Ngawur; Good Looking Jadi Kriteria Radikal ala Rezim




Oleh : Eri*


Sekali lagi, pernyataan ngawur Menteri Agama, Fachrul Razi, terkait radikal mematik amarah masyarakat. Kemarin radikal didefinisikan dengan cadar, jenggot dan celana cingkrang. Sekarang dengan wajah yang sedap dipandang atau 'good looking'. 

"Jalan masuk paham radikal antara lain juga dari masuknya orang-orang yang berpaham radikal ke masjid, biasanya dimulai dari orang-orang yang good looking, berbahasa Arab baik dan pengetahuan agama cukup, yang kemudian setelah diterima di kepengurusan masjid mulai menyebarkan ajaran-ajaran radikal, biasanya kemudian membawa masuk juga teman-temannya yang berpaham sama. Ini perlu diwaspadai ASN. Kata-kata itu harusnya tidak bermaksud menyinggung orang yang tidak berniat buruk," kata Fachrul kepada detikcom, Minggu (6/9/2020).

Pernyataan tersebut sangat ambigu dan sarat provokatif negatif terhadap Islam. Beberapa pihak pun menyayangkan pernyataan Menag yang melukai perasaan umat Muslim. "MUI minta agar Menag menarik semua tuduhannya yang tak mendasar karena itu sangat menyakitkan dan mencederai perasaan umat Islam yang sudah punya andil besar dalam memerdekakan negara ini dan mengisi kemerdekaan dengan karya nyata," kata Wakil Ketua MUI, Muhyiddin Junaidi, kepada wartawan, Jumat (4/9/2020). (detiknews.com)

Demi menangkal paham radikalisme, beberapa langkah yang diambil Menag juga mengandung kontroversi. Sebelumnya program sertifikat da'i, pendaftaran masjlis ta'lim hingga kanal pelaporan ASN. Kebijakan tersebut  termasuk program yang dicanangkan pemerintah guna menghilangkan paham radikalisme. Sedangkan standar radikal ala penguasa sendiri tidak jelas. Justru penguasa kerap mengarahkan radikalisme indentik dengan agama tertentu.

Isu radikalisme terus saja didengungkan pemerintah, padahal masih banyak permasalahan negeri ini yang tak kunjung usai. Lihatlah, ekonomi yang anjlok dan terjun bebas akibat ancaman resesi. Pasien covid-19 yang terus meningkat hingga mencapai 200 ribu orang. Maraknya seks bebas dan LBGT dikalangan remaja. Alih-alih menyelesaikan masalah, pemerintah justru menambah kegaduhan.

Setumpuk masalah yang terjadi bukan karena radikalisme, akan tetapi sistem rusak yang dipakai sebagai aturan hidup. Kapitalisme liberal telah memiskinkan rakyat, mengambil hak mereka ditengah sumber alam yang melimpah. Demi para kapital pula, pemerintah nekat membuka pariwisata disaat pandemi, mengabaikan keselamatan rakyat. Serta paham sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, merusak moral generasi muda dengan pergaulan bebas.

Radikalisme yang didengungkan pemerintah seperti menutupi kegagalannya menyelesaikan masalah yang ada. Selain itu, narasi radikal yang menyudutkan Islam menggiring opini negatif dan kebencian terhadap ajaran Islam. Semakin menjauhkan umat dari aktivitas Islam sekaligus menyebarkan Islamphobia secara instan. Sangat terlihat sikap pemerintah tak lain demi kepentingan neoliberalisme yang mencengkram negeri ini.

Jika meneliti lebih dalam, 'good looking' alias berpenampilan menarik yang dituduhkan pemerintah, merupakan pandangan yang salah. Sebagai pengemban dakwah Islam kaffah selain melengkapi dirinya dengan sifat-sifat yang baik, berpenampilan menarik juga bisa mendorong keberhasilan dakwahnya. Sikap dan cara berpakaian menjadi kesan pertama untuk menarik minat umat mempelajari lebih dalam tentang Islam. 

Bahkan Rasulullah SAW adalah seorang yang 'good looking', juga merupakan manusia yang paling bagus wajahnya dan paling ideal posturnya. "Bertubuh sedang dan bahu yang bidang, berjanggut lebat, ada semburat merah merona pada diri beliau, rambutnya terjurai hingga kedua telinganya. Pernah aku melihat beliau memakai pakaian merah dan tidak pernah kulihat manusia sebagus beliau.” (HR  Bukhari) 

Hadits tersebut menjelaskan bahwasanya penampilan daya tarik fisik menjadi hal penting yang harus diperhatikan sebelum berdakwah dan menemui masyarakat. Berbagai cara pun bisa dilakukan dengan cara merapikan pakaian, rambut, hingga merawat wajahnya agar bersih dan terawat. Jadi, tidak salah jika pengemban dakwah ini menghias dirinya dengan sifat dan penampilan yang baik. 

Tuduhan itu dibarengi dengan fenomena arus hijrah dikalangan milenial yang kembali pada Islam. Tren positif ini membangkitkan kesadaran umat akan kebutuhannya Islam sebagai aturan hidup. Diikuti dengan perubahan gaya hidup, seperti berpakaian, anti pacaran, anti riba dan sebagainya. Maka jelas, kebangkitan umat saat ini mengancam kekuasaan oligarki atau penjajah barat di negeri ini.

Sungguh tuduhan ini tidak lain ingin menjauhkan umat dari cahaya Allah SWT. Para kafir penjajah menyadari bahwa Islam dan ajarannya telah mampu menciptakan peradaban gemilang dan melahirkan generasi emas penakluk selama 13 abad dalam naungan Khilafah. Ini yang menjadi ketakutan mereka atas kebangkitan umat. Namun, sekuat apa pun kafir penjajah berusaha, tidak akan mampu mencegah janji Allah SWT.

Waallahu a'lam bis shawwab.


*(Pemerhati Masyarakat)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak