Efektifkah Menghalau Penyebaran Covid-19 dengan PSBB?




Oleh Rifdatun Aliyah



Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperketat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bisa berimplikasi luas. Termasuk kemungkinan bertambahnya kelompok masyarakat yang terdampak sehingga membutuhkan bantuan sosial (bansos).

Menteri Sosial Juliari P. Batubara menyatakan muncul kebutuhan penanganan terhadap masyarakat yang terdampak dalam bentuk bantuan sosial, tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. (news.detik.com/13/09/2020).

PSBB Jakarta juga disikapi negatif baik oleh pengusaha maupun Kemenko Perekonomian. Airlangga Hartanto menyebut penyataan Anies Baswedan saat mengumumkan PSBB ketat itu berdampak negatif pada pasar modal dan pasar uang. Laju IHSG sempat turun. Sehingga PSBB juga dianggap akan menurunkan kembali pergerakan sektor ekonomi.

Pada masa pandemi ini, seakan bagaikan buah simalakama jika menerapkan kembali PSBB secara ketat. Di satu sisi, PSBB dapat mengurangi jumlah penderita covid-19 lantaran pergerakan manusia sangat dibatasi. Namun, disisi lain, roda perekonomian diambang kemerosotan karena pembatasan ruang gerak yang ketat. Ditambah lagi, belum ada jaminan bantuan sosial secara pasti ketika PSBB yang ketat diterapkan kembali. Lalu, apa yang salah dari penerapan PSBB ini? Adakah solusi lain terhadap permasalahan ini? 

Jika diamati lebih jauh, PSBB yang dapat menurunkan roda perekonomian merupakan PSBB yang menetapkan 'blanket lockdown' atau lockdown total. Selain itu, roda perekonomian yang berlangsung justru lebih bergantung kepada pasar non riil seperti bursa saham. Sehingga, kedua hal ini akan mematikan ekonomi dan menimbulkan masalah sosial pada area luas. Terlebih lagi ketika tidak ada jaminan total dari pemerintah terhadap efek dari 'blanket lockdown' tersebut. 

Padahal, dalam pandangan Islam, daerah yang harus mendapatkan pembatasan aktivitas atau karantina hanya daerah asal dari penyebaran wabah tersebut. Kalaupun tidak ada kejelasan titik asal penyebaran, maka harus dilakukan tes masal untuk menyisir dan memisahkan para penderita wabah. Sehingga mereka yang sakit dapat diisolasi dan disembuhkan. Sedangkan masyarakat yang sehat tetap menjalankan aktivitas guna menggerakkan roda perekonomian. 

Dalam pandangan Islam pula, negara sebagai penanggungjawab rakyat harus memberikan jaminan kebutuhan bagi mereka yang sakit maupun yang sedang diisolasi di wilayah wabah. Begitupula dengan masyarakat yang berada di luar wilayah wabah. Mereka mendapat hak ekonomi untuk tetap bekerja dan hak sosial untuk melakukan aktivitas muamalah tanpa ada rasa cemas akan keselamatan mereka. 

Karena bagaimanapun juga, kesehatan merupakan hak bagi setiap warga negara dimana negara harus menjaminnya. Negara tidak boleh menjadikan kesehatan sebagai komoditas yang bisa diperjualbelikan seperti yang dilakukan oleh sistem politik dan ekonomi kapitalisme. Sistem politik dan ekonomi kapitalisme terbukti telah membawa kesengsaraan bagi umat manusia. 

Warga negara harus berjuang sendiri untuk bertahan hidup melawan pandemi. Kalau sudah seperti ini, masihkah kita akan mempertahankan sistem kapitalisme yang rusak dan merusak? Bukankah ada sistem Islam yang merupakan solusi terbaik bagi umat manusia? Sudah saatnya kaum muslimin bangkit untuk memahami Islam lebih dalam sebagai pedoman hidup dalam segala aktivitas kehidupan termasuk dalam bernegara.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak