Investasi Asing Berkedok Wisata Medis



Oleh : Ayra Naira

Di tengah pandemi yang masih berlangsung dan gugurnya para tenaga medis menunjukkan bahwa kondisi negeri ini sedang kritis. Di saat seperti ini hadir Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan memerintahkan BKPM yang dikepalai oleh Bahlil Lahadalia mendatangkan rumah sakit asing ke Indonesia. Permintaan Luhut diiringi dengan rencana pemerintah untuk memperbolehkan dan mengizinkan dokter asing lebih banyak di Indonesia.

Pernyataan ini sungguh mengejutkan karena saat ini semua negara sedang fokus untuk menangani masalah pandemi tak terkecuali Indonesia. Tercatat Indonesia telah kehilangan kurang lebih 100 dokter. Ini cukup memprihatinkan dimana kebanyakan dokter yang gugur merupakan dokter spesialis. Kita cukup tahu bahwa untuk mendapatkan gelar spesialis butuh waktu yang tidak sebentar sedangkan hanya dalam sekejap kita telah kehilangan mereka. Bukankah seharusnya pemerintah fokus untuk menyerahkan segala daya dan upaya untuk menangani masalah pandemi?

Pernyataan Luhut ini didasarkan atas hasil analisa dari PwC di tahun 2015 yang mengatakan  bahwa Indonesia merupakan negara asal wisatawan medis dengan jumlah 600.000 orang, terbesar di dunia mengalahkan Amerika Serikat dengan 500.000 orang wisatawan medis di tahun yang sama. Melihat potensi ini, beliau bersama jajaran K/L terkait berkoordinasi tentang rencana pengembangan wisata medis di Indonesia. (cnbcindonesia.com, 29/08/2020)

Menurut Luhut,  wisata medis ini nantinya pemerintah ingin Indonesia melakukan diversifikasi ekonomi, menarik investasi luar negeri, penyediaan lapangan pekerjaan, pembangunan industri layanan kesehatan di Indonesia, serta menahan laju layanan kesehatan serta devisa kita agar tidak mengalir ke negara-negara yang lebih sejahtera. “Saya berharap momentum krisis pandemi ini bisa serius kita manfaatkan untuk membenahi infrastruktur, fasilitas penunjang, serta regulasi layanan kesehatan di Indonesia agar bisa lebih baik lagi dengan menciptakan perencanaan yang bagus dan terpadu untuk industri wisata medis dalam negeri,” tuturnya. (cnbcindonesia.com, 29/08/2020)

Tidak heran jika tujuannya ialah menarik investasi asing dan semata-mata untuk membangun industri wisata medis di Indonesia. Nyatanya untuk memenuhi pelayanan kesehatan saja tetap harus berdasarkan hirarki untung rugi. Dimana semua berpatokan bahwa bisnis ini menjanjikan atau tidak.

Jaminan kesehatan yang harusnya dipenuhi oleh negara malah dikapitalisasi. Negara  berperan sebagai regulator dimana  hanya menyediakan fasilitasnya saja lebih mirisnya lagi memberikan kesempatan kepada para investor asing untuk meraup keuntungan lewat pelayanan kesehatan di negeri ini dengan cara membangun rumah sakit internasional.

Jika alasannya ialah  agar devisa kita  tidak mengalir ke negara-negara yang lebih sejahtera. Harusnya pemerintah membenahi pelayanan kesehatan dalam negeri yang carut marut. Sangat memprihatinkan ketika pemerintah fokus untuk membuat wisata medis dimana tentu hal ini fokus pada mereka yang mampu membayar mahal untuk mendapatkan fasilitas terbaik. Lalu bagaimana dengan mereka yang untuk mendapatkan layanan kesehatan saja harus melewati berbagai proses yang ribet dengan pelayanan seadanya.

Rusaknya sistem kapitalis membuat kita tersadar bahwa untuk memperbaiki layanan kesehatan tidak semudah hanya dengan membangun rumah sakit berskala internasional. Karena sejatinya jaminan kesehatan merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh negara kepada seluruh rakyat tanpa kecuali. Begitulah yang seharusnya terjadi.

Dalam sistem Islam kesehatan merupakan hal yang sangat penting. Untuk melakukan segala aktivitas kita membutuhkan tubuh yang sehat. Seperti yang tercantum dalam hadist “Siapa saja di antara kalian yang berada di pagi hari sehat badannya; aman jiwa, jalan dan rumahnya; dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan ia telah diberi dunia seisinya “(HR al-Bukhari dalam Adab al-Mufrâd, Ibn Majah dan Tirmidzi).

Dalam hadis ini kesehatan dan keamanan disejajarkan dengan kebutuhan pangan. Ini menunjukkan bahwa kesehatan dan keamanan statusnya sama sebagai kebutuhan dasar yang harus terpenuhi. Dalam Islam, sistem kesehatan tersusun dari 3 (tiga) unsur sistem. Pertama: peraturan, baik peraturan berupa syariah Islam, kebijakan maupun peraturan teknis administratif. Kedua: sarana dan peralatan fisik seperti rumah sakit, alat-alat medis dan sarana prasarana kesehatan lainnya.Ketiga: SDM (sumber daya manusia) sebagai pelaksana sistem kesehatan yang meliputi dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya. (S. Waqar Ahmed Husaini, Islamic Sciences, hlm. 148).

Sejarah mencatat Islam pada masa kejayaannya, bidang kesehatan tak luput dari perkembangan ilmu pengetahuan. Sejarawan Philip K. Hitti menyatakan, ketika Eropa memasuki zaman kegelapan, peradaban Islam mengalami masa keemasan. Termasuk, dalam ilmu kedokteran. Ia mengungkapkan, banyak kemajuan yang mampu dicapai bangsa Arab pada masa tersebut. 

Hitti menjelaskan bahwa umat Islam  membangun apotek pertama, sekolah farmasi, dan buku daftar obat-obatan. Selain itu Sir John Bagot Glupp, seorang sejarawan, mengatakan pada masa itu rumah sakit di dunia Islam berfungsi ganda. Rumah sakit tak hanya untuk merawat pasien, tetapi juga tempat para dokter mengasah dan mengembangkan keahliannya. Layaknya sekarang, rumah sakit Islam tak membedakan latar belakang pasien. Baik pemeluk Islam, Kristen, maupun Yahudi, semuanya memperoleh pelayanan terbaik dan tanpa mengeluarkan dana sepeser pun..

Pada masa pemerintahan Khalifah al-Walid ibnu Abdul Malik. Bahkan, untuk pertama kali, rumah sakit ini mengenalkan sistem dokter spesialis. Pada 872 Masehi, rumah sakit umum dibangun di Kairo. Di kota yang sama, berdiri pula rumah sakit paling modern abad pertengahan, yaitu RS al-Mansuri. 

Studi kedokteran turut berkembang. Sir John Bagot Glubb menjelaskan, sekolah kedokteran Islam pertama hadir di Kota Baghdad pada masa kekhalifahan Abdullah al Ma'mun (786-833)."Ketika sistem sudah terbangun, para dokter dan ahli mendapat tugas memberikan kuliah bagi para siswa kedokteran," paparnya. Sejarah membuktikan bahwa pelayanan kesehatan dalam sistem khilafah adalah yang terbaik bagi dari segi fasilitasnya maupun tenaga medis. Dan hal paling penting ialah semua masyarakat mendapatkan hak pelayanan kesehatan yang sama tanpa terkecuali dan tidak dipungut biaya sepeserpun.

Hal ini tentu hanya dapat diterapkan dalam sistem Islam. Kita tak dapat merubah sistem kesehatan jika yang digunakan adalah sistem kapitalis. Maka selamanya pelayanan kesehatan hanya dijadikan bisnis oleh para pemilik modal. Lalu sampai kapan kita bertahan dengan sistem ini?

Wallahu a’lam bish-shawabi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak