Oleh: Endah Husna
Kondisi generasi milenial kian bertambah gaduh, pasalnya kian bertubi-tubi paparan pengaruh yang mereka hadapi. Belum lama ini, hadir pernyataan orang nomer dua di negeri ini bahwa, "Maraknya budaya K-Pop diharapkan juga dapat menginspirasi munculnya kreatifitas anak muda Indonesia dalam berkreasi dan mengenalkan keragaman budaya Indonesia keluar negeri" Kata Wapres dalam peringatan 100 tahun kedatangan orang Korea di Indonesia. (TEMPO.CO, 20 September 2020)
Apakah pernyataan ini semakin menegaskan bahwa kondisi terkini bangsa ini adalah kian meminggirkan Islam dari ranah panutan dan tuntunan global menjadi ranah untuk Individu semata?
Tidak bisa dipungkiri, berbagai fakta sudah tampak, bahwa Islam terus digerus dengan berbagai upaya supaya hilang dari tataran praktis. Islam diagungkan sebagai Agama mayoritas bagi penduduk negeri, tapi dijauhkan dari praktek praktis untuk mengatur kehidupan mayoritas penduduknya. Ajaran Islam terus dikriminalkan, ajaran liberal terus digaungkan.
Jika diamati, semua perilaku yang menggejala mulai dari atas hingga bawah penduduk negeri yang ingin jauh atau menjauhkan Islam, adalah akibat dari pandangan sekuler yang banyak dianut masyarakat. Pandangan ini memisahkan Agama dari kehidupan. Pandangan ini menilai baik buruk ditentukan oleh akal manusia, bukan berdasarkan dari Wahyu Allah SWT. Keberadaan Allah hanya ada dalam proses penciptaan semata. Ibarat pembuat jam yang tidak berhak mengatur putarannya manakala jam sudah keluar dari pabriknya, begitulah kehidupan manusia. Sudah tidak butuh lagi penciptanya dalam mengurusi berbagai permasalahan kehidupan mereka. Mereka mengandalkan akal dan hawa nafsunya untuk mengatur kehidupan sehari-hari. Jadilah demokrasi menjadi sistem politik pemerintahanya, kapitalisme sebagai dasar dari ekonomi dan Liberalisme sebagai dasar dalam mengatur perilakunya.
Ujian pandemi yang mewajibkan generasi memegang HandPhone, sebagai alat belajar dari rumah, menambah berat pekerjaan rumah orangtua, pasalnya pengaruh HandPhone dan seperangkat aplikasinya sering melenakan anak-anak untuk tidak fokus belajar dari rumah. Utamanya generasi atau anak-anak yang terpapar paham sekuler ini. Mereka ada yang menampakkan sikap bebas dan sulit diatur, bahkan terkesan liar dan membangkang.
Pekerjaan sekolah online banyak yang mereka sepelekan, komitmen untuk giat belajar dari rumah mereka acuhkan. Apalagi komitmen untuk shalat lima waktu dan beribadah kepada Ilahinya, kian waktu dijalankan tapi tak disertai hati, atau bahkan berlalu ditengah sibuknya daring dan aktivitas sekolah lain yang kian menyibukkan mereka dari aktivitas pokok mereka sebagai hamba dari Sang Pencipta.
Lantas bagaimana caranya untuk melindungi generasi dari perilaku sekuler-liberal ini. Apakah mereka akan dibiarkan punah dengan perilaku dan pemikiran yang jauh dari Islam, punah dari pandangan Allah SWT dan tak berguna bagi peradapan generasinya?
Yang harus diperhatikan, bahwa sekulerisme adalah masalah pokok yang akan mendasari setiap aktivitas cabang berikutnya. Maka penyelesainnya harus berawal dari Aqidah. Artinya keimanan mereka harus dikuatkan. Mereka tidak boleh dibiarkan berislam tanpa memiliki keimanan. Keislaman dan keimanan mereka harus diperoleh dengan jalan benar, berbasis kesadaran dan pemahaman, bukan keyakinan yang diturunkan dari orangtuanya, atau semata karena ikut-ikutan. Semua ini ada dalam sistem pendidikan Islam yang berbasis Aqidah Islam. Dimana dalam setiap mata pelajaran sekolah akan disertai dengan penguatan keimanan mereka. Dalam setiap mata pelajaran sekolah, mereka dibimbing untuk bisa menjawab permasalahan pokok mereka dalam kehidupan ini, dengan tujuan agara mereka benar dalam menapaki kehidupan ini.
Permasalahan pokok mereka adalah bisa menjawab dengan benar, dari mana asal mereka, hingga menghantarkan mereka pada keimanan bahwa Allah-lah yang menciptakan mereka. Dengan Kemahakuasaan-Nya kita tumbuh dan berkembang dalam rahim ibu. Kemudian lahir kedunia untuk mengemban amanah kehidupan sebagai hamba Allah, yakni semata untuk beribadah serta tunduk patuh kepada Syariat-Nya (QS. Adz-dzariat 51:56).
Pemahaman yang benar tentang hakikat kehidupan ini akan mengarahkan mereka untuk senantiasa menyesuaikan keyakinan yang ada di hati, perkataan yang diucapkan, serta perbuatan yang dilakukan agar selaras dengan tuntunan Syariat Islam (QS. Albaqarah 2: 208).
Kemudian yang tak kalah penting adalah memahamkan hakikat kehidupan setelah dunia ini sirna, yakni keimanan terhadap akhirat dan adanya Hari Penghisaban atas semua perbuatan yang telah kita lakukan di dunia ini. Hingga berujung menjadi ahli neraka atau ahli surgakah kita. Keyakian yang benar pada akhirat akan menjaga mereka tetap berada dalam jalan Syariat Allah. Hingga menjadikan mereka generasi yang patut dicatat dalam sejarah gemilangnya generasi Islam.
Tapi sistem pendidikan Islam ini hanya bisa dijalankan sepaket dengan sistem pemerintahamnya, yakni Khilafah dengan Khalifahnya sebagai pemimpin yang satu atas seluruh manusia yang dengan suka hati diatur dengan Syariat Islam, meski mereka bukan beragama Islam. Tidak ada dalam sistem lain, yang membimbing anak-anak generasi penerus sesuai dengan fitrahnya, yakni menghamba kepada PenciptaNya.
MaasyaAllah, betapa gambaran sekelumit Sistem pendidikan Islam ini akan mampu melindungi generasi dari sikap dan ucapan yang liberal. Dan ini tidak akan pernah kita jumpai dalam sistem pendidikan kapitalis sekarang.
Lalu apakah kita masih meragukannya, hingga tidak segera berbuat untuk merubah generasi ini dari akar permasalahan mereka? Yakni kembali kepada aturan Pencipta kita yang pasti benar saklawase.
Wallahu a'lam bi ashwwab.