Oleh: Ridha Kurnia Utami
(aktivis dakwah)
Indonesia kembali menuai viral yang dialami oleh para ulama. Yang terbaru ini, Syekh Ali Jaber ditusuk ketika sedang memberikan tausiyah di Lampung (Ahad, 13/09/2020). Syekh Ali ditusuk dibagian lengannya dengan luka serius sehingga harus dijahit. Sang ulama tidak mengenali pelaku yang mencoba untuk membunuh korban.
Dalam klarifikasinya atas peristiwa pembunuhan tersebut mengutip media (hidayatullah.com) “Qadarullah, Allah selamatkan saya dari mati, rencana pembunuhan. Saya baru keluar rumah sakit,” katanya Syekh Ali Jaber.
Syekh Ali Jaber menambahkan, bahwa sebenarnya sasaran pembunuh itu adalah bukan menusuk lengannya. ”Sebenarnya sasarannya leher, ada live nya di FB. Tangannya dari atas ke bawah, keras. Qadararullah dengan takdir Allah, Allah gerakkan tangan saya untuk melawan,” sambungnya.
Sehinggga, pisau yang ingin ditusukan ke leher tersebut, kata Syekh Ali, akhirnya mengenai otot. “Saya lawan lagi, karena dia ingin menarik pisaunya dan ingin tusuk lagi, tetapi pisau tersebut patah. Saya lepas sendiri,” ucapnya.
Akhirnya, muncul pernyataan dari Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD “Pemerintah menjamin kebebasan ulama untuk terus berdakwah amar makruf nahi munkar. Dan Saya menginstruksikan agar semua aparat menjamin keamanan kepada para ulama yang berdakwah dengan tetap mengikuti protokol kesehatan di era COVID-19,” katanya. (viva.co.id)
Pernyataan tersebut tidak menjadi parameter perlindungan terhadap ulama yang melakukan tugas dakwah. Justru menegaskan, banyak ulama dipersekusi karena mendakwahkan Islam. Kezaliman yang dilakukan oleh rezim itu tampak ketika penguasa itu tidak mengurusi rakyatnya; termasuk keyakinan agamanya, menerapkan hukum tidak adil dan tebang pilih, mengkriminalisasi ajaran Islam, ulama dan membubarkan organisasi dakwah. Semua ini bukti kezaliman penguasa di sistem sekuler hari ini.
Ulama Pewaris Nabi
Ulama adalah pewaris nabi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sungguh ulama adalah pewaris para nabi. Dan sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Akan tetapi mereka hanya mewariskan ilmu. Barang siapa yang mengambil ilmu itu, maka ia telah mendapatkan bagian terbanyak (dari warisan para nabi).” (HR Tirmidzi (2682))
Peran ulama adalah menyampaikan ajaran sesuai dengan Alquran dan As Sunnah serta menyelesaikan permasalahan agama dimasyarakat. Tak seharusnya perlakuan kriminalisasi ulama terjadi karena kehadirannya yang memberikan perantara cahaya bagi gelapnya dunia.
Karena itulah, umat Islam diperintahkan untuk mendekat pada ulama dan senantiasa mencintai ulama. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Bertanyalah kepada para ulama jika kalian tidak mengetahuinya.” (QS Al Anbiya: 7)
Tanpa wasilah ulama, maka ilmu syar'i tak akan bisa tersampaikan kepada kita sebagai generasi. Sementara itu, kewajiban menuntut ilmu syar'i berlaku bagi setiap muslim. Apabila seorang muslim tidak menuntut ilmu maka ia siap menanggung konsekuensi dosanya ketika suatu kewajiban itu ditinggalkan.
وقال صلى الله عليه وسلم: {أَكْرِمُوا الْعُلَمَاءَ فَإِنَّهُمْ عِنْدَ اللهِ كُرَمَاءُ مُكْرَمُوْنَ}.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Muliakanlah ulama’ karena sungguh mereka menurut Allah adalah orang-orang yang mulia dan dimuliakan.” (Kitab Lubbabul Hadis, Imam As Suyuthi).
Adanya kriminalisasi ulama hari ini adalah hasil dari kebebasan berperilaku dalam sistem demokrasi. Inilah jalan penuh kesabaran dan keikhlasan bagi para pengemban dakwah ketika hidup ditengah-tengah kezaliman sistem yang dimana ajaran Islam justru dipersekusi dan LGBT lebih dihargai.
Khilafah Saatnya Memimpin Dunia
Ulama bukan hanya membutuhkan perlindungan dari ancaman fisik saat berdakwah. Namun lebih besar dari itu membutuhkan sistem yang kondusif agar dakwahnya bisa menghantar kesadaran pada Islam Kaffah.
Tetapi, faktanya Kementerian Agama, Fachrul Razi, membuat kebijakan akan menerapkan program sertifikasi bagi para da'i atau para penceramah untuk mencegah radikalisme (Rabu, 02/09/2020). Lagi lagi tujuannya tidak jauh ingin menakut-nakuti umat Islam terhadap radikalisme yang dimana sepemahaman beliau radikal ini selalu ditujukan kepada umat Islam saja. Kebijakan ini menghalangi terwujudnya atas kesadaran umat kepada Islam Kaffah.
Islam tidak mengenal pemisahan agama dengan kekuasaan. Pemisahan agama dengan kekuasaan merupakan paham sekularisme yang jelas bertentangan dengan Islam. Sekularisme adalah akidah kufur yang dicipta oleh para kafir Barat dan diadopsi oleh rezim di Indonesia.
Dalam masyarakat dan Negara Islam, Islam dijadikan sebagai dasar dan hukum baik dalam kehidupan individu, masyarakat maupun negara. Dalam sistem seperti ini, ulama mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis. Eksistensi ulama nyaris tidak bisa dipisahkan dari kekuasaan.
Dengan demikian, Khilafah adalah sistem tunggal yang menerapkan syariat Islam secara totalitas. Sehingga tak perlu lagi khilafah dinarasikan menjadi sesuatu yang menakutkan. Sedangkan para pejuangnya dituduh menyebarkan paham radikal. Ini adalah cara berpikir yang dangkal dan rusak.
Justru ketika ditegakkannya Khilafah, ulama akan senantiasa dilindungi dan dimuliakan oleh Islam. Para pengemban kebatilan akan diberi sanksi hukum apabila memusuhi ajaran Islam.
Maka, sudah seharusnya kita mengambil peran dan ikut serta dalam menegakkan Khilafah dalam memimpin dunia yang sudah dijanjikan oleh Allah dan bagian dari kabar gembira Rasulullah, menjadi golongan yang terpilih mendapatkan kemenangannya dan mampu menyelesaikan totalitas permasalahan kriminalisasi ajaran Islam dan ulama hari ini yang dibiarkan terus menerus tanpa ada rasa jera dibenak mereka pembenci Islam.