Oleh: Lely Noormindhawati (Penulis Buku)
Pada Kamis, 20/08/2020 bertepatan dengan 1 Muharram 1442 H, jagad twitter di tanah air dihebohkan dengan empat tagar yang berhasil menjadi trending topic yakni #JejakKhilafahdiNusantara, #DakwahSyariahKhilafah, #SejarahIslamIndonesia, dan #NobarFilmKhilafah. Peristiwa ini merupakan wujud antusias netizen mengiringi pemutaran perdana film dokumenter secara streaming bertajuk Jejak Khilafah di Nusantara (JKDN) yang digawangi Khilafah Channel bekerja sama dengan Komunitas Literasi Islam. Sejumlah 250 ribu lebih tiket virtual berhasil terjual menjelang acara dan bahkan terus bertambah mendekati jam tayang (muslimahnews.com, 20/08/2020).
Dalam Kitab Negarakertagama disebutkan, Nusantara mencakup Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, sebagian Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya, sebagian Kepulauan Maluku, Papua Barat, Malaysia, Brunei, Singapura, hingga Filipina. Jauh melampaui wilayah Indonesia modern saat ini. Misi dakwah Islam yang diemban Khilafah Islamiyyah pada masa itu ternyata mampu menyatukan wilayah-wilayah yang kini telah tersekat batas-batas negara bangsa tersebut. Tidak hanya itu saja, Khilafah Islam mampu memobilisasi kekuatan global umat Islam untuk melakukan perlawanan dan menghentikan hegemoni imperialisme.
Sejarawan Moeflich Hasbullah menegaskan, Khilafah Islam adalah negara adi daya yang sangat besar pada zamannya. Tentu sangat logis jika Nusantara memiliki hubungan dengan Khilafah Islam. “Seperti sekarang Amerika atau Eropa, ada hubungan dengan semua negara karena dominasi mereka, saat itu adidayanya Islam melalui institusi politik Khilafah, maka sangat logis kalau ada relasi dengan berbagai negara,” jelasnya dalam tayang ulang film dokumenter Jejak Khilafah di Nusantara, Ahad (23/8/2020) secara daring.
Menelusuri jejak Khilafah Islam di Nusantara tidak sekedar untuk mengecap romantisme sejarah, terlepas pro dan kontranya. Namun, membuka wacana bagi semua pihak untuk kembali mewujudkan kesatuan umat Islam global saat ini dalam menjawab tantangan zaman. Bagaimanapun, eksistensi dan dominasi negara kapitalis dunia yang digawangi AS saat ini sudah mulai meredup pamornya. Ideologi kapitalis yang digadang-gadang Fukuyama sebagai bentuk final pemerintahan dunia, nyatanya tidak mampu menyelesaikan tantangan zaman.
Di saat seperti inilah seharusnya diskursus tentang sistem Khilafah sebagai sistem alternatif untuk menghadapi tantangan zaman, mendapatkan ruang gerak yang lebih luas. Apalagi secara empiris, jejak sejarah telah membuktikan, Khilafah Islam mampu menjadi mercusuar peradaban dunia selama hampir 1300 tahun, mengungguli peradaban Eropa maupun Amerika pada zamannya, membebaskan dunia dari penjajahan dan perbudakan. Lebih dari itu, bagi seorang muslim, tentu spirit keimanan yang menjadi motor penggeraknya. Sebagaimana Rasululullah dan para sahabat yang memperjuangkan tegaknya Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam, tentu inilah yang seharusnya menjadi agenda global umat Islam saat ini.[]