Oleh: Sri Mariana,S.Pd
(Pemerhati Keluarga dan Generasi)
Sering kali kita belajar sejarah. Namun bagaimana jika sejarahnya berkaitan dengan khilafah? Apakah memang murni hanya sejarah atau justru sebagai petunjuk dari teka-teki yang selama ini harus di kuak?
Seperti film dokumenter JKDN yang tayang via youtube pada tanggal 1 Muharram 1442 H yang lalu yang memunculkan banyak respon. Baik pro mau pun kontra.
Memang film ‘Jejak Khilafah di Nusantara’ (JKDN) sempat jadi perbincangan di media sosial bahkan sejak beberapa hari sebelum hari penayangan secara virtual di Youtube pada Kamis (20/8/2020) hingga hari Sabtu (22/8/2020). Padahal di kanal YouTube Khilafah Channel film tersebut tertulis telah diblokir oleh pemerintah.
Beberapa sejarawan yang masuk nama-namanya dalam launching film tersebut, ramai-ramai mengklarifikasi, seperti peneliti Jawa yang berasal dari Inggris, Prof. Peter Carey. Meskipun belakangan pihak pembuat film JKDN telah mengeluarkan seluruh argumentasi yang berdasar pada pikiran Peter Carey. Bahkan, tak ada lagi secuil pun wajah Peter Carey muncul di film tersebut.
Bantahan serupa juga disampaikan Prof. Azyumardi Azra, Guru besar Ilmu Sejarah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah mengatakan bahwa di Indonesia, tidak ada jejak khilafah seperti yang dinarasikan dalam film JKDN tersebut.
“Ada film Jejak Khilafah di Indonesia. Apa betul ada? Saya bilang, ya nggak ada,” kata Azyumardi dalam webinar bertemakan “Relasi Agama dan Negara : Fiqih Siyasah dan Siasat Politik”, Jumat (21/8/2020) seperti dikutip keterangan tertulis yang diterima Indopolitika Sabtu (22/8/2020).
Faktanya film dokumenter yang dibuat oleh Nicko Pandawa dengan Komunitas Literasi Islam JKDN ini, menceritakan tentangadanya hubungan Nusantara jaman dahulu dengan khilafah Islamiyah pada jaman Khalifah Utsman.
Saat penayangan secara live, film ini ditonton oleh 63 ribu penonton mulai pukul 10.00 WIB. Namun, tak lama setelah itu, link yang dibagikan untuk menonton film tersebut tak dapat diakses. Link tidak dapat diakses dengan keterangan ‘Konten ini tidak tersedia di domain negara ini karena ada keluhan hukum dari pemerintah’.
Kanal Ade Jawabi kemudian mengunggah kembali film tersebut dengan judul berbeda, FANS PAGE – JEJAK KHILAFAH DI NUSANTARA (UNOFFICIAL) pukul 11.48 WIB. Hal yang sama terjadi pada kanal ini, yaitu tidak dapat diakses
Tindakan pemblokiran ini mendapatkan kecaman dari beberapa pihak. Termasuk dari Wasekjen MUI, Tengku Zulkarnain, yang geram dan meminta presiden untuk memberikan alasan atas pemblokiran yang dilakukan.
“Dengan ini saya meminta jawaban resmi dari pak @jokowi sebagai Presiden RI, yai Maruf Amin dan pak @mohmahfudmd: ‘Apa alasan keluhan pemerintah atas video Jejak Khilafah sebagai sejarah? Apakah ada hukum negara yang dilanggar? NKRI negara hukum, tidak boleh sewenang-wenang,” tulis Tengku.
Sebelumnya, film ini mendapatkan respons dari sejumlah sejarahwan yang namanya dicantumkan dalam film. Prof Peter Carey misalnya, yang keberatan namanya tercantum di film tersebut. Ia merasa pihaknya tidak diberitahu, bahwa wawancara yang pernah dilakukan mengenai Perang Diponegoro akan diangkat dalam film(seru.co.id/21/8/2020).
Tidak dipungkiri, kata Khilafah masih saja dinilai negatif di negeri ini. Bahkan ada pihak tertentu yang berupaya keras menghilangkan kata tersebut dari benak kaum muslimin, dengan mengatakan Khilafah sesat atau radikal.
Siapa pun yang mengusung, ya dianggap radikal. Padahal Khilafah adalah ajaran Islam, ajaran yang dibawa Rasulullah Saw.. Kewajiban menegakkan Khilafah sudah sangat jelas, hanya dengan Khilafah sajalah seluruh hukum-hukum Islam akan bisa ditegakkan di muka bumi ini.
Lebih dari itu, jika umat Islam mau mencermati dan menelusuri sejarah Islam di Indonesia, maka sesungguhnya beberapa wilayah Indonesia pernah menjadi bagian dari Khilafah. Para ahli sejarah mengakui, Kekhilafahan Islam itu memang ada dan menjadi kekuatan politik riil umat Islam.
Setelah masa Khulafaur Rasyidin, di belahan Barat Asia muncul kekuatan politik yang mempersatukan umat Islam dari Spanyol sampai Sind di bawah Kekhilafahan Bani Umayah (660-749 M), dilanjutkan Kekhilafahan Abbasiyah, kurang lebih satu abad (750-870 M), serta Kekhilafahan Utsmaniyah sampai 1924 M(www.muslimahnews.com/7/8/2020)
Selain itu semua ulama kaum Muslim sepanjang zaman sepakat, bahwa adanya khilafah ini adalah wajib. Jika khilafah tidak ada, hukum menegakkannya bagi seluruh kaum Muslim adalah wajib. Dasar kewajibannya tidak didasarkan pada akal atau kesepakatan manusia, tetapi wahyu. Berkaitan dengan ini, Imam as-Syafii menyatakan:
Seseorang tidak boleh menyatakan selama-lamanya suatu perkara itu halal dan haram kecuali didasarkan pada ilmu. Ilmu yang dimaksud adalah informasi dari al-Kitab (Alquran), as-Sunnah (al-Hadis), Ijmak atau Qiyas.” [Lihat, Asy-Syafii, Ar-Risâlah, hlm. 39].
Senada dengan itu, Imam al-Ghazali juga menyatakan: Keseluruhan dalil-dalil syariah merujuk pada ragam ungkapan yang tercantum dalam al-Kitab (al-Quran), as-Sunnah (al-Hadis), Ijmak dan Istinbâth (Qiyas).” [Lihat, Al-Ghazali, Al-Mustashfâ, Juz II/273].
Karena itulah, para ulama kaum Muslim sepakat mengenai kewajiban adanya khilafah, dan kewajiban untuk menegakkannya, ketika ia tidak ada. Dasarnya adalah wahyu, yaitu Alquran dan as-Sunnah, dan apa yang ditunjukkan oleh keduanya, baik berupa Ijmak Sahabat maupun Qiyas. Wallahu a’lam bishawab.