Oleh : Suci Hardiana Idrus
Betapa menyedihkannya nasib kaum Muslimin di berbagai belahan bumi. Penindasan demi penindasan mereka alami baik terhadap diri, keluarga, harta bahkan nyawa, mengancam kehidupan mereka. Hilangnya Khilafah sebagai perisai telah membuat umat Islam dilanda kezaliman yang tak manusiawi. Pengusiran dari tanah kelahiran, darah mereka tumpah tak berharga. Teriakannya tak didengar oleh penguasa-penguasa Muslim, dekat maupun jauh. Tak ada lagi umat yang satu tubuh seperti yang disabdakan Rasulullah. Perpecahan demi perpecahan membelenggu internal kaum muslim, sebagiannya tenggelam dalam lautan hedonisme. Penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati) menggerogoti tubuh kaum muslimin. Betapa menyedihkannya! Kemana perginya umat terbaik yang Allah sebutkan di dalam Al-Qur'an?
Kini, sebuah kezaliman terjadi lagi di Kirgistan. Sebuah negara yang terletak di Asia Tengah yang terkurung daratan dan pegunungan. Kirgizstan berbatasan dengan Kazakhstan di sebelah utara, Uzbekistan di barat, Tajikistan di barat daya dan Tiongkok di timur. Islam adalah agama yang paling dominan di Kirgistan: 80% dari populasi adalah Muslim, sementara 17% penduduk merupakan penganut Kristen Ortodoks Rusia dan 3% agama lain.
Melansir dari laman Facebook Fareastern Muslimah & Shariah, pada 22 Agustus 2020, Tanggal 27 Juni 2020, Komite Keamanan Nasional di Kirgistan menangkap 8 Muslimah yang tidak berbahaya di kota Naryn karena dicurigai merupakan anggota Hizbut Tahrir, sebuah partai politik Islam yang berjuang hanya melalui aktivitas-aktivitas politik sesuai dengan Sunnah Rasul (saw) untuk membangun sistem Islam - Khilafah yang berdasarkan metode kenabian. Rezim Kirgistan telah melarang partai ini dengan tuduhan yang tidak masuk akal, yakni bahwa Hizbut Tahrir adalah organisasi ekstremis, terlepas dari kenyataan bahwa ia tidak terlibat dalam satupun tindakan kekerasan, atau mendukung satu kasus terorisme sejak didirikannya.
Sebelumnya, di tahun 2015, hal yang serupa dialami oleh Muslim Kirgistan. Dikutip dari laman media hizbiindonesia.best, pada 6 Februari 2015, Lagi-lagi, kampanye penangkapan dilancarkan terhadap beberapa Muslimah—yang merupakan anggota partai politik Hizbut Tahrir—di kota Osh, Kirgistan. Pada tanggal 17 Januari, mobil yang membawa Mamatakrimova Gulnara masuk ke kota dihentikan dan digeledah. Pada saat itu, aparat keamanan mencarinya karena menemukan dirinya ada di dalam foto dan video dari telepon.
Sebagimana yang diketahui, demi menuruti tuduhan terhadap adiknya yang diajukan oleh Bagian X Staf di Kementerian Dalam Negeri di kota Osh dan dengan bekerja sama dengan badan-badan keamanan di wilayah Uzgen, pihak keamanan menggeledah rumah dari adik Mamatakrimova yang telah ditahan. Mereka juga menggeledah rumah dua orang saudara lainnya, yakni Tichaiva Dilara Hanim Aman Allaeva dan Tordykhonova Soraikhon Karimojanova. Selama pemeriksaan, polisi menyita sejumlah besar DVD dan bahan-bahan yang berisi ajaran Islam lainnya. Polisi juga kemudian memanggil mereka ke Kementerian Dalam Negeri.
Kebijakan pemerintah Kirgistan terhadap para ibu, saudara, dan anak perempuan mereka adalah kebijakan yang sama seperti yang dilakukan di Barat, Rusia, dan China.
