Oleh Fatimatuz Zahrah (Mahasiswa Unesa)
Belum sepekan ini berita viral kembali mencuat di jagat sosmed, terutama Twitter. Dengan tagar #IKATPINGGANG #UNESA menghiasi trending topic di twitter. Kejadian in bermula dari diuploadnya video berdurasi 29 detik oleh akun Twitter yang bernama Rafirizqu19. Dalam video tersebut terlihat tiga senior memarahi maba karena tidak memakai ikat pinggang. Video itu lantaran mendapatkan kritik negatif dari warganet. Banyak yang mengomentari bahwa sudah tidak perlu lagi ospek semi diktator. Ada juga yang berkomentar bahwa ospek gaya tersebut tidak berguna jika fungsinya untuk menempa mental besi. Dan banyak sekali komentar yang dilontarkan oleh warganet dan selebriti yang bernama Ernest juga turut mengomentari.
Karena terlalu viralnya video tersebut, Kemendikbud memberi himbauan pada kampus agar bebas dari bullying. Kemendikbud tengah membahas aturan formal yang bakal mengatur dan menindak kasus bullying dan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Aturan ini nantinya bakal berbentuk Permendikbud. Pihaknya menargetkan aturan ini secepatnya bisa diimplementasikan di lingkungan kampus. Namun hingga kini, Kemendikbud masih membahas aturan ini di tingkat internal.
Dari kejadian viral tersebut, bisa dikomentari sebagai berikut :
Kampus merupakan tempat di mana para peserta didiknya (mahasiswa) menimba ilmu agama dan dunia untuk mengembangkan potensi dirinya agar bermanfaat bagi masyarakat. Dalam UU sisdiknas no 20 tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Dengan kata lain, merujuk pada UU ini, kampus seharusnya menjadi tempat para mahasiswa untuk mengembangkan potensinya.
Tetapi beda di tulisan peraturan dan implementasinya. Mahasiswa malah menjadi bermental lembek dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dirasakan ketika terjadi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, seperti naiknya harga BBM di kala harga minyak bumi sedang merosot. Mereka sebelum masuk ke perguruan tinggi atau kampus sudah bersifat individualistis yang hanya memikirkan dirinya sendiri, seperti memikirkan kuliahnya tanpa mau tahu kesulitan yang dihadapi masyarakat sekarang.
Maka untuk menempa karakter calon mahasiswa, maka diadakanlah ospek atau PKKMB. Menurut dari buku panduan PKKMB tahun 2020, ospek atau PKKMB diadakan untuk menyiapkan mahasiswa baru melewati proses transisi menjadi mahasiswa yang dewasa dan mandiri, serta mempercepat proses adaptasi mahasiswa dengan lingkungan yang baru dan memberikan bekal untuk keberhasilannya menempuh pendidikan di perguruan.
Tetapi yang menarik di sini adalah proses PKKMB dilaksanakan dengan penuh tekanan untuk menurut pada birokrasi. Apabila menolak maka akan ada sanksi tegas dan diancam tidak lulus untuk para mahasiswa barunya. Dan yang disayangkan adalah PKKMB ini selalu dilaksanakan dengan membalas dendam kakak tingkatnya yang dulunya juga “dihajar” oleh kakak tingkatnya yang lalu. Seolah-olah ini adalah rantai dendam yang tidak akan pernah terputus. Sampai sekarang, gambaran kakak tingkat kepada mahasiswa baru adalah harus gagah dan berani padanya, tetapi sangat patuh pada birokrasi, meskipun kebijakan birokrasi kadang dzolim. Karakter indiviualistis dan terulangnya lingkaran dendam ospek terjadi karena sitem sekularisme yang diterapkan oleh Indonesia sekarang. Sistem ini menganut kebebasan bagi para individunya dan mengambil manfaatnya.
Inilah yang sungguh amat disayangkan, apalagi terjadi pada kampus pendidikan di Surabaya. Apakah ada solusi untuk PKKMB ini? Karena sangat banyak yang menyatakan bahwa PKKMB harus tetap ada untuk membentuk karakter mahasiswa.
Menurut pandangan Islam sendiri, kita tengok kembali pada zaman khilafah Abbasiyah, di mana ada terdapat banyak perguruan tinggi berkualitas dan menjadi mercusuar pada dunia pada masa itu. Perguruan tinggi pada masa itu juga berhasil mencetak para ilmuwan islam yang unggul, seperti Ibnu Sina, Al Farabi, Ibnu Rusyd, dsb. Tanpa PKKMB pun beliau-beliau memiliki karakter kuat seperti sahabat Rasulullah, tidak individualistis. Dilihat saja pada karya-karya mereka, banyak yang disumbangkan untuk kepentingan ummat.
Lahirnya banyak ilmuwan yang ahli ilmu agama dan dunia sekaligus menjadi seorang hamba yang takut pada Allah tidak bisa dilepaskan dari sistem pendidikan yang diterapkan oleh negara. Pada masa khilafah Abbasiyah, sistem Islam diterapkan secara kaffah oleh institusi khilafah. Dan inilah yang menjadikan pribasdi tiap mahasiswa menjadi pandai berfikiri, kuat listerasi, menerapkan budaya diskusi dan kritis dan peduli ummat. Pribadi semacam ini hanya bisa didapatkan dengan mengikuti binaan secara istiqomah dalam naungan khilafah Islamiyah. Wallahu alam