Oleh: Erlike Handayani
(Pemerhati Remaja)
Meningkatnya kasus Covid-19 mengakibatkan penanganan wabah menjadi simpang siur. Berbagai cara untuk meredam angka kematian seolah menjadi sumber prioritas yang sedang diadu keberhasilannya. Bahkan tak sedikit dari pihak pemerintah menciptakan berbagai upaya dalam penanganan wabah Covid-19 ini.
Isolasi Mandiri yang dilaksanakan oleh warga tidak menjamin berkurangnya kasus penyebaran virus Covid-19. Terutama pada masyarakat yang padat penduduk dan minim ilmu pengetahuan dalam melaksanakan protokol kesehatan.
Jika isolasi Mandiri dilaksanakan pada pasien bergejala ringan, tentu akan sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi. Namun, jika dihadapkan pada pasien gejala berat, tentunya isolasi mandiri bukan suatu pilihan yang tepat. Karena virus Covid-19 yang tidak kasat mata cepat tersebar.
Rencana pemerintah DKI mengkarantina semua warga positif Covid-19, dianggap sebuah opsi yang buruk. Karena realita kondisi kegagalan pemerintah menyiapkan tenaga medis, anggaran, dan fasilitas kesehatan. Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, Pemprov DKI sudah menyiapkan opsi, yakni di Gelangang Olahraga (GOR). Menyusul, kapasitas rumah sakit rujukan Covid-19 di Jakarta sudah menipis. "Bisa di GOR atau tempat lain," kata Riza di Balai Kota DKI Jakarta, Jum'at (4/9/2020)
Opsi demikian diusulkan karena klaster pemukiman menjadi salah satu penyumbang pasien Covid-19 terbanyak. Sehingga, pasien yang melakukan isolasi mandiri menjadi sumber penyebar di keluarganya.
Disisi lain, langkah Pemprov DKI ini dianggap gegabah dan hanya menambah beban tenaga medis yang sudah lama menjadi garda terdepan melawan Covid-19. Anggota DPRD DKI Fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak mengecam kebijakan larangan isolasi mandiri. Gilbert menyatakan bahwa, "Isolasi mandiri tidak efektif, lalu akan mengisolasi penderita Covid-19 di RS adalah tidak tepat. Selain secara ilmiah tidak tepat karena banyak yang OTG (orang tanpa gejala) atau suspek. Dan sebagian sakit ringan dan tidak butuh perawatan, beban tenaga medis menjadi sangat berat."
Kasus kematian 100 orang dokter di Indonesia menjadi alasan, agar peristiwa ini tidak terulang. Karena beratnya tanggung jawab yang harus diemban. Jika pemerintah merasa keberatan dalam mengurusi kasus wabah disuatu negeri, maka siapa yang harus bertanggung jawab atas penanganan wabah?
Secara logis, opsi karantina wabah merupakan pilihan terbaik yang semestinya diambil sejak awal untuk menghentikan penyebaran virus. Karantina adalah sebuah solusi yang dianjurkan oleh Islam untuk pembawa virus dan area tertentu, bukan lockdown total (blanket lockdown). Mengkarantina tempat wabah dan mengirim obat- obatan dan kebutuhan kesehatan, serta logistik lainnya menjadi tanggung jawabnya negara. Sehingga keselamatan rakyat menjadi hal utama.
Dalam Islam, Khalifah akan mengambil tanggung jawab setiap orang dipundaknya sebagai kewajiban dari syariat Islam untuk mencapai keridaan Allah Swt. Sama halnya kewajiban negara menyediakan semua fasilitas dan sarana bisa diwujudkan dengan sumber anggaran yang ditetapkan dan kebolehan menarik dana masyarakat yang mampu guna menopang kekurangannya.
"Siapapun yang bertanggung jawab atas urusan umat Islam, dan menarik diri tanpa menyelesaikan kebutuhan, kemiskinan, dan keinginan mereka, Allah menarik diri-Nya pada Hari Pengadilan dari kebutuhan, keinginan, dan kemiskinannya." (HR. Abu Daud)
Akankah opsi karantina wabah dianggap mustahil? Sudah jelas khilafah Islam melakukan dan terbukti wabah berhasil dituntaskan.
Wallahu a'lam bishshawab