Oleh: Tri S, S.Si
(Penulis adalah Pemerhati Perempuan dan Generasi)
Suatu peradaban yang agung telah diukir Islam ke seluruh penjuru dunia. Kurang lebih 1400 tahun lamanya tak tertandingi mewarnai manusia dan alam semesta dengan rahmat Ilahi. Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamiin. Di bawah naungan Daulah Islamiyah dan institusi khilafah, Islam akan terus menyumbang peradaban tinggi nan agung untuk dunia. Jejak-jejak peninggalan Khilafah masih bisa kita saksikan hingga saat ini. Termasuk di Indonesia yang dulunya dikenal dengan nama Nusantara.
Penulisan sejarah kadang tak lepas dari subyektifitas penulisnya. Pemahaman sejarah tergantung kepada siapa yang berkuasa. Demikian pula sejarah Islam serta jejak-jejak penerapan syariat Islam di Nusantara. Sejarah Islam yang muncul ke permukaan adalah Islam yang bersifat ritual dan normatif belaka, tidak pada tataran praktis empiris dalam segala aspek kehidupan. Hal ini wajar terjadi mengingat ratusan tahun lamanya Indonesia berada dalam proteksi imperialis penjajah yang menancapkan pengaruhnya hingga pada tataran memaksakan keyakinan pola pikir kapitalisme dan sekulerisme. Maka, sejarah Islam pun ditampilkan ala mereka. Dan menganggap tabu setiap kritisasi sejarah yang menggantungkan diri pada peninggalan penjajah. Sungguh tidak bijak!
Fakta penerapan syariat Islam, penggunaan bahasa Arab, mata uang dinar dan dirham, nyata telah diterapkan di Nusantara. Begitu pula hubungannya dengan kekhilafahan Islam. Sejak Khulafaur Rasyidin hingga hubungan Turki Usmani dengan Nusantara dapat dibuktikan secara ilmiah. Namun, upaya sitematis telah dilakukan imperialis dan antek-anteknya hingga istilah-istilah ini menjadi aneh di tengah kaum muslimin Nusantara. Hal ini adalah upaya menghapus mata rantai penting sejarah Islam di Nusantara. Tentu tidak lepas untuk mengamankan kepentingan penjajah di Nusantara hingga saat ini.
Sesungguhnya beratus tahun lamanya khilafah sangat familiar di tengah-tengah umat Islam di Nusantara. Kehadirannya sangat dirindukan, mengingat besarnya jasa dan sumbangsihnya terhadap eksistensi Nusantara dari penjajah ketika itu. Baik berupa bantuan persenjataan, pendidikan militer, bahkan bantuan armada yang dikirim khalifah untuk melawan penjajah.
Begitu pula utusan Sultan Muhammad I waktu itu, yang dikenal dengan Wali Songo sebagai dai yang menyebarkan Islam di Nusantara dengan misinya mengislamkan Tanah Jawa. Khalifah juga telah menjamin keamanan ibadah haji Nusantara dengan mengawal perjalanan rute haji muslim dari Nusantara ke tanah suci Mekkah dari gangguan penjajah Portugis dan perompak laut. Perlindungan Khilafah Turki Ustmani bagi Nusantara nyata. Perkembangan Islam di Nusantara tidak bisa terlepas dari peran penting negara super power dunia ketika itu, Khilafah Turki Utsmani. Fakta-fakta sejarah dan bukti-bukti ilmiah didukung temuan-temuan arkeologis merupakan realita yang tak terbantahkan. Menafikan, mengaburkan, dan berusaha mengubur sejarah ini merupakan tindakan ahistoris.
Sejak keruntuhannya pada tahun 1924 oleh antek penjajah Inggris di negeri Turki Kemal at Taturk, kurang lebih 96 tahun yang lalu, kebangkitan kembali khilafah sesungguhnya senantiasa menghantui negara-negara barat, khususnya Amerika Serikat dan Inggris. Mereka sangat menyadari tegaknya kembali khilafah dengan ideologi Islamnya merupakan pertanda bagi runtuhnya ideologi Imperialis Kapitalis dan negara-negara pengembannya. Karena itu, berbagai macam upaya telah dilakukan untuk menghambat tegaknya institusi khilafah warisan Rasulullah saw. Ini ke pentas dunia. Hal ini disebabkan mereka merasa terancam kepentingannya menjajah negeri-negeri kaum muslimin yang notabene kaya dengan potensi alamnya.
Di tengah krisis dan kekacauan dunia saat ini, tampilnya kembali Khilafah Islamiyah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Ideologi Islam mengharuskan kita hanya mengambil institusi khilafah sebagai satu-satunya wadah yang mampu dan telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya untuk mengakomodir penerapan Islam secara kaffah, hal yang sama sekali tidak bisa dijalankan oleh institusi pemerintahan hasil pemikiran manusia. Mencontoh dari apa yang telah dilakukan oleh para sahabat ra. Sepeninggal Rasulullah saw., mereka berijma’ untuk tidak segera menyelenggarakan fardlu kifayah menguburkan jenazah Beliau, melainkan segera mengangkat khalifah atau pengganti Beliau saw. dalam urusan agama dan menyelesaikan persoalan dengan hukum Islam. Hal ini menunjukkan betapa penting dan wajibnya diangkat seorang khalifah yang akan mengurusi urusan ummat dengan institusinya yang disebut khilafah.
Sesungguhnya, khilafah akan segera tegak dengan izin, pertolongan, dan kekuasaan Allah Swt. Sebab, hal itu merupakan janji sekaligus bisyarah (kabar gembira) dari Rasulullah saw. Rasulullah saw bersabda:
"... Selanjutnya akan ada kembali khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya (no. 18430), Abu Dawud al-Thayalisi dalam Musnad-nya (no. 439); Al-Bazzar dalam Sunan-nya (no. 2796))
Maka, upaya menghalangi tegaknya khilafah dengan cara apapun bagaikan menghalangi terbitnya mentari pagi.