Karamnya Bahtera Diterjang Badai Pandemi

Oleh : Bunda Kayyisa Al Mahira

Ketika sakinah berakhir duka,  kabar perceraian pun menyapa.  Di tengah pandemi yang tak kunjung usai kasus perceraian meningkat tajam.  Salah satu kabar yang beredar di dunia maya yaitu angka gugat cerai di PA Soreang, Kab. Bandung, mencapai 150 kasus sehari. PA Soreang mengakui, di masa pandemi Covid-19, kasus perceraian meningkat tajam. Belum sampai akhir Agustus saja, sudah ada 592 kasus gugatan yang masuk.

Fenomena ini menjadi perhatian publik setelah video yang menunjukkan antrean pengurusan cerai di PA Soreang viral. Tak hanya di Kab. Bandung, di Aceh, selama lima bulan terakhir ini terdapat 2.397 kasus; Cianjur mencapai 2.000 kasus. Meningkatnya jumlah pelaku gugat cerai di masa pandemi, menunjukkan fenomena rapuhnya ikatan rumah tangga.

CNN Indonesia mengungkap bahwa Pengadilan Agama Kota Semarang mencatat kenaikan drastis kasus perceraian selama masa pandemi. Kenaikan kasus hingga tiga kali lipat itu disinyalir disebabkan masalah ekonomi dalam rumah tangga. Pada Mei, ada 98 kasus sampai Juni pertengahan ada 291 perkara, sedangkan Pengadilan Agama Cianjur mencatat, ada 788 perkara, sepanjang Juni, sementara Mei ada 99 perkara, secara akumulatif periode Januari-Juni 2020 mencapai 2.049 perkara. (Wartakotalive.com)

Pandemi membuat roda perekonomian tersendat,  pendapatan pun berkurang,  kebutuhan hidup meningkat tajam,  banyak keluarga terutama kaum hawa yang tidak tahan dengan badai ekonomi ini hingga bercerai menjadi solusi. Cerai merupakan sesuatu yang dibolehkan tapi dibenci oleh Allah SWT,  perceraian seharusnya menjadi pintu emergency solusi saat jalan lain tak bisa ditempuh lagi. 

Sabda Nabi (Saw.): “Allah tidak menjadi sesuatu yang halal, yang lebih dibenci oleh-Nya dari talak.” Dan lagi: “Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah ialah talak.” (Riwayat Abu Dawud).

Saat ini di kala pandemi masih meraja ditambah dengan bangunan keluarga yang rapuh maka perceraian menjadi semakin marak.  Talak cerai yang berada di tangan suami,  saat pandemi ini malah para istri yang banyak menggugat cerai. 

Beberapa pihak menilai bahwa hal ini terjadi karena beban istri dikala pandemi semakin berat.  Anak-anak sekolah di rumah, suami bekerja dari rumah, bahkan ada suami yang akhirnya di-PHK sehingga mengharuskan para istri berpikir keras mengelola keuangan, bahkan ada yang terpaksa bekerja. Akhirnya para istri menyerah tak kuat menanggung beban yang semakin berat dan menggugat cerai suaminya. 

Ketika perceraian terjadi setan pun bersorak gembira, karena telah berhasil meluluhlantakan bangunan keluarga. Rasulullah bersabda “Aku tidak meninggalkannya hingga aku berhasil memisahkan antara dia dan istrinya”. Maka Iblis pun mendekatinya dan berkata, “Sungguh hebat engkau.” (HR Muslim).

Keroposnya bangunan keluarga saat ini terjadi karena penjaga bangunan keluarga tidak berfungsi sebagaimana mestinya,  hukum-hukum pelindung keutuhan keluarga yang mestinya dijalankan oleh berbagai pihak pun mandul. Mulai dari pasangan suami-istri itu sendiri, masyarakat, maupun negara.

Pasangan suami istri banyak yang tidak paham dengan hukum syariat,  seorang istri wajib taat pada suaminya sepanjang tak memerintahkan maksiat,  seorang suami harus memperlakukan istri dengan baik (ma'ruf), menjaga keluarga dari api neraka,  dan wajib memberikan nafkah sesuai dengan kemampuannya (QS Al-Baqarah 233, QS An-Nisaa 34).

Rasulullah bersabda “ Ini adalah dosa besar ketika seorang laki-laki mengabaikan nafkah terhadap mereka yang menjadi tanggung jawabnya (istri, anak-anak, hamba sahaya, dll).

Peran negara sebagai pengokoh bangunan keluarga pun saat ini tidak berjalan dengan baik. Negara seharusnya berperan dalam menyediakan lapangan kerja bagi para suami agar kewajiban nafkah bisa tertunaikan dengan baik. Selanjutnya negara wajib menjamin kebutuhan pokok rakyat dan memberikan layanan-layanan publik dengan sebaik- baiknya. 

Peran negara sebagai pengokoh bangunan keluarga bisa terwujud jika diterapkan, sistem Islam yang akan menerapkan seluruh aturan Islam dalam semua sendi kehidupan termasuk menjaga dan mengokohkan bangunan keluarga. Kehidupan berkeluarga terjalin dengan dengan harmonis semua peran berjalan dengan optimal, niscaya akan menghadirkan kesejahteraan,  ketentraman dan keberkahan dibawah Ridha Sang Illahi Rabbi. 

Wallohu'alam bishowwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak