Oleh: Ummu Haykal
Tim Komunitas Muslimah Rindu Surga Bandung
Pekan lalu, publik digemparkan oleh berita duka yang datang dari seorang ulama kondang asal Madinah, Syekh Ali Jaber. Beliau “diserang” oleh seorang pemuda yang pada awalnya dinisbahkan sebagai orang yang kurang “sehat”. Bahkan pihak keluarga pelaku memberikan pernyataan tersebut pada media dan berusaha meyakinkan publik akan kebenaran hal tersebut.
Namun, semua pembelaan yang diberikan oleh pihak keluarga, sekarang bak isapan jempol belaka. Pelaku terbukti dalam kondisi waras dan sadar sehingga dijatuhi sanksi pasal berlapis. Di tempat lain, seorang imam masjid di Riau pada Juli lalu juga ditikam oleh pemuda yang kemudian disangka “gila”.
Peristiwa ini bukanlah peristiwa yang pertama, sebelumnya di tahun 2018 kasus persekusi ulama sering terjadi. Sebut saja, kasus seorang bernama Asep menganiaya KH Umar Basri yang merupakan pemimpin Pondok Pesantren Al Hidayah Cicalengka, Jawa Barat dan kasus pembunuhan Komandan Brigade PP Persis, Prawoto, 40 tahun, yang tewas mengenaskan setelah dihajar oleh tetangganya sendiri. (www.sulselsatu.com, 17/09/20)
Dua tahun berselang, kasus penganiayaan dan pengancaman terhadap ulama mulai muncul lagi. Apakah ini bukti bahwa rezim telah gagal (lagi) dalam memainkan peran sebagai pelindung rakyat, khususnya dalam hal ini ulama?
Di sisi lain terkait kasus penusukan Syekh Ali Jaber, Mahfud MD mengatakan, “Pemerintah menjamin kebebasan ulama untuk terus berdakwah amar makruf nahi munkar. Dan Saya menginstruksikan agar semua aparat menjamin keamanan kepada para ulama yang berdakwah dengan tetap mengikuti protokol kesehatan di era COVID-19.” (www.viva.co.id, 13/09/20)
Hal di atas seolah menjadi kontradiksi dan standar ganda, ulama mana yang bebas terus berdakwah? Dan pengamanan apa yang sudah dilakukan negara?
Pernyataan beliau tidak bisa menjadi parameter perlindungan terhadap ulama yang melakukan tugas dakwah. Karena fakta justru menegaskan, banyak ulama dipersekusi karena mendakwahkan Islam dan mengoreksi praktik kezaliman rezim.
Ulama bukan hanya membutuhkan perlindungan dari teror atau ancaman fisik saat berdakwah. Namun lebih besar dari itu juga membutuhkan sistem yang kondusif agar dakwahnya bisa mengantarkan pada kesadaran untuk pelaksanaan Islam yang sesuai dengan Al Qur'an dan As Sunnah baik dalam ibadah maupun muamalah.
Di mana jaminan kebebasan dan keamanan yang sudah dijanjikan? Sekarang saja para ulama yang mengisi ceramah di masjid-mesjid harus bersertifikat dan isi kajiannya pun harus sesuai dengan opini-opini tertentu. Bagaimana bisa berdakwah dengan amar ma'ruf nahi mungkar jika ada pendakwah yang mencoba mengkritik ketidakbijakan pemimpin negeri malah dibayang-bayangi kriminalisasi?
Oleh karena itu, bagaimana umat akan bangkit sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw jika rezim ikut mengatur narasi yang akan didakwahkan bahkan terkesan harus sesuai dengan arahan kepentingan tertentu. Padahal patokan utama dan satu-satunya adalah cukup dengan Al Qur'an dan As Sunnah serta ditambah dalil dari Ijma Shahabat dan Qiyas. Pemerintah cukup mematok syarat itu saja. Sesuai dengan 2 dasar (Al Qur'an dan As Sunnah) dan memiliki 4 sumber dalil (Al Qur'an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas)
Selain itu, jangan sampai pengakuan terhadap ulama dewasa ini hanya sekedar formalitas saja. Jika dibutuhkan fatwanya untuk legalitas kebijakan negara, pemerintah merangkul dan merapat, tetapi jika tidak dibutuhkan maka pendapat para ulama akan diabaikan.
Menyikapi hal tersebut, ada baiknya jika rezim saat ini meneladani hadits Rasulullah saw, ''Bukan termasuk umatku orang yang tak menghormati orang tua, tidak menyayangi anak-anak dan tidak memuliakan alim ulama.'' (HR Ahmad, Thabrani, Hakim).
Dalam hadits tersebut bahkan dikatakan bahwa jika kita tak memuliakan alim ulama, maka tak tergolong sebagai umat Rasulullah saw. Ini menandakan bahwa aktivitas menjaga ulama dan dakwah Islam merupakan aktivitas yang wajib. Sehingga perlakuan buruk terhadap para ulama dewasa ini, tidak boleh terus terjadi.
Begitulah Islam memandang penting keberadaan ulama. Ulama memiliki peran penting dalam mendidik dan membina umat. Bila ulamanya baik, umat pun menjadi baik. Bila ulamanya buruk, umat juga ikut buruk.
Merekalah para penuntun dan teladan bagi umat. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa ulama adalah pewaris para Nabi. Mereka senantiasa berpedoman dan berpegang teguh pada Al Qur'an dan As Sunnah. Tak pernah menyalahi syariat Islam yang diwariskan Rasulullah saw.
Dalam Islam, negara berkewajiban menjaga dan melindungi rakyatnya, lebih-lebih kepada ulama. Sebab, ulama dimuliakan karena keilmuannya dan kedudukannya sebagai pelita yang menerangi umat.
Dalam Islam, penerapan hukum Islam memiliki tujuan yang terintegrasi. Yakni, memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara keturunan, memelihara harta dan memelihara akal. Hanya dalam sistem Islam yang rahmatan lil ‘alamin sajalah yang akan senantiasa memuliakan para Ulama.
Wallahu a’lamu bish shawab