Pernyataan kontroversi belum lama ini kembali dilontarkan oleh Menteri Agama Fachrul Razi. Fachrul mengungkapkan bahwa institusi pemerintahan memiliki banyak peluang untuk disusupi paham radikal. Caranya diawali dengan mengirimkan anak ‘good looking’ untuk mendapatkan simpati, seperti seorang anak yang menguasai bahasa Arab dan hafal Alqur'an atau hafiz.
Sebelumnya, pernyataan Menag Fachrul Razi terkait strategi paham radikal masuk di lingkungan ASN dan masyarakat itu disampaikan di acara webinar bertajuk 'Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara', yang disiarkan di YouTube KemenPAN-RB, Rabu (2/9/2020).
Cara paham radikal masuk adalah melalui orang yang berpenampilan baik atau good looking dan memiliki kemampuan agama yang bagus. Si anak 'good looking' ini, kata Fachrul, jika sudah mendapat simpati masyarakat bisa menyebarluaskan paham radikal.
"Cara masuk mereka gampang, pertama dikirimkan seorang anak yang good looking, penguasaan bahasa Arab bagus, hafiz, mulai masuk, ikut-ikut jadi imam, lama-lama orang-orang situ bersimpati, diangkat jadi pengurus masjid. Kemudian mulai masuk temannya dan lain sebagainya, mulai masuk ide-ide yang tadi kita takutkan," ucap Fachrul.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi menarik ucapannya terkait paham radikal masuk melalui orang berpenampilan menarik atau good lookingdan memiliki kemampuan agama yang baik. MUI menilai pernyataan Fachrul itu sangat menyakitkan.
“MUI minta agar Menag menarik semua tuduhannya yang tak mendasar karena itu sangat menyakitkan dan mencederai perasaan umat Islam yang sudah punya andil besar dalam memerdekakan negara ini dan mengisi kemerdekaan dengan karya nyata,” kata Wakil Ketua MUI, Muhyiddin Junaidi, kepada wartawan, Jumat (4/9/2020), seperti dikutip detikcom.
Muhyiddin lantas menyinggung pemahaman Menag Fachrul Razi tentang isu-isu radikal. Jangan sampai, kata Muhyiddin, Fachrul mendukung para pihak yang mempunyai agenda terselubung.
“Pernyataan tersebut justru menunjukkan ketidakpahaman Menag dan data yang tak akurat diterimanya. Seakan yang radikal itu hanya umat Islam dan para huffaz Al-Qur’an. Seharusnya Menag yang berlatar belakang militer lebih mengerti tentang peran umat Islam Indonesia dan menjadikannya sebagai rujukan untuk menciptakan stabilitas nasional, persatuan dan kemajuan di tengah kebinekatunggalikaan,” kata Muhyiddin, yang juga Ketua Hubungan Kerja Sama Internasional PP Muhammadiyah.
“Menag harus banyak baca literatur yang benar, bukan ceramah yang disiapkan oleh pihak yang sengaja punya hidden agenda di negeri ini. Seharusnya ia berterima kasih dan membantu semua pihak yang mendorong proses islamisasi di kalangan generasi muda dan ghirah umat Islam yang ingin menghafal Al-Qur’an,” sambung Muhyiddin.
Muhyiddin juga menyindir Fachrul yang dianggap kerap menyudutkan umat Islam sejak menjabat Menag. Padahal, kata Muhyiddin, ada pengikut agama lain juga yang melakukan gerakan radikal.
“Menag tak boleh mengeneralisir satu kasus yang ditemukan dalam masyarakat sebagai perilaku mayoritas umat Islam. Sejak jadi Menag, yang dijadikan kambinghitamkan adalah umat Islam. Ia sama sekali tak pernah menyinggung pengikut agama lain melakukan kerusakan bahkan menjadikan rumah ibadah sebagai tempat untuk mengkader para generasi anti-NKRI dan separatis radikalis yang jelas musuh bersama. Menag menghilangkan semua stigma negatif tentang umat Islam yang beramar makruf dan nahi munkar demi tegaknya keadilan dan kebenaran di negeri ini,” tutur Muhyiddin.
Secara bahasa good looking bermakna ganteng, cakep, bagus, tampan dan yang semisalnya. Intinya kata ini ingin menggambarkan tentang penampilan yang menarik dan enak dilihatnya.
Bila kita mentadabburi Alquran surat Ar-Ruum ayat 30, kita akan memahami bahwa Allah SWT menanamkan fitrah dalam jiwa kita. Dan salah satu fitrah insaniyah kita adalah sangat suka pada keindahan. Karena dengan keindahan, hidup akan terasa senang, nyaman dan tenteram. Berpenampilan rapi, bagus sehingga enak dilihat itu adalah suatu keindahan. Dan Allah SWT itu Maha Indah serta suka dengan keindahan, sebagaimana hadits berikut ini:
“Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada kesombongan seberat biji jagung. Ada yang bertanya:” Sesungguhnya setiap orang suka—memakai— baju yang bagus/indah, dan sandal/alas kakinya juga bagus/indah (apakah ini termasuk sombong). Rasul SAW bersabda:” Sesunggguhnya Allah itu indah dan suka pada keindahan, kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.” ( *Fath al-Bari Syarah Shohih Imam Bukhori*, halaman 271, dikutip hadits dari riwayat Muslim).
Di hadits lain disebutkan:
“Sesungguhnya Allah suka melihat adanya (tampaknya) bekas nikmat yang Allah anugerahkan kepada hamba-Nya. ( Imam an-Nawawi, *Riyadh al-Sholihin* Hadits no.803)
Dari hadits-hadits di atas, terlihat betapa Islam sangat memperhatikan penampilan. Kita dianjurkan untuk berpenampilan dengan bagus. Penampilan bagus ini tidak hanya terkait dengan penampilan fisik tapi juga hati. Artinya penampilan fisik kita dilandasi dengan hati yang juga bagus, oleh karenanya hadits di atas dikaitkan dengan sifat sombong. Selama kita berpenampilan bagus, dengan memakai pakaian yang bersih, rapi dan juga bagus—tidak mesti mahal— sebagai perwujudan rasa syukur atas nikmat yang Allah SWT anugerahkan. Tidak mengapa, selama niatnya bersyukur lillahi ta’ala dan tidak ada rasa sombong serta tidak melanggar syari’at-Nya.
Jadi, dalam berpenampilan seorang muslim juga memperhatikan hatinya jangan sampai penampilan fisiknya indah tetapi hatinya tidak. Karena, walau bagaimanapun amalan hati sangat berpengaruh pada amalan atau penampilan fisik. Bahkan dalam hadits dikatakan bahwa Allah SWT tidak hanya memandang fisik-lahiriah kita, tapi hati kita juga dipandang. Dan kita jangan terbuai dengan penampilan fisik yang mengabaikan hati. Perbaiki tampilan hati, insyaaAllah baik pula tampilan fisik—meminjam istilah dalam dunia kecantikan ada yang namanya inner beauty. Dalam satu hadits Rasul SAW bersabda: “
“Ingatlah sesungguhnya di dalam jasad terdapat segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik maka baik pula seluruh jasad, namun apabila segumpal daging itu rusak maka rusak pula seluruh jasad. Perhatikanlah, bahwa segumpal daging itu adalah hati. ( HR. Bukhori-Muslim).
Oleh karenanya kita tata hati kita, karena apa yang tampak secara zahir merupakan aktualisasi dari apa yang ada pada batin/hati, sebagaimana Hikam Athoillah as-sakandariy mengatakan:
مَا اسْتُودِعَ فِي غَيْبِ السَّرَائِرِ ظَهَرَ فِي شَهَادَةِ الظَّوَاهِرِ
“Apa yang tersimpan dalam kegaiban batin/hati, akan teraktualisasikan pada zahirnya.”
Namun, jangan juga hanya fokus melulu pada amalan hati, tapi lalai pada amalan fisik. Hendaknya kedua-duanya harus diperhatikan. Karena amalan hati hakikatnya hanya kita dan Allah SWT yang tahu. Manusia umumnya hanya melihat yang zahir, yang tampak. Oleh karena itu, Rasul SAW juga mendorong umatnya untuk memperhatikan hal-hal yang bersifat lahiriah. Dan dalam konteks pembahasan kita adalah penampilan kita yang memang dilihat orang lain. Mengapa? Karena, penampilan tersebut disamping untuk kepentingan kita secara pribadi juga untuk kepentingan orang lain dan agama kita. Jangan sampai penampilan fisik kita yang kumuh, tidak rapi dan tidak bagus, mengganggu orang lain dan membuat izzah/kemuliaan Islam turun karena penampilan kita tersebut.
Demikian pentingnya penampilan yang baik, dalam satu riwayat Rasulullah SAW pernah menunjukkan sikap tidak suka saat melihat seorang muslim yang tampilannnya kurang baik dimana orang tersebut mengenakan pakaian yang kotor. Jabir bin Abdullah ra. Bercerita bahwa Rasulullah SAW mendatangiku:
“Beliau melihat seorang lelaki yang acak-acakan rambutnya. Rasulullah bersabda, ‘Tidakkah orang ini mendapatkan sesuatu untuk merapikan rambutnya?’ Kemudian beliau melihat seorang lelaki yang kotor pakaiannya. Beliau bersabda, ‘Tidakkah orang ini mendapatkan air untuk mencuci pakaiannya?‘” (HR Abu Dawud dan An-Nasa’i).
Dalam surat Al-A’raf juga dijelaskan agar kita berpakaian yang bersih dan bagus:
“Wahai anak-anak Adam! Kenakanlah pakaian yang menutupi aurat dan mempercantik penampilan kalian, yaitu pakaian yang bersih dan suci, ketika kalian menunaikan salat dan melaksanakan tawaf. Makanlah dan minumlah apa saja yang baik yang dihalalkan oleh Allah, tetapi jangan berlebih-lebihan dan jangan melampaui batasan yang wajar dalam hal itu. Dan jangan beralih dari yang halal menuju yang haram. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” ( Q.S Al-A’raf : 31)
Ayat di atas sangat jelas, betapa Allah SWT memerintahkan kita untuk berpakaian indah setiap memasuki masjid dan hendak menunaikan sholat. Dengan demikian, sejatinya seorang muslim tidak pantas untuk berpakaian kumuh dan kotor. Tapi, juga jangan berlebih-lebihan yang akhirnya menimbulkan kesombongan. Untuk itulah seorang muslim disunnahkan untuk mandi, berwudhu, menggosok gigi dan berpakaian rapi serta memakai minyak wangi, terutama ketika akan berkumpul dengan banyak orang, misalnya sholat Jum’at berjamaah:
إذا جاء أحدكم إلى الجمعة فليغتسل
“Apabila salah seorang diantara kalian pergi sholat Jum ‘at hendaknya dia mandi.” (HR. Bukhori-Muslim).
“Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at, membersihkan diri semampunya, memakai minyak rambut, atau memakai minyak wangi kemudian keluar menuju sholat Jum’at dengan tidak memisahkan antara dua orang (di tempat duduk mereka di dalam masjid), lalu sholat semampunya dan diam ketika imam (khatib) berbicara/berkhutbah kecuali diampuni baginya dosa di antara Jum’at itu dengan Jum’at lainnya.” (H.R. Al-Bukhari).
Akhirnya, bila kita ingin mengikuti Sunnah Rasul SAW, alangkah indahnya kita memperindah penampilan sehingga kita menjadi pribadi yang ‘good looking.’ Sebagaimana hadits berikut:
“Jika kalian mengunjungi saudaramu maka perbaikilah kendaraanmu dan perindahlah pakaianmu, sehingga seolah kalian bagaikan tahi lalat (kesan keindahan yang mudah dikenali) diantara manusia. Sesungguhnya Allah tidak menyukai hal-hal yang buruk” (HR. Abu Dawud)
Islam telah menjadikan diri Rasulullah SAW dan para shahabatnya sebagai orang-orang yang berkepribadian Islam yang paripurna dan kokoh, sebagai teladan tepat bagi seluruh kaum Muslimin. Tidak ada contoh terbaik selain mereka dan orang-orang yang juga mencontoh mereka. Karenanya, seorang Muslim haram menjadikan kepribadian Barat sebagai teladan bagi standarisasi kepribadian yang mulia dan kepribadian yang buruk.
Seseorang yang memiliki syakhshiyah Islamiyah yang tangguh akan tampil mulia di tengah masyarakat dengan sifat-sifat khas dan unik. Di mana ia berada akan menjadi pusat perhatian karena ketinggian ilmu dan kekuatan jiwanya. Inilah pentingnya juga bagi kita untuk menyeimbangkan ‘good looking’ dengan ‘smart thinking.’ Allah SWT telah menggambarkan sosok-sosok pribadi muslim itu dalam berbagai ayat Al-Quran, antara lain :
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku´ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS Al Fath : 29)
Begitu pula sebagaimana yang tercantum pada QS. At-Taubah : 100, Al Mukminun :1-11, Al-Furqon : 63-74.
Jika menilik sejarah tentang kehidupan para shahabat dan tabi’in, akan didapati banyak contoh teladan yang baik untuk diambil sebagai sosok yang mumpuni dalam mengelola ‘good looking with smart thinking.’
Abu Ubaidah bin Jarrah merupakan salah seorang shahabat yang demikian teguh keimanannya. Beliau pantas menduduki jabatan Khalifah, sehingga Abu Bakar sendiri pernah mencalonkannya sebagai Khalifah dan menunjuknya ketika terjadi musyawarah di Tsaqifah Bani Sa’idah. Hal ini mengingat keahlian dan keamanahannya. Abu Ubaidah termasuk salah seorang shahabat yang menguasai dan hafal seluruhnya Al-Quran. Beliau mempunyai sifat amanah sehingga Rasulullah SAW memujinya.
“Sesungguhnya setiap ummat mempunyai orang yang terpercaya dan orang yang terpercaya dalam ummatku adalah Abu Ubaidah” (HR. Bukhari).
Selain itu Beliau memiliki sifat terpuji, lapang dada dan tawadlu’. Sangat tepatlah apabila Khalifah Abu Bakar mengangkatnya sebagai pengelola Baitul Maal dan pada saat yang lain beliau dipercaya sebagai komandan pasukan untuk membebaskan Syam.
Di kalangan shahabat terkenal pula seorang dermawan bernama Thalhah bin Zubeir, yang oleh Rasulullah SAW pernah dijuliki Thalhah bin Khair (Talhah yang baik) dalam Perang Uhud. Karena kedermawanannya ia juga mendapat gelar-gelar lain yang serupa, semisal Thalhah Fayyadl (Talhah yang pemurah) pada saat Perang Dzul ‘Asyiroh, dalam Perang Khaibar. Beliau sering menyembelih unta untuk dibagikan kepada rakyat dan selalu menyediakan air untuk kepentingan umum. Beliau tak pernah lupa memenuhi kebutuhan setiap orang faqir yang ada di sekeliling kaumnya (Bani Tim) dan selalu melunasi hutang-hutang mereka.
Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap nabi mempunyai hawariy (pendamping) dan hawariku adalah Zubeir” (HR. Ahmad dengan isnad Hasan dalam “Al-Musnad” jilid I/89, dan Al-Hakim “Al-Mustadrak”, jilid III/462).
Beliau tidak pernah absen dalam setiap peperangan sejak masa Nabi SAW sehingga masa Khalifah Utsman bin Affan. Demikian tinggi semangat jihadnya sehingga dengan lapang dada beliau menjual rumahnya untuk kepentingan jihad fi sabilillah.
Begitu pula dengan Abdurrahman bin Auf. Beliau adalah seorang dermawan yang memberikan sebagian besar hartanya untuk kepentingan jihad fi sabilillah, Az-Zuhri telah meriwayatkan.
“Abdurrahman bin Auf menanggung seluruh ahli Madinah. 1/3 penduduknya diberi pinjaman, 1/3 lainnya membayar pinjamannya, sedangkan 1/3 sisanya diberikan sebagai pemberian” (Lihat “Siar A’lam An-Nubala”, karangan Imam Adz-Dzahabi jilid I/88).
Di antara shahabat yang mempunyai keahlian di bidang pemerintahan dan perencanaan tata kota dalah Utbah bin Hazwan. Beliau diangkat oleh Umar bin Khaththab sebagai wali sekaligus menata Kota Basrah. Ada pula shahabat yang terkenal ahli berpidato adalah Tsabit bin Qo’is, Abdullah bin Rawabah, Hasan bin Tsabit dan Ka’ab bin Malik. Dan tidak ketinggalan, shahabat Utsman bin Affan yang terkenal dengan sifat pemalunya, sampai-sampai Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya malaikatpun merasa malu kepadanya”
Shahabat Khabab bin Mudzir, terkenal dengan kecermatan pendapatnya sehingga digelari Dzir Ro’yi (intelektual).
Masih ada empat orang shahabat yang terkenal kecerdikannya, yaitu Mua’wiyah bin Abu Sufyan yang memiliki jiwa tenang dan lapang dada, Amr bin Ash yang ahli memecahkan masalah pelik dan cepat berfikirnya, Mughiroh bin Syu’bah yang mampu memecahkan masalah besar dan genting, serta Ziyad yang ahli dalam menghadapi masalah kecil maupun besar.
Selain itu di masa shahabat terdapat seorang shahabat yang mampu berbicara dalam seratus bahasa. Ini merupakan kemampuan yang tak tertandingi oleh bangsa atau umat manapun hingga kini. Beliau adalah Abdullah bin Zubeir.
Adapun shahabat Zaid bin Tsabit mempunyai keahlian dalam bidang qadha atau kehakiman dan fatwa. Shahabat yang ahli dalam masalah pengkajian kitab Taurat adalah Abdullah bin Amr bin Ash dan Abil Jalad Al-Jauli.
Di masa shahabat, ilmu astronomi telah dikenal. Shahabat masyhur di bidang ini adalah Rabi’ bin Ziyad, sampai-sampai Ibnu Jahar dalam bukunya Al-Ishobah mengatakan :
“Tidak ada seorangpun, baik itu Arab maupun bukan (‘ajam), yang ahli di bidang ini selain Rabi’ bin Ziyad.”
Pada masa tabi’in tersebutlah Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah yang ahli dalam berbagai cabang ilmu di kalangan Quraisy. Lebih spesifik lagi, keahlian beliau disebutkan dalam buku Walfiyat Al-A’yan karangan Ibnu Malikan jilid I/168 :
“Beliau memiliki keahlian dalam bidang teori kimia dan kedokteran”.
Beliaupun banyak menerjemahkan berbagai literatur mengenai astronomi, kedokteran dan kimia (lihat Al-Jahis, At-Tibyan, jilidI/126).
Masih banyak lagi shahabat yang memiliki kemampuan dan keahlian dalam berbagai disiplin ilmu. Mengapa bisa demikian? Hal ini dikarenakan, sistem kehidupan yang menaungi mereka pada saat itu dihiasi dengan syari’at Islam. Sehingga, tidak mengherankan jika terlahir para generasi gemilang.
Munculnya generasi ‘good looking ala Nabi SAW’ di tengah-tengah sistem demokrasi yang rusak dan merusak saat ini, seharusnya menjadi kebanggaan tersendiri bagi pemerintah. Sangat disayangkan, ternyata hal ini justru dijadikan sebagai stigma negatif.
Akhirnya, bila kita ingin mengikuti Sunnah Rasul SAW, alangkah indahnya kita memperindah penampilan sehingga kita menjadi pribadi yang ‘good looking.’ Sebagaimana hadits berikut:
“Jika kalian mengunjungi saudaramu maka perbaikilah kendaraanmu dan perindahlah pakaianmu, sehingga seolah kalian bagaikan tahi lalat (kesan keindahan yang mudah dikenali) diantara manusia. Sesungguhnya Allah tidak menyukai hal-hal yang buruk” (HR. Abu Dawud)
Islam telah menjadikan diri Rasulullah SAW dan para shahabatnya sebagai orang-orang yang berkepribadian Islam yang paripurna dan kokoh, sebagai teladan tepat bagi seluruh kaum Muslimin. Tidak ada contoh terbaik selain mereka dan orang-orang yang juga mencontoh mereka. Karenanya, seorang Muslim haram menjadikan kepribadian Barat sebagai teladan bagi standarisasi kepribadian yang mulia dan kepribadian yang buruk.
Seseorang yang memiliki syakhshiyah Islamiyah yang tangguh akan tampil mulia di tengah masyarakat dengan sifat-sifat khas dan unik. Di mana ia berada akan menjadi pusat perhatian karena ketinggian ilmu dan kekuatan jiwanya. Inilah pentingnya juga bagi kita untuk menyeimbangkan ‘good looking’ dengan ‘smart thinking.’ Allah SWT telah menggambarkan sosok-sosok pribadi muslim itu dalam berbagai ayat Al-Quran, antara lain :
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku´ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS Al Fath : 29)
Begitu pula sebagaimana yang tercantum pada QS. At-Taubah : 100, Al Mukminun :1-11, Al-Furqon : 63-74.
Jika menilik sejarah tentang kehidupan para shahabat dan tabi’in, akan didapati banyak contoh teladan yang baik untuk diambil sebagai sosok yang mumpuni dalam mengelola ‘good looking with smart thinking.’
Abu Ubaidah bin Jarrah merupakan salah seorang shahabat yang demikian teguh keimanannya. Beliau pantas menduduki jabatan Khalifah, sehingga Abu Bakar sendiri pernah mencalonkannya sebagai Khalifah dan menunjuknya ketika terjadi musyawarah di Tsaqifah Bani Sa’idah. Hal ini mengingat keahlian dan keamanahannya. Abu Ubaidah termasuk salah seorang shahabat yang menguasai dan hafal seluruhnya Al-Quran. Beliau mempunyai sifat amanah sehingga Rasulullah SAW memujinya.
“Sesungguhnya setiap ummat mempunyai orang yang terpercaya dan orang yang terpercaya dalam ummatku adalah Abu Ubaidah” (HR. Bukhari).
Selain itu Beliau memiliki sifat terpuji, lapang dada dan tawadlu’. Sangat tepatlah apabila Khalifah Abu Bakar mengangkatnya sebagai pengelola Baitul Maal dan pada saat yang lain beliau dipercaya sebagai komandan pasukan untuk membebaskan Syam.
Di kalangan shahabat terkenal pula seorang dermawan bernama Thalhah bin Zubeir, yang oleh Rasulullah SAW pernah dijuliki Thalhah bin Khair (Talhah yang baik) dalam Perang Uhud. Karena kedermawanannya ia juga mendapat gelar-gelar lain yang serupa, semisal Thalhah Fayyadl (Talhah yang pemurah) pada saat Perang Dzul ‘Asyiroh, dalam Perang Khaibar. Beliau sering menyembelih unta untuk dibagikan kepada rakyat dan selalu menyediakan air untuk kepentingan umum. Beliau tak pernah lupa memenuhi kebutuhan setiap orang faqir yang ada di sekeliling kaumnya (Bani Tim) dan selalu melunasi hutang-hutang mereka.
Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap nabi mempunyai hawariy (pendamping) dan hawariku adalah Zubeir” (HR. Ahmad dengan isnad Hasan dalam “Al-Musnad” jilid I/89, dan Al-Hakim “Al-Mustadrak”, jilid III/462).
Beliau tidak pernah absen dalam setiap peperangan sejak masa Nabi SAW sehingga masa Khalifah Utsman bin Affan. Demikian tinggi semangat jihadnya sehingga dengan lapang dada beliau menjual rumahnya untuk kepentingan jihad fi sabilillah.
Begitu pula dengan Abdurrahman bin Auf. Beliau adalah seorang dermawan yang memberikan sebagian besar hartanya untuk kepentingan jihad fi sabilillah, Az-Zuhri telah meriwayatkan.
“Abdurrahman bin Auf menanggung seluruh ahli Madinah. 1/3 penduduknya diberi pinjaman, 1/3 lainnya membayar pinjamannya, sedangkan 1/3 sisanya diberikan sebagai pemberian” (Lihat “Siar A’lam An-Nubala”, karangan Imam Adz-Dzahabi jilid I/88).
Di antara shahabat yang mempunyai keahlian di bidang pemerintahan dan perencanaan tata kota dalah Utbah bin Hazwan. Beliau diangkat oleh Umar bin Khaththab sebagai wali sekaligus menata Kota Basrah. Ada pula shahabat yang terkenal ahli berpidato adalah Tsabit bin Qo’is, Abdullah bin Rawabah, Hasan bin Tsabit dan Ka’ab bin Malik. Dan tidak ketinggalan, shahabat Utsman bin Affan yang terkenal dengan sifat pemalunya, sampai-sampai Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya malaikatpun merasa malu kepadanya”
Shahabat Khabab bin Mudzir, terkenal dengan kecermatan pendapatnya sehingga digelari Dzir Ro’yi (intelektual).
Masih ada empat orang shahabat yang terkenal kecerdikannya, yaitu Mua’wiyah bin Abu Sufyan yang memiliki jiwa tenang dan lapang dada, Amr bin Ash yang ahli memecahkan masalah pelik dan cepat berfikirnya, Mughiroh bin Syu’bah yang mampu memecahkan masalah besar dan genting, serta Ziyad yang ahli dalam menghadapi masalah kecil maupun besar.
Selain itu di masa shahabat terdapat seorang shahabat yang mampu berbicara dalam seratus bahasa. Ini merupakan kemampuan yang tak tertandingi oleh bangsa atau umat manapun hingga kini. Beliau adalah Abdullah bin Zubeir.
Adapun shahabat Zaid bin Tsabit mempunyai keahlian dalam bidang qadha atau kehakiman dan fatwa. Shahabat yang ahli dalam masalah pengkajian kitab Taurat adalah Abdullah bin Amr bin Ash dan Abil Jalad Al-Jauli.
Di masa shahabat, ilmu astronomi telah dikenal. Shahabat masyhur di bidang ini adalah Rabi’ bin Ziyad, sampai-sampai Ibnu Jahar dalam bukunya Al-Ishobah mengatakan :
“Tidak ada seorangpun, baik itu Arab maupun bukan (‘ajam), yang ahli di bidang ini selain Rabi’ bin Ziyad.”
Pada masa tabi’in tersebutlah Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah yang ahli dalam berbagai cabang ilmu di kalangan Quraisy. Lebih spesifik lagi, keahlian beliau disebutkan dalam buku Walfiyat Al-A’yan karangan Ibnu Malikan jilid I/168 :
“Beliau memiliki keahlian dalam bidang teori kimia dan kedokteran”.
Beliaupun banyak menerjemahkan berbagai literatur mengenai astronomi, kedokteran dan kimia (lihat Al-Jahis, At-Tibyan, jilidI/126).
Masih banyak lagi shahabat yang memiliki kemampuan dan keahlian dalam berbagai disiplin ilmu. Mengapa bisa demikian? Hal ini dikarenakan, sistem kehidupan yang menaungi mereka pada saat itu dihiasi dengan syari’at Islam. Sehingga, tidak mengherankan jika terlahir para generasi gemilang.
Munculnya generasi ‘good looking with smart thinking ala Nabi SAW’ di tengah-tengah sistem demokrasi yang rusak dan merusak saat ini, seharusnya menjadi kebanggaan tersendiri bagi pemerintah. Namun sangat disayangkan, justru mereka mendapatkan stigma negatif dan dianggap radikal serta membahayakan.
Kehadiran generasi ‘good looking with smart thinking ala Nabi SAW’ sangatlah dibutuhkan. Dengan harapan yang sangat besar, dari tangan-tangan merekalah sebuah peradaban mulia, yaitu peradaban Islam bisa kembali ditegakkan di muka bumi ini. Sejarah telah membuktikan, betapa Islam pernah berjaya dalam kurun waktu 13 abad lamanya. Sehingga, tak perlu ragu lagi untuk bersama merapatkan barisan dalam perjuangan agar syari’at Islam bisa segera diterapkan serta mengantarkan pada kegemilangan.
Wallahu a’lam bishowab.