Good Looking, Penyesatan Opini Melalui Diksi




Oleh: Ida Royanti 
(Pegiat literasi, Founder Komunitas Aktif Menulis)


Resah! Itulah yang dirasakan masyarakat saat ini. Pasalnya, melalui Kementrian Agama Republik Indonesia, pemerintah kembali mengeluarkan pernyataan kontroversial terkait identifikasi radikal. Menurut Menteri Fachrul Razi dalam Webinar bertajuk Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara di kanal You Tube Kemenpan RB, Rabu (2/9), faham radikal masuk ke masjid-masjid yang ada di lingkungan pemerintah, BUMN dan di tengah masyarakat. Dengan mengirim seorang anak yang good looking, penguasaan Bahasa Arab bagus, hafiz (hafal Al-Quran).

Menanggapi pernyataan ini, wakil MUI, Muhyiddin Junaidi pada Jumat, (4/9/2020) meminta agar Menag menarik semua tuduhan yang tidak mendasar itu karena sangat menyakitkan dan menciderai perasan Umat Islam. Selama ini Umat Islam memiliki andil besar dalam memerdekakan negara dan mengisi kemerdekaan dengan karya nyata.

Protes keras juga datang dari anggota DPR, Fadli Zon. Menurutnya, Menag sudah dijangkiti islamophobia, tidak pantas menjadi Menteri Agama yang mengurus agama dimana Islam masuk di dalamnya. Ia meminta agar Jokowi segera mempertimbangkan untuk mengganti Fachrul Razi.

Sikap tegas dan protes keras itu sebetulnya bisa kita fahami bersama. Karena penyebutan radikal kepada orang yang berpenampilan baik khususnya ditujukan pada umat Islam tersebut sangatlah bernada tendensius dan arogan yang dapat menciderai perasaan umat Islam.

Menyoal Istilah Good Looking
Menurut kamus Merriam Webster, arti dari good looking adalah Having a pleasing or attractive appearance. Dalam Bahasa Indonesia, kalimat ini diterjemahkan Mempunyai penampilan yang menarik.
Penampilan yang baik adalah bagian dari akhlak mulia seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah. Sifat ini tidak bisa tampak secara otomatis pada seseorang kecuali orang itu melakukan suatu perbuatan. 

Ketika seseorang melakukan perbuatan yang baik, maka yang tampak pada orang itu adalah akhlak yang baik. Sebaliknya, jika seseorang melakukan perbuataan yang buruk, maka yang tampak adalah akhlak yang buruk.

Dalam Islam, standar baik dan buruk tidak ditentukan oleh manusia, tapi dikembalikan pada Hukum Syara. Karena itu, seseorang yang senantiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, maka akan tampak padanya akhlak yang baik. 

Salah satu penampakannya adalah berpenampilan menarik atau good looking. Dengan demikian, penampilan yang baik adalah cerminan dari sikap takwa yang muncul pada setiap muslim yang senantiasa berpegang teguh pada Syariat Allah.

"Barangsiapa banyak mengerjakan shalat di malam hari, wajahnya akan berseri (tampan) di pagi hari", (HR. Imam Ibnu Majah)
Artinya, ketakwaan seseorang akan memunculkan aura positif sehingga ia tampak bagus dan enak dipandang. Penampilan yang baik akan memberikan energi positif bagi diri sendiri maupun orang lain.

Dengan demikian, ia akan merasa percaya diri dan senantiasa membuat orang lain merasa nyaman dan tidak was-was ketika berada di dekatnya. Dari sini jelas, bahwa good looking atau penampilan yang bagus merupakan perkara yang baik menurut timbangan Syariat.

Namun, dalam timbangan pemerintah justru itulah radikal. Stigmatisasi massif yang mengaitkan antara radikal dengan Islam membuat publik merasakan bahwa radikal identik dengan identitas Islam dan ajarannya seperti jihad, intoleran, Khilafah, cadar, jenggot dan lain-lain.

Stigmatisasi buruk seperti ini tentu membahayakan masa depan Umat Islam dan rakyat Indonesia ke depan. Penjungkirbalikan nilai dengan mengaitkan ketaatan beragama dengan radikalisme lama-lama akan menjadi bom waktu yang bisa menghancurkan Ukhuwah Islamiyah dan persatuan Umat Islam

Apa yang harus dilakukan oleh umat?
Pertama, mewaspadai setiap propaganda yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam baik melalui diksi-diksi menyesatkan seperti framing good looking atau pun propaganda lain yang mengarah pada perpecahan umat dan menjauhkan kaum Muslimin dari Islam secara keseluruhan

Kedua, tetap berpegang pada Syariat Islam dengan menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya tanpa khawatir dengan propaganda menyesatkan melalui pilihan diksi apa pun. Dengan demikian, akan terpancar pada dirinya penampilan yang baik sebagai salah satu perwujudan akhlakul karimah.

Ketiga, meningkatkan kepekaan serta kepedulian terhadap sesama Kaum Muslimin. Umat Islam adalah satu tubuh, maka sudah selayaknya saling mendukung dan membantu satu sama lain. 

Dengan demikian, akan tercipta keharmonisan hubungan di tengah-tengah masyarakat yang mengarah pada kedamaian dan persatuan umat.


Keempat, tidak berprasangka buruk bahkan terprovokasi pada sesama kaum muslimin dari propaganda buruk melaui diksi-diksi tendensius seperti ini.

Kelima, meningkatkan kualitas diri dengan edukasi mandiri dan Kaffah, untuk meningkatkan kesadaran politik. Dengan kesadaran politik yang tinggi, kaum Muslimin akan selalu waspada dan tidak mudah termakan propaganda yang ditujukan untuk menghancurkan eksistensi Islam dan kaum Muslimin. Wallahu alam bishshowb.


Goresan Pena Dakwah

ibu rumah tangga yang ingin melejitkan potensi menulis, berbagi jariyah aksara demi kemuliaan diri dan kejayaan Islam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak