Oleh: Niswa
Pegiat Literasi
Pembelajaran Jarak Jauh yang diterapkan selama masa pandemi menyingkap tabir sistem pendidikan di Indonesia jauh dari kata sempurna dan menyeluruh untuk semua lapisan masyarakat. Berbagai kendala yang dihadapi untuk menjalankan pembelajaran jarak jauh yang berbeda-beda, membuka mata kita akan tidak meratanya fasilitas yang disediakan Negara untuk pendidikan.
Padahal sejatinya dalam UUD 1945 pasal 31, bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan dan setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Jelaslah dalam pasal ini dijelaskan bahwa Negara mempunyai dua kewajiban dalam pendidikan, yaitu menyelenggarakan pendidikan bagi setiap warga Negaranya tanpa terkecuali dan membiayai pendidikan bagi warga Negara.
Menyelenggarakan pendidikan berarti menyediakan sarana dan pra sarana agar kegiatan belajar mengajar dapat berjalan, apapun situasi dan kondisi yang dihadapi. Sedangkan membiayai pendidikan artinya menyediakan anggaran atau biaya agar kegiatan belajar mengajar dapat terlaksana.
Pendidikan yang ditujukan untuk seluruh warga Negara tidak boleh dibedakan antara warga yang tinggal di perkotaan ataupun di pedalaman ataupun antara warga yang kaya dan yang miskin, selama mereka adalah warga Negara Indonesia, hak pendidikan harus tetap dipenuhi.
Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim, hasil evaluasi pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama masa pandemi Corona ini menunjukkan hasil yang variatif di setiap daerah. Ada yang berjalan efektif dan sebaliknya. Di beberapa daerah, khususnya terpencil dan tertinggal, kendala utama siswa dalam PJJ ini adalah akses internet, (Tempo.co, 11/07/2020).
Namun secara nasional mayoritas siswa di Indonesia sudah bisa menikmati layanan internet. Untuk mengatasi masalah itu, kata Nadiem, Kemendikbud mengizinkan dana BOS digunakan untuk membelikan siswa kuota internet agar bisa mengikuti PJJ.
Kondisi pendidikan selama pandemi yang tak jelas itu, tergambar dari kondisi masyarakat yang kepayahan meladeni sistem pembelajaran baru. Penduduk Indonesia yang bisa akses digital mencapai 175,4 juta dari 272 juta orang, tapi 64 persen terpusat di perkotaan. Para pelajar di daerah juga kesulitan fasilitas telepon genggam agar bisa ikut belajar. Di sisi lain, akses internet juga tak merata. Serta ada para pendidik yang tak siap belajar dari rumah. Ketidaksiapan berkaitan kurikulum darurat yang belum ada. (Tirto.id, 28/08/2020).
Hal ini seolah menjawab kesalahan analisis dari seorang Menteri Pendidikan tentang masalah inti yang ingin diselesaikan dengan mengizinkan dana BOS untuk digunakan agar siswa dapat membeli kuota internet. Inti masalahnya adalah ketidaksiapan pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan dalam kondisi darurat.
Karena ketidaksiapan pemerintah tersebut, kemudian melahirkan kebijakan yang membahayakan bagi peserta didik dan tenaga pengajarnya. Salah satu kebijakan yang diambil adalah membuka sekolah secara tatap muka secara aman. Alasan pembukaan sekolah mengacu data pemerintah mengenai kasus corona di masing-masing daerah. Kebijakan tersebut memicu munculnya klaster baru di sejumlah sekolah. Hal ini jadi salah satu evaluasi dari Panitia Kerja PJJ Komisi X DPR RI, (Tirto.id, 28/08/2020).
Dalam hal ini, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyarankan kegiatan pembelajaran di sekolah ditunda hingga tahun depan. Dalam hal ini, IDAI menyarankan kegiatan pembelajaran di sekolah ditunda hingga tahun depan. Catherine Mayung Sambo dari IDAI yang juga merupakan Satgas Covid-19 dalam diskusi online Kenormalan Baru Di Satuan Pendidikan, menjelaskan normal baru dalam dunia pendidikan membutuhkan adaptasi dan mindset bahwa normal baru bukan kembali menjalani kehidupan yang lama, tanpa Covid-19. (Tribunnews.com, 15/06/2020)
Faktanya sampai hari ini, grafik kasus harian Covid-19 di Indonesia terus meningkat. Tercatat dari infografis Covid-19 per 1 September 2020 yang dikeluarkan oleh satuan tugas penanganan Covid-19 di Indonesia kenaikan jumlah orang yang terkonfirmasi positif sebanyak 2.775, sembuh 2.098, dan meninggal dunia 88 orang.
