NORMALISASI HUBUNGAN ARAB – ISRAEL, BENTUK PENGKHIANATAN TERHADAP ISLAM





Oleh: Fityah Sholihah

MENIKAM DARI BELAKANG
"Sebuah terobosan” atau "sebuah Pengkhianatan" julukan yang pantas di berikan atas Normalisasi Hubungan Arab – Israel. Normalisasi hubungan Israel dan UEA, Uni Emirat Arab mengejutkan Palestina dan masyarakat internasional setelah  deretan perjanjian damai negara-negara arab dengan Israel seperti  Mesir, Oman, Bahrain. Pun tidak ada konsultasi antara Kementerian Luar Negeri UEA di Abu Dhabi dan negara-negara Arab lainnya. 

Sehingga ini merupakan surat cinta yang menyakitkan atas Palestina sebagai salah satu negara arab yang di terror habis-habisan oleh aggressor Israel. "Untuk rakyat Palestina, tidak ada keuntungan dari kesepakatan ini," ujar Emile Zayed (dikenal sebagai MBZ), kesepakatan ini semacam pertaruhan, namun dengan peluang yang di anggap menguntungkan sesaat bagi UEA. Bahkan para pengamat arab menilai Uni Emirat Arab (UEA) telah menjual habis-habisan dalam perpolitikan. Jika Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengingkari janjinya untuk sementara waktu dengan menangguhkan aneksasi di bagian tepi Barat, maka itu akan sangat memalukan bagi UEA. Rakyat Palestina  tentunya negara pertama mengecam keputusan UEA dan Israel. Basa Basi UEA  mendukung Palestina Merdeka dari Israel semakin terbaca. Pengkhianatan terhadap Yerusalem, Al-Aqsa dan perjuangan Palestina semakin nyata. Seruan Presiden Palestina Mahmoud Abbas kepada negara-negara Arab agar tidak menjalin hubungan dengan Israel hingga Palestina menjadi negara merdeka sepertinya seperti angin lalu. 

Isi kesepakatan normalisasi hubungan Israel dan UEA atau disebut sebagai Abraham Accord oleh Presiden Amerika Donald Trump mensyaratkan Israel menghentikan pencaplokan wilayah Palestina sebetulnya hanya isapan jempol. Merujuk pada Kesepakatan Damai Israel dan UEA, memuat klausul menyebutkan tentang penghentian pencaplokan wilayah Palestina. Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan, penghentian untuk menguasai tepi Barat hanya bersifat sementara. Rencana itu tetap terbuka untuk dilakukan dengan berkoordinasi dengan Washington. Nah, "Israel akan menunda rencana menganeksasi bagian dari Tepi Barat yang diduduki dan karena saat ini fokus pada upaya memperluas ikatan dengan negara-negara lain di Arab dan dunia Muslim," ujar Netanyahu dalam pernyataannya.

APA DI BALIK KESEPAKATAN

Uni Emirat Arab merupakan salah satu negara di kawasan Teluk yang selama ini mengecam pendudukan Israel terhadap wilayah Palestina. Bahkan pernah Duta Besar Uni Emirat Arab untuk Amerika Serikat menolak Israel melakukan normalisasi hubungan dengan dunia Arab jika menganeksasi wilayah pendudukan tepi Barat. Kalau begitu apa di balik kesepakatan ini dan apa keuntungan yang diinginkan  bagi negara Teluk yang relatif muda ini dan bekas daerah perwalian Inggris yang baru menjadi negara berdaulat pada 1971? Singkatnya, ada dua hal keuntungan yang ingin di kalap UEA di balik narasi kepedulian atas Palestina; mereka berharap keuntungan strategis dan teknologi. 

Uni Emirat Arab bersama Bahrain dan Arab Saudi memiliki ketidakpercayaan mendalam, bahkan ketakutan yang besar terhadap tetangganya, Iran. Ketika para pemimpin di Teluk Arab melihat peta kawasan dan mereka mencatat bagaimana kehadiran strategis Iran telah berkembang pesat di Timur Tengah sejak benteng rezim Saddam Hussein disingkirkan di Irak. Dulu Iran sebagian besar terbatas pada perbatasan nasional, sekarang Iran memiliki milisi proksi di Irak, Suriah, Lebanon, dan Yaman. Israel pun turut mencermati hal itu, terutama dalam hal program nuklir rahasia Iran. Kemudian ada yang dikenal sebagai "Islamisasi" atau "Politik Islam", sebuah konsep trans-nasional yang sering disuarakan oleh Ikhwanul Muslimin dan oleh para penguasa Teluk Arab dipandang sebagai ancaman eksistensial terhadap dinasti monarki mereka. Hanya saja, tidak ada satu pun yang menyukai Ikhwanul Muslimin, terlebih Putra Mahkota UEA dan menyebabkan negara ini mendukung fraksi anti-Ikhwanul Muslimin sebagaimana Libya melihat kepentingannya semakin berbenturan dengan pemerintahan Islam Turki.

Dalam praktiknya, hal ini mengarah pada pembentukan persekutuan tidak resmi dari pemerintah negara-negara di Timur Tengah yang konservatif dengan kemampuan intelijen dan diakui sebagai anggota asosiasi. Israel sejauh ini merupakan negara  maju dalam hal teknologi di Timur Tengah dengan penemuan-penemuan mutakhirnya. Jika persekutuan ini berhasil mereka berharap akan mendorong kemakmuran dan menaikkan wibawa UEA di mata internasional. Tetapi baru-baru ini diplomasi senyap antara Israel dan negara-negara Teluk dipercepat karena ketakutan dan ekspansionisme Iran telah menjadi perhatian utama.

Bahrain, Oman dan Qatar kemungkinan akan mengikuti UEA jika pengumuman yang dilakukan berjalan mulus. Hingga Kementerian Luar Negeri Turki dengan terbuka mengatakan, kesepakatan yang disebut Abraham Accord tersebut adalah tindakan munafik Uni Emirat Arab.
KEMBALILAH PADA ISLAM
Sejarah dan negara-negara Arab tidak akan pernah melupakan dan memaafkan tindakan ini. Uni Emirat Arab berdalih kesepakatan itu untuk Palestina, sejatinya untuk kepentingan mereka sendiri. Anggota Komite eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina atau PLO, Hanan Ashrawi menuliskan kalimat puitis tentang betapa sakitnya menjadi warga Palestina yang dikhianati oleh saudara sendiri. Bukankah perlu berkaca, bagaimana licik dan piciknya Israel ketika mereka membuat perjanjian terhadap kaum muslim. Yang ada hanyalah pemberian harapan palsu yang berujung pada penderitaan dan kesengsaraan umat Islam. 
Rupanya racun kapitalisme sudah merasuki banyak tubuh negeri musim. Bagaimana jiwa persaudaraan muslim sudah di tukar tambahkan dengan kepentingan-kepentingan pribadi maupun kepentingan yang bersifat duniawi. Bukankah sesungguhnya sesama muslim itu bersaudara. Sebagaimana firman Alloh SWT, ‘Sesungguhnya orang-orang mukmin bersaudara, karena itu  damaikanlah kedua saudara kalian, dan bertaqwalah kepada Alloh supaya kalian mendapat rahmat”, (QS: Al Hujurat: 10)

Namun nampaknya individualisme telah mengubah watak arif menjadi durjana dan tega terhadap saudara sendiri. Rupanya penyakit mati rasa telah mengabaikan dan menutup mata dari atas sakit dan derita saudaranya sendiri sesama muslim.
Pelan tapi pasti, persaudaraan muslim berubah menjadi sikap  saling menggunting dalam lipatan. Persatuan muslim  yang kedodoran membuat Asing semakin leluasa menguasai kaum muslim. Negeri-negeri Arab yang di anggap sebagai simbol representasi kaum muslim duniapun kini sudah mulai kehilangan arah politik yang sesungguhnya. Bukankah dalam Politik Islam sudah jelas dalam penyikapan terhadap asing. Dalam Islam, masalah politik umat Islam harus menonjolkan sosok Negara yang kuat dalam penerapan hukumnya dan terus mengemban dakwahnya ke seluruh dunia. Berikutnya, Negara-negara yang tengah memerangi Islam (muhariban fi’lan) seperti Israel, maka terhadap Negara tersebut harus diberlakukan sikap dalam keadaan darurat perang sebagai dasar setiap perlakuan dan tindakan, baik terdapat perjanjian gencatan senjata atau tidak. 

Bahkan seluruh penduduknya dilarang memasuki wilayah Islam. MasyaAlloh demikian tegasnya Islam menjaga wilayah dan martabat kaum muslim, sudah saatnya Islam bersatu. MayaAlloh.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak