Oleh : Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Sungguh berita yang mengejutkan, lagi-lagi terjadi serangan kepada para ulama, pewaris para Nabi. Telah terjadi penusukan Syekh Ali Jaber saat sedang mengisi kegiatan ceramah pada Minggu, 13 September 2020.
Setelah mendapatkan luka tusuk, Syekh Ali Jaber langsung dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat penanganan dokter. Pelaku adalah seorang pemuda tanggung berkaus ungu yang terlihat kalap dan tak terkendali, namun sudah bisa langsung diamankan oleh jamaah pengajian ( pangandaran.com, 13/9/2020).
Mengapa begitu besar kebencian musuh Islam ini ? tak henti-hentinya membuat kegaduhan, penulis sangat yakin pemuda ini tak sendiri. Sebagaimana peristiwa bom bunuh diri yang memunculkan istilah pengantin bagi pemuda yang pembawa bom rakitan. Jelas ada narasi yang terus diulang-ulang hingga meresap ke alam bawah sadar dan berhasil melakukan perintah dengan kesadaran penuh.
Kitapun menolak lupa Aksi Bela Islam 4 November 2016 (411), di mana aksi damai ini adalah lanjutan atas pembelaan dari pelecehan Basuki Cahaya Purnama terhadap QS Al- Maidah :51. Dengan brutalnya aparat menghentikan para ulama yang berada di mobil komando dengan dilempari gas air mata. Terutama ketika Syeh Ali Jabir juga berada diantara para ulama yang dizalimi itu. Berikut juga al-Habib Muhammad Rizieq Shihab diperlakukan tanpa adab.
Tidak tahukah para pembenci Islam itu bahwa daging ulama itu beracun, mereka panutan umat, lisan mereka lekat dengan memuji Allah SWT dan perilaku merekapun dijauhkan dari kemaksiatan. Jika ulama disebut sebagai pewaris para Nabi, maka tak salah jika dikatakan pula jika mereka juga pewaris azab Allah SWT.
Jika mereka tak bijak, jelas lisan mereka yang hari ini terzalimi akan sangat bisa menggetarkan Arasy Allah, sebagaimana syahidnya Sa'ad Bin Muaz. Siapakah yang dapat menghindari murka Allah jika Allah sudah berkendak?
Kekerasan terhadap ulama bukan kali pertama, kita masih ingat bagaimana kyai sepuh berkharisma, Abu Bakar Ba' asyir yang iklas dibui tanpa tahu kesalahannya apa. Sementara rezim dengan pongah berteriak paling Pancasilais dan toleransi. Jika itu kepada Islam rasanya mustahil dan hanya jadi pemerah bibir!
Kita butuh junnah, butuh perisai yang akan terus menerus melindungi nyawa manusia, terutama ulama. Sebab, ketika Islam berjaya kita tak bisa menutup sebelah mata pada peran ulama. Tercatat dua guru yang selalu bersama Muhammad Al-Fatih, Syekh Aaq Syamsuddin dan Syekh Ahmad Al Kurani.
Ulama dan penguasa adalah Dwi tunggal, sepanjang Islam berkuasa inilah bukti bahwa keduanya tak pernah berjauhan sebagaimana hari ini dimana rezim pasang benteng guna menolak ulama. Sebab tersasar adalah akidah sekuler yang menancap dalam dalam setiap benak pemimpin Muslim.
Maka kita tak bisa diam, kita harus segera menyerukan kepada seluruh umat untuk melek mata dan melek pemikiran. Bahwa kaum Muslim sedang menghadapi serangan serius, maka semestinya secara sadar mengadakan perubahan kesadaran dengan menegakkan junnah bagi seluru kaum Muslim yang teraniaya di seluruh belahan dunia. Tentu dengan terus meminta kepada Allah untuk diijinkan mendapatkan kemuliaan Islam. Wallahu a'lam bish showab.
Tags
Opini