Apalagi setelah ditemukan di Jakarta dan Surabaya, kini mutasi D614G virus SARS-CoV-2 penyebab covid-19 juga ditemukan di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Jenis virus itu 10 kali lebih menular daripada jenis lain. Dan menurut Global Initiative on Sharing All Influenza Data sebanyak 77,5% dari total 92.090 isolat yang dipublikasikan mengandung mutasi D614G. Itu berarti penyebarannya semakin luas. Maka dari itu, ia meminta semua pihak lebih disiplin untuk menerapkan protokol kesehatan, seperti cuci tangan, menggunakan masker, dan hindari kerumunan, (mediaindonesia.com, 02/09/2020).
Berdasarkan fakta tersebut, maka kebijakan Kementerian Pendidikan yang membuka sekolah dengan tatap muka adalah kemustahilan, jika pemerintah masih menghargai hak hidup anak. Sekolah tatap muka harus ditiadakan sampai adanya jaminan virus corona terkendali.
Dinamika Pembelajaran Jarak Jauh inilah yang menimbulkan setumpuk persoalan, mulai keluhan orangtua, rentannya anak tertular dan tidak adanya jaminan dari Negara yang bisa memastikan keselamatan pelajar. Inilah bukti konkrit dari kejamnya sistem pendidikan ala kapitalisme, dan ini berbeda secara diametral dengan sistem pendidikan Islam. Dengan sistem Islam, Negara berkewajiban memenuhi segala kebutuhan masyarakat, baik itu kebutuhan primer, sekunder, bahkan tersier.
Kebutuhan masyarakat tersebut termasuk didalamnya adalah pendidikan. Tanggung jawan Negara terhadap pendidikan adalah sama tidak mengenal batasan wilayah di perkotaan ataupun pedesaan dan tidak mengenal tingkatan sosialnya baik itu yang miskin ataupun yang kaya.
Kebijakan Negara secara berkesinambungan akan didesain dengan seluruh supporting system-nya. Bukan hanya dari anggaran, namun juga terkait media, riset, tenaga kerja, industry sampai pada tataran politik luar negeri. Negara dalam Islam benar-benar menyadari bahwa pendidikan adalah sebuah investasi masa depan. (Muslimah News, 18/12/2019)
Olehnya, dengan sistem Islam, kehadiran Negara Khilafah juga berkewajiban menyediakan tenaga tenaga pengajar yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup bagi guru dan pegawai yang bekerja di kantor pendidikan. Para Sahabat telah sepakat mengenai kewajiban memberikan ujrah (gaji) kepada tenaga-tenaga pengajar yang bekerja di instansi pendidikan Negara Khilafah di seluruh strata pendidikan. Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah menggaji guru-guru yang mengajar anak-anak kecil di Madinah, sebanyak 15 dinar setiap bulan.
Realitas diatas adalah bukti, bagaimana kontribusi Islam pada kemajuan ilmu pengetahuan di dunia modern menjadi fakta sejarah yang tak terbantahkan. Periode Abdurhaman III, didirikan Universitas Cordoba yang terkenal dan menjadi kebanggaan umat Islam. Geliat pendidikan di Cordoba makin bersinar pada era pemerintahan Al Hakam Al Muntasir. Sebanyak 27 sekolah swasta didirikan, bahkan gedung perpustakaan mencapai 70 buah. Anak-anak miskin dan terlantar bisa bersekolah secara gratis di 80 sekolah yang disediakan pemerintah. (Republika.co.id, 26/03/2018).
Maka dari itu, ketika masyarakat hari ini menginginkan perubahan dalam sistem pendidikan di Indonesia, maka solusinya adalah Islam. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menggelorakan semangat keilmuan para ilmuwan muslim atas kontribusinya yang amat besar bagi peradaban umat manusia. Saatnya sekarang kita mengganti sistem yang cacat ini dengan sistem Islam secara total dalam bingkai Khilafah. Karena hanya khilafah yang mampu bersinergi dengan segala aspek untuk melahirkan pendidikan yang bermutu yang dapat dirasakan oleh seluruh rakyat tanda kecuali.