Ngotot Pilkada Meski Banyak Madharatnya



Oleh : Nurlinda/ Pemerhati Sosial

Angka kasus positif Covid-19 di Indonesia kembali mendapatkan peningkatan yang lebih tinggi dari sebelumnya alias mencapai rekor baru. Berdasarkan data yang dirilis oleh Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 jumlah tambahan kasus positif tersebut di dapat dari 34.909 pemeriksaan spesimen daro 320 jejaring laboratorium Satgas.

Sehingga jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia kini telah menjadi 207.203 kasus,dari total masyarakat yang sudah diperiksa sebanyak 1.469.943 orang, dari total spesimen yang diperiksa 2.549.579 orang.
Angka tersebut pun menjadi ironi karena pemerintah bersamaan penyelenggaraan pemilu tetap konsisten pada keputusan melaksanakan pilkada serentak pada 9 Desember nanti.
Sebagaimana Qodary menyatakan pilkada 9 Desember bisa menjadi superbig spreader alias bom atom kasus Covid-19. Dari simulasi yang dilakukan, kata Qodary, pilkada berpotensi melahirkan kerumunan di 305.000 titik. Itu berdasarkan estimasi jumlah tempat tempat pemungutan suara (TPS) dalam pilkada serentak

Sehingga banyak kalangan yang mengusulkan pilkada serentak yang direncanakan di laksanakan 9 desember 2020 perlu ditunda ke tahun depan guna untuk mencegah lonjakan Covid-19. Karena kewajiban memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan belum bisa dipatuhi oleh seluruh lapisan masyarakat.

Namun pilkada yang diusulkan untuk ditunda hingga berakhirnya wabah, karena telah terbukti banyaknya pelanggaran saat masa sosialisasi dan pendaftaran calon pilkada tersebut. Namun sayangnya aspirasi publik ini ditolak oleh rezim karena logika demokrasi yang menyesatkan dan mengabaikan pertimbangan kesehatan.

Rezim dalam menanggapi penundaan pilkada tersebut, Menko Polhukam Mahfud  MD mengatakan penundaan pilkada hanya bisa dilakukan lewat UU atau perpu. Sedangkan untuk UU waktu sudah tidak memungkinkan, sedangkan untuk pembuatan perpu  belum tentu mendapatkan dukungan DPR.
Wacana penundaan pilkada perna dibahas oleh pemerintah, KPU, dan DPR. Namun waktu itu , kata Mahfud diputuskan pilkada tetap digelar 9 desember 2020. Dengan alasan. Pertama: pemerintah dan DPR tidak mau 270 daerah di Indonesia serentak dipimpin oleh pelaksana tugas. Kedua: apabila ditunda karena Covid-19 sampai kapan? Sampai kapan Covid-19 berhenti dan tidak lagi berbahaya? Toh, sampai hari ini angka positif Covid-19 masih terus menanjak. 

Hal ini menunjukkan bahwa pilkada menjadi peristiwa penting untuk mempertahankan demokrasi. Kerusakan dan kezaliman kepemimpinan demokrasi akan di perpanjang melalui pilkada.

Demokrasi adalah sebuah sistem negara yang menjadikan kedaulatan dan kekuasaan ditangan rakyat. Rakyatlah yang kemudian membuat undang-undang. Menetapkan halal-haram dan terpuji-tercela. Lalu dalam prosesnya, rakyat mewakilkan semua itu pada penguasa yang terpilih.
Realitasnya, penguasa yang terpilih bukanlah representasi dari rakyat mayoritas. Mahalnya biaya pemilu dan pilkada juga adanya oligarki kekuasaan, meniscayakan pelibatan para cukong di dalamnya. hasilnya penguasa bukan lagi representasi dari umat, tapi merupakan representasi dari para cukong. Mereka berkolaborasi memupuk kemaslahatannya sendiri. Tidak peduli rakyat kesusahan apalagi kelaparan, mereka terus menutup mata dan nuraninya.

Berbeda dengan Islam yang menjadikan syariat sebagai sumber hukum. Kekuasaan manusia sebatas menjaga agar seluruh aturan yang ditetapkan sesuai dengan syariat. Maka, demokrasi ditolak dalam pandangan Islam. Adapun pemilu dan musyawarah, bukanlah hal esensial dari demokrasi. Meski demikian, kedua hal inilah yang dijual Barat kepada negeri-negeri muslim, agar kaum muslim terperdaya, tertipu skenario Barat. Mereka ingin menguasai kaum muslim dan menjatuhkan Islam.

Yang harus diperjuangkan adalah penghapusan demokrasi dalam landasan negara ini, agar Islam bisa seutuhnya diterapkan. Mekanisme pemilihan wakil rakyat dalam Islam tidak akan mahal. Tidak ada biaya kampanye, apalagi mahar pada partai. Jabatan Kepala daerah dimaknai sebuah amanah yang jika lalai pemiliknya, Allah SWT akan mengharamkannya masuk syurga.

Maka dari itu, jika kita menginginkan negara ini terbebas dari para cukong dan yang berada ditampuk kekuasaan adalah mereka yang benar-benar amanah dan memiliki kapabilitas, sehingga urusan rakyat benar-benar diperhatikan, satu-satunya jalan adalah dengan membuang demokrasi dan menerapkan syariat Islam dalam bingkai Khilafah

.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak