Perceraian Tinggi di tengah pandemi



Oleh : Ana nafisah

CNN Indonesia mengungkap bahwa Pengadilan Agama Kota Semarang mencatat kenaikan drastis kasus perceraian selama masa pandemi. Kenaikan kasus hingga tiga kali lipat itu disinyalir disebabkan masalah ekonomi dalam rumah tangga. Pada Mei, terdapat 98 kasus hingga Juni pertengahan ada 291 perkara.  Sedangkan di Pengadilan Agama Cianjur mencatat 788 perkara, sepanjang Juni. Sementara Mei ada 99 perkara, secara akumulatif periode Januari-Juni 2020 mencapai 2.049 perkara. (Wartakotalive.com). Kasus perceraian selama pandemi COVID-19 di Mojokerto juga tergolong tinggi. Selama 5 bulan virus Corona mewabah, tercatat 1.167 perempuan menyandang status janda.

Data yang diterima detikcom dari Pengadilan Agama Mojokerto, terdapat 1.167 perkara perceraian selama wabah virus Corona. Yakni sejak Maret sampai Juli 2020. Mayoritas perceraian diajukan oleh pihak perempuan. Terdiri dari 856 cerai gugat atau cerai yang diajukan pihak wanita dan 311 cerai talak atau cerai yang diajukan pihak pria. Dengan demikian, terdapat 1.167 perempuan di Kabupaten dan Kota Mojokerto yang menjanda selama pandemi COVID-19. Jika dibandingkan tahun lalu, jumlah kasus perceraian di Mojokerto tergolong masih tinggi. Wabah virus Corona rupanya tidak menjadi halangan bagi pasangan suami istri yang merasa rumah tangganya tidak lagi harmonis untuk berpisah. Sedangkan pada periode yang sama, Maret-Juli 2019, terjadi 1.180 perceraian. Mayoritas perceraian diajukan pihak perempuan mencapai 879 perkara. Sedangkan cerai talak tahun lalu hanya 301 perkara.

Sungguh fenomena yang tak biasa terjadi, pernikahan baru seumur jagung sudah harus berakhir karena faktor ekonomi, miris sekali dalam hati. Pernikahan bukanlah hanya sekedar bertemunya dua anak manusia. Akan tetapi makna mendalam pernikahan adalah aqad yang kuat dihadapan ALLAH. Bagaimana mungkin seorang muslim akan menjalani aqad ini secara main main? Pastinya takut melakukan dosa. Maka dari itu, disini lah pentingnya berilmu sebelum beramal. Bekal ilmu dalam mengarungi rumah tangga dalam kondisi apapun ketika dilandaskan pada aqidah akan mengantarkan pada keberkahan dan keselamatan. Tidak hanya di dunia tapi di akhirat juga. Landasan keimanan yg kuat dan kokoh akan menajdi perisai dalam internal keluarga. 

Disamping itu, faktor eksternal juga mempengaruhi kondisi suatu pernikahan yang ada. Butuh pensuasananan dan edukasi yang dilakukan oleh sebuah sistem yang hakiki. Karena Nikah itu untuk seterusnya, bukan untuk dijalani sehari dua hari. Ibadah terlama adalah pernikahan. Bangkitnya peradaban yang islami dimulai dari keluarga yang rabani. Tidak dapat dipungkiri bahwa Covid-19 ini membawa dampak pada ketidakharmonisan rumah tangga yang berujung pada perceraian, akan tetapi sesungguhnya masalah ini sudah marak sebelumnya.

Semuanya tak lepas dari penerapan sistem Sekularisme dengan paham-paham turunannya yang tak sesuai fitroh manusia, yang serba sempit dan jauh dari berkah. Hanya karena dalih urusan perut hingga gampang untuk mengingkari janji suci di depan penciptanya. Sebab Allah telah menjadikan pernikahan sebagai ketenangan bagi pasangan suami istri, sebagaimana firman-Nya dalam QS Ar-Rum: 21 yang artinya: 
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kau cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikannya di antaramu kecintaan dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
 Wallahu a’lam bish-showab


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak