Pemberdayaan Perempuan, Solusi Semu untuk Mendongkrak Ekonomi

Oleh: Riana Oktaraharti, S.E 

(Aktivis Muslimah Kalsel)

Kaum feminis tak pernah surut dalam mengusung ide kesetaraan gender. Persoalan gender bagi mereka adalah biang keladi merebaknya berbagai stereotype (pelabelan negatif), marginalisasi (pemiskinan ekonomi), kekerasan dan subordinasi terhadap perempuan. Pemberdayaan perempuan selalu menjadi upaya yang terus digadangkan untuk mengatasi persoalan gender hingga memperjuangkan nasib perempuan.

Sebagaimana telah masifnya manuver ide kesetaraan gender yang terus dilontarkan oleh beberapa aktivis feminis beberapa pekan akhir-akhir ini, terutama di daerah banua. Diantaranya adalah adanya berbagai acara untuk memberikan solusi dengan mengajak pada ruang pemberdayaan kewirausahaan bagi perempuan. Sementara dari beberapa kalangan intelektual mahasiswa juga mengangap pelecehan/kekerasan seksual pada perempuan harus dihapuskan dengan mengeksiskannya di ranah publik, panggung politik.

Pemberdayaan pada perempuan selalu menjadi jargon solusi yang terus dihadirkan oleh para aktivis feminis untuk mendongkrak ekonomi, begitu pula kekerasan seksual dan pelecehan seksual telah menjadi alasan mereka menyelamatkan nasib hidup perempuan ditengah berbagai problem sosial hari ini.

Lantas, benarkah kesemuaannya ini merupakan solusi tuntas untuk nasib hidup perempuan agar bisa sejahtera dan terbebaskannya dari realitas kekerasan/pelecehan seksual?

Adapun inilah beberapa alasan dari hadirnya gagasan feminisme dibawa oleh gerakan feminis yang selalu mengklaim bahwa perempuan adalah kaum yang paling rentan mengalami persoalan gender atas segala aspek kehidupan (ekonomi, sosial, politik dan sebagainya)

Pertama, pemikiran bahwa yang menjadi akar persoalan perempuan adalah ketidakadilan atau ketimpangan gender dalam aspek partisipasi angkatan kerja, gaji/upah, kepemilikan tanah (aset produktif), pekerja migran dan lainnya. Sesungguhnya sangat terbantah oleh kenyataan, bahwa berbagai fakta yang disebut-sebut persoalan perempuan ternyata juga dirasakan oleh kaum laki-laki. Sebagaimana, melonjaknya angka pengangguran dikarenakan PHK yang tajam saat pandemi ini, kekerasan, dan sebagainya. 

Kedua, ide kesetaraan gender yang diusung oleh kaum feminis merupakan gagasan yang utopis. Para feminis meyakini bahwa sifat keperempuanan 'yang dianggap lebih banyak merugikan perempuan' bukanlah bentukan secara alami (kodrati) melainkan dibentuk oleh kebudayaan (nurture). Mereka menuntut adanya perubahan konstruksi sosial-budaya, baik secara kultural (seperti melalui perubahan pola pendidikan dan pengasuhan anak yang tidak bisa dibebankan hanya kepada perempuan) maupun secara struktural (melalui penetapan kebijakan). Dengan begitu, perempuan mampu berkiprah dalam bidang apapun khususnya politik dengan melibatkan diri langsung di wilayah politik formal baik nasional maupun lokal yang sama porsinya sebagaimana diberikan bagi kaum laki-laki tanpa harus khawatir dianggap menyalahi kodrat dan sebagainya.

Saat ini, perempuan diperlakukan dan dipandang sebagai komoditas dan "mesin pencetak" uang. Oleh karena itu, tidak heran kini kasus trafficking serta pelecehan perempuan kian marak. Mereka dijadikan bamper ekonomi untuk medongkrak ekonomi negri, padahal kalaupun mereka berdaya dan mendapatkan upah namun sejatinya tidak memberikan kesejahteraan hakiki kehidupannya, sebab mereka hanya bisa menambal anggaran belanja rumah tangga. 

Perempuan yang hari ini tengah dirundu berbagai problem kehidupan terlebih persoalan ekonomi dan pelecehan seksual, sejatinya bukan dikarenakan minimnya keterlibatan mereka diranah publik/politik atau minimnya suara keadilan atas kesetaraan gender pada mereka. Bukan itulah yang menjadi dasar persoalan bagi perempuan saat ini, sebagaimana yang diusung oleh gerakan feminis tersebut.  Akan tetapi, persoalan-persoalan krusial yang dihadapi masyarakat khususnya perempuan secara keseluruhan disebabkan implikasi dari penerapan sistem Kapitalisme - sekulerisme yang lemah dan rusak; dengan sistem politiknya yang bobrok, sistem ekonomi kapitalistik yang eksploitatif dan diskriminatif, sistem sosial yang rapuh dan lain sebagainya. 

Islam Memuliakan Perempuan dan Solusi Paripurna bagi Perempuan

Islam adalah agama sekaligus melahirkan aturan-aturan yang sempurna dan menyeluruh yang diturunkan oleh Allah SWT untuk mengatur kehidupan manusia. Terlebih, Islam sudah memiliki seperangkat aturan untuk menuntaskan berbagai problemik perempuan.

Adapun, Islam menetapkan keduanya menempati peran yang beragam, yakni sebagai hamba Alah, anggota keluarga (anak,istri, dan ibu) dan anggota masyarakat. Allah juga membebankan hak dan kewajiban yang berbeda diantara keduanya, semata-mata karena tabiat keduanya berbeda, baik berkaitan dengan fungsi, kedudukan, maupun posisi masing-masing dalam masyarakat. Allah membebankan kepada laki-laki mencari nafkah, karena ini berkaitan dengan fungsinya sebagai kepala rumahtangga, adapun perempuan diberikan tugas pokoknya sebagai Ibu dan pangelola rumah tangga (ummu wa rabiyatul bayt) sesuai dengan tabiat keperempuannya yang telah dikaruniai kemampuan tanggungjawab sebagai ibu seperti hamil, melahirkan, menyusui dan mengasuh anak. Akan tetapi, kemampuan ini tidak terdapat pada laki-laki. Namun, adanya perbedaan ini tidak berarti yang satu lebih tinggi dari yang lain. Sebab, semua ini sudah ditetapkan oleh Allah Swt sesuai fitrahnya.

Disamping kedudukan perempuan sebagai hamba Allah dan ummu wa rabiyatul bayt, kaum perempuan juga tidak bisa menafikkan keberadaan mereka yang merupakan bagian dari masyarakat. Dalam hal ini, Allah Swt berfirman: "Orang-orang Mukmin laki-laki dan wanita, sebagian mereka menjadi penolong sebagian yang lain".(TQS. at-Taubah: 71).

Selain itu, sebagai pelaksanaan dari peranan publiknya, sebagaimana laki-laki, perempuan berkewajiban untuk mengurusi urusan umatnya melalui keterlibatannya dalam aktivitas politik. Aktivitas politik ini bukan kemudian duduk sebagai pemimpin, namun hendaknya disadari pemberdayaan perempuan di bidang politik ini untuk beramar maruf nahi munkar ditengah masyarakat.

Adapun, berkaitan dengan hak publik, Islam tidak membedakan keduanya. Perempuan juga diberikan layanan pendidikan, kesehatan, fasilitas publik. Perempuan juga melaksanakan aktivitas perdagangan, perindustrian, pertanian, melakukan transaksi, serta memiliki setiap jenis harta dan mengembangkannya sesuai syariat islam. Maka islam tidak melarang perempuan bekerja, namun bukan berarti bekerja wajib baginya. Asalkan tidak melalaikan kewajban utamanya sebagai ibu dan tidak menyalahi syariat Islam. Inilah bukti bahwa Islam telah memuliakan perempuan sesuai fitrah dan peran/kedudukannya sekaligus memberikan solusi paripurna.

Wallahu a'lam

Meski, kaum feminis mengklaim bahwa pemberdayaan perempuan dalam ekonomi serta politik dan adanya kesetaraan gender membuat nasib perempuan baik, nyatanya ini hanyalah solusi semu bagi perempuan. Maka, masihkah perempuan berharap pada kapitalisme yang melahirkan ide feminisme yang jelas rusak ini dan tidak mau hijrah pada syariat islam kaffah dibawah naungan sistem Islam, yakni Khilafah Islamiyyah. 

Wallaahu 'alam bishawab. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak