Oleh : Triken Nuraeni Solihat
Menteri Agama menerapkan program sertifikasi penceramah mulai bulan ini. Ia menyatakan pada tahap awal bakal ada 8.200 orang yang akan mendapatkan sertifikasi penceramah. Program tersebut bertujuan untuk mencetak penceramah yang memiliki bekal wawasan kebangsaan dan menjunjung tinggi ideologi Pancasila serta mencegah penyebaran paham radikalisme di tempat Ibadah.
"Kemenag bentuk program penceramah bersertifikat. Akan kami mulai bulan ini. Tahap awal kami cetak 8200 orang," kata Fachrul dalam webinar 'Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara' di kanal Youtube Kemenpan RB, Rabu (2/9)
Tak hanya itu, Fachrul menyatakan potensi masuknya penyebaran ajaran prokhilafah bisa masuk melalui jalur lembaga pendidikan. Oleh karena itu ia meminta kewaspadaan terhadap para tenaga pengajar yang sudah terpapar paham khilafah. "Perlu di waspadai pembimbingnya, dosen-dosennya, harus bersih dari peluang radikalisme itu," kata Fachrul (cnnindonesia.com,/02/09/2020).
Adapun cara paham radikal masuk adalah melalui orang yang berpenampilan baik atau good looking dan memiliki kemampuan agama yang bagus. Si anak 'good looking' ini, kata Fachrul, jika sudah mendapat simpati masyarakat bisa menyebarluaskan paham radikal. "Cara masuk mereka gampang, pertama dikirimkan seorang anak yang good looking, penguasaan bahasa Arab bagus, hafiz, mulai masuk, ikut-ikut jadi imam, lama-orang orang situ bersimpati, diangkat jadi pengurus masjid. Kemudian mulai masuk temannya dan lain sebagainya, mulai masuk ide-ide yang tadi kita takutkan," ucapnya
Namun bagi Majelis Ulama Indonesia ucapan Menag terkait paham radikal masuk melalui orang berpenampilan menarik dan memiliki kemampuan agama yang baik dinilai sangat menyakitkan. "MUI minta agar Menag menarik semua tuduhannya yang tak mendasar karena itu sangat menyakitkan dan mencederai perasaan umat Islam yang sudah punya andil besar dalam memerdekakan negara ini dan mengisi kemerdekaan dengan karya nyata," kata Wakil Ketua MUI, Muhyiddin Junaidi (news.detik.com, /Jumat/04/09/2020).
Muhyiddin menambahkan, "Pernyataan tersebut justru menunjukkan ketidakpahaman Menag dan data yang tak akurat diterimanya. Seakan yang radikal itu hanya umat Islam dan para huffaz Al-Qur'an. Seharusnya Menag yang berlatar belakang militer lebih mengerti tentang peran umat Islam Indonesia dan menjadikannya sebagai rujukan untuk menciptakan stabilitas nasional, persatuan dan kemajuan di tengah kebhinekatunggalikaan. Menag harus banyak baca literatur yang benar, bukan ceramah yang disiapkan oleh pihak yang sengaja punya hidden agenda di negeri ini. Seharusnya ia berterima kasih dan membantu semua pihak yang mendorong proses islamisasi di kalangan generasi muda dan ghirah umat Islam yang ingin menghafal Al-Qur'an.
"Menag tak boleh mengeneralisir satu kasus yang ditemukan dalam masyarakat sebagai perilaku mayoritas umat Islam. Sejak jadi Menag, yang dijadikan kambinghitamkan adalah umat Islam. Ia sama sekali tak pernah menyinggung pengikut agama lain melakukan kerusakan bahkan menjadikan rumah ibadah sebagai tempat untuk mengkader para generasi anti-NKRI dan separatis radikalis yang jelas musuh bersama. Menag menghilangkan semua stigma negatif tentang umat Islam yang beramar makruf dan nahi munkar demi tegaknya keadilan dan kebenaran di negeri ini," tutur Muhyiddin lagi.
Disatu sisi Menag menyatakan khilafah bukan ide yang dilarang, namun anehnya pelakunya dilarang menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) , dicap sebagai penganut radikalisme dan dicekoki dengan Islam versi rezim melalui ulama-ulama bersertifikat. Semua ini menegaskan kebijakan Kemenag makin ngawur
sebagai leading sector penanganan radikalisme agama, Kemenag makin nampak menyerang Islam dan memojokkan pemeluk Islam yang taat pada syariat. Menegaskan agenda deradikalisasi rasanya hanya kedok belaka untuk menghambat kembali bangkitnya umat Islam.
Menag juga seharusnya tidak mengeneralisir satu kasus sebagai penentu perilaku mayoritas umat Islam. Deradekalisasi harusnya fokus pada pemberantasan oknum-oknum yang melakukan kerusakan separatis radikalis yang sudah jelas adalah musuh bersama. Bukan malah mengkambinghitamkan umat Islam, bahkan membuat stigma negatif tentang umat Islam yang beramar makruf nahi mungkar demi tegaknya kebenaran dan keadilan di Negeri ini. Hal seperti ini menggambarkan seakan deradekalisasi ini hanyalah kedok dari hidden Agenda para pemesan untuk mencegah kebangkitan umat Islam.
Dan kini umat pun harus sadar dan tercerahkan, jangan sampai terbawa stigma-stigma yang salah tentang agama Islam. Sudah saatnya kita mengambil sikap, belajar lebih dalam tentang Agama Islam dan menerapkannya secara kaffah dalam sistem kehidupan. Agar kita selamat baik di dunia maupun diakhirat. Wallahualam bishawab.
Tags
Opini