PESTA GAY DI TENGAH PANDEMI



Oleh Halimah Tsa’diyah

Pada Selasa 1 September 2020 lalu polisi menggrebek sebuah apartemen di wilayah kuningan Jakarta Selatan, tempat diadakan pesta gay dan disertakan barang bukti berupa 150 gelang para peserta, kondom berbagai merk, 56 kupon permainan, 8 botol obat perangsang, tisu magic, hard disk berisi 83 film porno homoseksual, dan kartu undangan. dan terdapat 56 orang dan 9 orang sebagai penyelenggara dan 45 orang sebagai peserta, dan yang lebih memprihatinkan hal ini terjadi ketika negeri ini di landa pandemi covid 19 yang melarang masyarakat berkumpul dalam satu tempat dengan jumlah yang banyak dengan tujuan agar mengurangi menyebarnya virus covid 19. Para Gay ini melakukan pesta bukan baru kali pertama di negeri ini sudah sering terjadi. Tentu Saja pertanyaan ini terjadi di beberapa kalangan masyarakat, kenapa demikian bisa terjadi, apakah mereka tidak takut akan azab, kenapa pemerintah membiarkan hal buruk seperti ini terjadi, dimana peran pemerintah untuk mengayomi dan menjaga warganya untuk tidak terlibat dalam berbagai perilaku buruk sementara di sisi lain dalam pasal 296 KUHP (mata pencarian dengan mengadakan perbuatan cabul) dan atau Pasal 33 Jo Pasal 7 dan atau Pasal 36 Jo pasal 10 Undang Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornogrfi dengan ancaman hukuman 10-15 tahun penjara. Ini adalah bentuk pencagahan yang tertulis dalam undang undang tentulah menjadi pertanyaan besar kenapa masih terjadi pesta ala ala gay? Hukumnya tidak berkalu ataukah hanya sekedar catatan untuk menakut nakuti. mengapa kehidupan menyimpang ini semakin marak dan bagaimana Islam memandangnnya ?
Liberalisme Lahan Subur Para Gay yang ada di negeri negeri tak terkecuali Indonesia yang nota bene mayoritas muslim bertingkah laku layaknya binatang bahkan lebih sesat daripada binatang dianggap sebagai sesuatu yang wajar wajar saja dan perlu diberi ruang utnuk berkespresi dan bahkan memiliki hak yang sama dengan yang lain untuk diberikan perlindungan, dasar inilah yang menjadikan para gay merasa bersemangat untuk mendakwahkan kepada yang lain yang lebih memperparah keadaan demikian karena masyarakat atau manusia pada umumnya jauh dari pemahaman nilai nilai agama (Baca :Syariat) yang menjadi sandaran hidup manusia dalam kehidupan.
Sistem  islam adalah sistem yang paripurna dalam menyelesaikan permasalahan manusia termasuk   masalah gay (liwath) sebagai penamaan yang dinisbatkan kepada kaum Luth As, Allah menamakan perbuatan ini dengan perbuatan yang keji (fahisy) dan melampaui batas (musrifun). Allah telah berfirman yang artinya : “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka : “Mengapa kau mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.” (TQS, Al-A’raf : 80-81). Dan Allah telah menurunkan hukuman bagi mereka sebagaimana firmanNya :”Maka kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras.” (TQS. Al-Hijr : 74). Hukum syara’ dalam sanksi liwâth adalah bunuh; baik muhshan maupun ghairu muhshan. Setiap orang yang terbukti telah melakukan liwâth, keduanya dibunuh sebagai hadd baginya. Dalil yang demikian itu adalah sunnah dan ijma’ shahabat.  Adapun sunnah, dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbâs ra berkata, “Rasulullah Saw bersabda, ”Barangsiapa yang kalian dapati sedangkan melakukan perbuatannya kaum Luth, maka bunuhlah keduanya.” Diriwayatkan oleh Imam yang lima kecuali Nasa’iy. Adapun ijma’ shahâbat, sesungguhnya para shahâbat berbeda pendapat dalam menetapkan uslub (cara) untuk membunuh pelaku liwâth, akan tetapi mereka sepakat untuk membunuhnya. Baihaqiy mengeluarkan hadits dari ‘Alî ra bahwa beliau ra merajam pelaku liwâth. Baihaqiy juga mengeluarkan dari Abû Bakar ra bahwa beliau mengumpulkan para shahâbat untuk membahas kasus homoseksual. Diantara para shahâbat Rasulullah itu yang paling keras pendapatnya adalah ‘Alî bin Abi Thâlib ra. Ia mengatakan, ”Liwâth adalah perbuatan dosa yang belum pernah dilakukan oleh umat manusia, kecuali satu umat (yakni umat Luth) sebagaimana yang telah kalian ketahui. Dengan demikian kami punya pendapat bahwa pelaku liwâth harus dibakar dengan api. Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad dari bapaknya dari ‘Alî bin Abi Thâlib selain dari kisah ini berkata, ”Rajam dan bakarlah dengan api.”  Naudzubillah…,tidakkah mereka takut akan ancaman Allah ?. Seperti inilah kondisi jika dalam peradaban tidaklah terdapat seorang pemimpin yang mampu melindungi rakyat dari seluruh perbuatan maksiat akan terus menerus meraja lela, maka dari itu marilah kita mewujudkan kepemimpinan itu agar supaya barokah dari langit itu menghampiri kita. Wallahu a’lam bish-shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak