badilag MARI), Aco Nur, di Pengadilan Agama (PA) Jakarta Barata, Jumat (28/8/2020).
“Akibat pandemi Covid-19 kan banyak yang di-PHK, sehingga ekonomi nggak berjalan lebih baik. Hal itu buat ibu-ibu nggak dapat jaminan dari suaminya,” ujar Aco. Aco mengatakan hal itu dapat dilihat dari jenis kelamin penggugat cerai yang berasal dari kaum hawa. Mayoritas kasus perceraian dilandasi dengan kasus ekonomi.
Kenaikan kasus perceraian terlihat mulai naik saat PSBB diterapkan. Misalnya ketika April dan Mei perceraian di Indonesia di bawah 20.000 kasus. Namun selama PSBB di bulan Juni dan Juli 2020, jumlah perceraian meningkat menjadi 57.000 kasus. “Mayoritas kasus berada di Pulau Jawa khususnya Jawa Barat, Semarang, dan Surabaya,” paparnya.
Meski demikian, Aco mengatakan bahwa penutupan pengadilan selama PSBB juga berpengaruh signifikan dalam peningkatan kasus perceraian di pengadilan agama.
Jika keluarga yang harusnya menjadi pelindung, namun tak lagi dianggap aman lalu kemana lagi akan mencari rasa aman. Sulitnya mewujukan ketahanan keluaga serta minimnya pengetahuan agama menjadi pemicu poliandri dan persolan keluarga lainya. Lebih dari itu alasan apapun tidak dibenarkan karena poliandri melanggar norma dan agama. Lebih lanjut Pengetahuan agama hanya bisa terealisasikan dengan sempurna jika agama tidak sekedar diambil sebagai ibadah ritual tetapi diterapakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebab islam diturunkan oleh allah swt sebagai pedoman hidup bagi umat manusia.
"Apakah kamu beriman kepada sebagian Kitab dan ingkar kepada sebagian kepada sebagian (yang lainnya)? Maka tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian itu di antara kalian selain kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang paling berat. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS al-Baqarah: 85).
Dalam surah al-Baqarah ayat 85, Allah telah memberi peringatan. Melarang kaum muslim mengambil Islam hanya sebagian layaknya sebuah prasmanan. Diambil bila suka dan dibuang jika dirasa tak sesuai dengan kemauan. Padahal Islam merupakan sebuah satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Mengambil sebagian dan membuang sebagiannya sama saja dengan kehancuran. Seperti yang terjadi saat ini.
Berbagai krisis kehidupan multidimensional merupakan akibat dicampakkannya hukum Allah. Kemudian memilih hukum buatan manusia. Padahal, dengan penerapan Islam secara sempurna pernah mengantarkan Islam pada puncak kejayaan dan menjadi mercusuar dunia. Memimpin lebih dari tiga belas abad lamanya. Menorehkan tinta emas dalam peradaban umat manusia. Oleh karenanya penting untuk mengupayakan penerapan Islam kafah. Agar keberkahan hidup melimpah ruah.
"Sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan karena perbuatannya."(QS. al-A'raf ayat 96).
Namun sayang, pada hari ini disaat rakyat dirundung beragam persoalan hidup penguasa malah kian masif menentang orang-rang yang mendakwahkan ajaran islam, ulama-ulama dipersekusi, ajaran islam seperti khilafah dipersoalkan. Padahal khilafah merupakan institusi penerapan islam secara bernegara agar syariat islam dapat terlaksana seutuhnya dan keberkahan hidup yang dijanjikan allah swt dapat terwujud. Wallahu 'alam bishshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak