Oleh : Triken Nuraeni Solihat, S.Farm
Diketahui puluhan anggota Ansor Bangil mendatangi kediaman AH, seorang warga yang disebut pengikut Hizbut Tahrir Indonesia di Desa Kalisat, Kecamatan Rembang, Kabupaten Pasuruan dalam rangka klarifikasi terkait dugaan penghinaan terhadap Nahdlatul Ulama (NU) dan ulamanya Habib Luthfi bin Yahya di media sosial.
Menag Fachrul Razi pun apresiasi sikap banser terhadap yayasan yang diduga HTI ini. "Saya memberi apresiasi atas langkah tabayyun yang dilakukan oleh Banser PC Ansor Bangil yang mengedepankan cara-cara damai dalam menyikapi gesekan yang terjadi di masyarakat terkait masalah keagamaan," ungkap Menag Fachrul Razi di Jakarta (fixindonesia.com, 22/8/2020).
Tindakan Menag ini mendapat tanggapan dari Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah, ia meminta Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi mampu membedakan tabayyun dengan persekusi. "Menag semestinya punya kemampuan membedakan tabayyun dan persekusi. Memaksa seseorang mengakui aktivitas yang tidak terbukti di muka hukum adalah persekusi. Menag perlu menempatkan diri sebagai mediator untuk hal-hal yang memang berkaitan dengan agama, termasuk kerukunannya," ujar Dedi (Tagar.id, 22/8/ 2020).
Pernyataan Menag Fachrul Razi juga mendapat perhatian dari Sosiolog Prof. Musni Umar. Rektor Universitas Ibnu Chaldun itu berpandangan bahwa upaya tabayyun seharusnya dilakukan dengan cara-cara yang baik. Sebab, dia melihat proses tabayun oleh Banser dilakukan dengan cara membentak dan mengintimidasi.
“Kalau pernyataan Menag ini benar, amat disayangkan, karena Islam tidak mengajarkan untuk membuat kekerasan, membentak, dan melakukan intimidasi kepada ulama atau kepada siapa pun,” ucap Prof. Musni . “Heran cara seperti ini diapresiasi menag. Jika ada perbedaan, lakukan mujadalah dengan cara yang baik,” tandasnya (Fajar.co.id,23/8/2020).
Sementara itu video anggota Ansor Bangil sedang menanyai AH terkait hal itu dan menyebutnya sebagai pengikut HTI viral di media sosial. Tak sedikit warganet yang menganggap tindakan Ansor Bangil tersebut merupakan persekusi bukan klarifikasi.
Dalam hal ini Menag semestinya punya kemampuan untuk membedakan antara tabayyun dan persekusi. Karena memaksa seseorang mengakui aktivitas yang tidak terbukti di muka hukum adalah sebuah tindakan persekusi. Menag semestinya menempatkan diri sebagai penengah dalam permasalahan tersebut. Terlebih hal tersebut berkaitan dengan urusan keagamaan yang menjadi bidang Kemenag.
Beginilah jika kita hidup dalam pemerintahan sekular, pemimpin yang seharusnya memiliki sikap yang adil dan bijak, malah bersikap sebaliknya. Seolah keadilan hanya milik mereka yang dekat dengan rezim saja. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang takut dan tunduk pada syariat, karena pertanggungjawaban tugasnya bukan hanya di dunia semata tapi juga sampai di akhirat.
Dengan sistem pemerintahan sekuler sekarang, akan sulit untuk mendapatkan pemimpin yang amanah. Karena sejatinya agama sudah dipisahkan dari kehidupan. Maka sudah saatnya kita menyadari, bahwa kembali mengimplementasikan islam secara kaffah adalah kunci kemaslahatan umat dalam segala aspek kehidupan. Wallahualam bishawab
Tags
Opini