Peristiwa penindasan semacam ini bukanlah yang pertama kali dialami saudari muslimah Kirgistan. Di tahun 2010, Pemerintah Kirgistan mengeluarkan undang-undang baru yang membatasi kegiatan kehidupan beragama di sana. Meski jumlah mereka adalah mayoritas, tak selalu menjamin adanya keamanan dan keadilan bagi mereka. Sebab negara yang dulunya menjalankan sistem sosialis, kini berbelok mengadopsi sistem sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan dan negara.
Banyak sekali rekam jejak intoleransi yang terjadi pada Islam, khususnya penganut yang ingin menjalankan syariat agamanya secara kaffah (menyeluruh). Di tahun 2007 saja, Pemerintah Kirgistan sudah menerapkan larangan jilbab di sekolah-sekolah di wilayah selatan. Akibatnya, sejumlah siswi yang memakai jilbab, terpaksa keluar bahkan putus sekolah.
Pada awal Maret 2009, Pemerintah Kirgistan kembali menegaskan soal pelarangan jilbab di institusi pendidikan ini. Damira Kudaibergenova, salah satu staf senior di Departemen Pendidikan berdalih bahwa Kirgistan adalah negara yang menganut sistem sekularisme. Ketika pilihan dihadapkan antara pendidikan dan kerudung, kami memilih pendidikan, ujarnya kepada kantor berita Reuters.
Lantas dimana lagi kita bisa melihat marwah seorang muslim dapat berdiri tegak? Bahkan disetiap negara ada saja muslim yang diperlakukan secara tidak adil. Baik dalam kehidupan sosial maupun sekedar menjalankan perintah agamanya sendiri yang tak merugikan orang lain. Mata apakah yang tak bisa melihat permusuhan terhadap Islam begitu tajam merampas hak-hak mereka dibelahan bumi manapun?
Kerusakan sistem Sosialisme maupun Kapitalisme telah banyak menyengsarakan kehidupan umat manusia khususnya umat Islam. Sebab sistem tersebut memang bukan dibuat dengan tujuan untuk menjalankan ketaatan kepada Allah yang menciptakan alam semesta. Sosialisme, dengan keangkuhannya tak mengakui adanya Tuhan, sedangkan Kapitalisme, memisahkan peranan Tuhan untuk mengatur kehidupan dan setiap aktivitasnya. Kedua sistem ini murni buatan manusia yang akal dan pengetahuannya terbatas, tak mampu memahami hakikat kehidupan dan manusia seluruhnya. Tak patut dijadikan standar aturan kehidupan.
Lain halnya dengan Islam. Tak hanya sekedar agama, tetapi merupakan sebuah sistem yang mengatur kehidupan manusia untuk senantiasa berada pada jalan yang diridhai Allah. Memastikan syariah-Nya memakmurkan bumi dan melimpahkan berkah atas manusia apabila aturan atau sistem yang berlandaskan akidah Islam diterapkan ditengah-tengah kehidupan. Semua itu hanya bisa berjalan dalam sebuah institusi negara/khilafah.
Disinilah pentingnya umat Islam mempunyai pemimpin. Tanpa kepemimpinan, agama Islam diolok-olokkan. Sehingga Islam tidak bisa ditegakkan dan syariat tidak bisa ditegakkan. Mengapa syariat dipermainkan? Karena umat Islam tidak menegakkan syariat. Kenapa syariat tidak bisa ditegakkan? Karena tidak adanya pemimpin yang bersungguh-sungguh menegakkannya di atas institusi negara Khilafah yang bertugas melindungi umat dan yang menghinakan Islam sebagaimana yang terjadi di Kirgistan. Saat ini, jangankan menolong mereka, memberi pembelaan saja tak terdengar suara-suara dari pemimpin-pemimpin muslim lainnya. Dimana kepekaan kita terhadap muslim di Kirgistan?
Wallahu'alam