Oleh: Muthmainnah Kurdi
(Pegiat Opini Palembang)
“Peristiwa Hijrah menjadi pemisah antara yang benar dan yang batil. Jadikanlah ia sebagai patokan penanggalan.”
(Umar bin al-Khattab).
Makna hijrah menurut Ibnu al-Qoyyim mengandung dua pengertian, meliputi dari dan menuju. Dari tempat penuh fitnah yang mengancam keselamatan dan iman menuju tempat yang aman, dari perbuatan syirik menuju tauhid, dari jahiliyah menuju Islamiyah, dari munkar menuju ma’ruf, dari maksiat menuju taat. Dari tunduk kepada selain Allah menuju tunduk kepada Allah. Berani berbeda dari kebiasaan yang salah, misalnya berani menutup aurat pada saat sebayanya ramai-ramai membuka aurat, berani mengatakan yang benar, ketika yang lain justru menutup kebenaran.
Hijrah: Merdeka dari Belenggu Hukum Manusia
Kehidupan kaum muslimin Makkah terbelenggu dalam dominasi tirani kaum Quraisy. Aktivitas kehidupan dan ibadah tidak bisa leluasa dikerjakan. Fitnah, penganiayaan, propaganda dan pemboikotan menjadikan kaum muslimin menjadi lebih kuat dan teguh dalam beriman Islam.
Kondisi yang tidak kondusif ini membuat Rasulullah Saw berpikir panjang, bagaimana agar dakwah Islam mencuat tersebar tidak hanya di jazirah Arab saja. Namun jika tetap bertahan di Makkah, cita-cita mulia Rasulullah Saw mustahil bisa terwujud.
Dengan bimbingan wahyu-Nya, pada akhirnya Rasulullah Saw, memutuskan mengajak kaum muslimin untuk hijrah ke kota Yatsrib (Madinah). Meninggalkan kampung halaman yang dicintai, saudara dan harta benda, meninggalkan hukum jahiliah buatan manusia, demi menyelamatkan iman dan penyebaran dakwah Islam.
Dalam sistem demokrasi meniscayakan hukum dibuat oleh manusia, oleh para anggota dewan perwakilan rakyat. Dibuat hanya untuk kepentingan mereka, tidak peduli kalau aturan itu kelak menyengsarakan rakyat yang telah memilihnya. Salah satu contoh di negeri ini adalah RUU Omnibus Law atau Cipta Kerja, sekalipun ditentang sebagian besar rakyat, tetap akan disahkan oleh anggota dewan. Bahkan pemerintah sampai membayar para influencer, bersikeras untuk menggolkan RUU tersebut agar diterima oleh semua kalangan.
Hijrah Sejati Solusi Pandemi.
Islam adalah agama yang komprehensif. Di dalamnya terdapat solusi atas seluruh problematika kehidupan manusia. Begitu halnya pandemi virus Covid-19, bisa diputus penyebarannya hanya dengan menerapkan syariat Islam dalam sebuah sistem kenegaraan.
Dilansir dari Covid19.go.id, per tanggal 03 September 2020, 184.268 terkonfirmasi, 132.055 orang dinyatakan sembuh, dan 7.750 orang meninggal. Seharusnya jumlah yang sedemikian besar ini tidak harus terjadi, jika sejak awal pemerintah melakukan locdown atau karantina wilayah.
Terkait wabah, Islam telah mengajarkan sejak 14 abad lalu dengan ide karantina wilayah (lockdown) maupun karantina individu (social dintancing) untuk mengatasi wabah penyakit menular. Lebih rinci penanganan penderita wabah penyakit masa Rasulullah terangkum dalam kitab Nabil Thawil yang membahas tentang Rahasia Sehat Ala Rasulullah.
Dalam buku tersebut dijelaskan, setelah pasien diisolasi dalam ruang khusus atau karantina (Rasulullah membangun tembok di sekitar daerah yang terjangkit wabah). Penderita diperiksa secara detail, lalu dilakukan langkah-langkah pengobatan dengan pantauan ketat. Penderita baru boleh meninggalkan ruang isolasi ketika dinyatakan sudah sembuh total dan tanpa dipungut biaya sepeser pun.
Upaya berikutnya adalah dengan menggabungkan dua metode meliputi ikhtiar kauni (alam) dan ikhtiar syar’i. Langkah yang ditempuh dalam ikhtiar kauni. Pertama, membuat ruang khusus karantina. Kedua, me-lockdown atau menutup akses wilayah. Ketiga, meliburkan sekolah dan kantor di wilayah terwabah. Wilayah zona aman tetap melakukan aktifitas biasa. Keempat, negara mencukupi kebutuhan rakyat selama masa karant
Sabda Rasulullah Saw mempertegas keharusan melaksanaan ikhtiar kauni:
“Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah tersebut. Sebaliknya jika wabah terjadi ditempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR. Bukhari).
Sedangkan ikhtiar syar’i dapat dilakukan dengan taqarub kepada Allah Swt, memperbanyak shalat sunah, istighfar, berzikir, tilawah, shalawat, sedekah, dan me-revitalisasi amar ma’ruf nahi munkar agar digalakkan.
Peran Pemimpin
Ikhtiar memutus rantai penyebaran virus Corona dengan metode di atas, mustahil terlaksana tanpa adanya peran penguasa sebagai pemimpin negara, yaitu pemimpin yang menerapkan sistem kepemimpinan Islam (Khilafah).
Sudah saatnya para pemimpin di dunia hijrah ke dalam sistem yang berasal dari Zat Pemilik kehidupan, hijrah sejati. Dengan menerapkan Islam secara kaffah, agar keberkahan diturunkan dari langit dan bumi, sebagaimana janji-Nya.
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya."
(TQS. Al-A'Raf : 96).
Wallahu a’lam Bish Shawab.