Oleh : Sri Yulia Sulistyorini, S. Si (Anggota Forum Muslimah Peduli Ummat, Kabupaten Indramayu)
Lagi-lagi, demokrasi tampak cideranya. Impian akan terwujudnya pelaksanaan pilkada yang tertib, tampaknya hanya ilusi belaka. Berbagai potret buram pesta demokrasi di daerah pun menjadi bukti gagalnya demokrasi.
Ratusan Wartawan yang tergabung dalam Koalisi Pers untuk Demokrasi (KPUD) menggelar aksi unjuk rasa. Para demonstran menuntut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Kabupaten Indramayu, Ahmad Toni Fatoni, mengundurkan diri dari jabatannya.
Aksi ini merupakan buntut dari adanya pembatasan dan pengusiran wartawan pekan lalu saat pelaksanaan tahapan pendaftaran pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Indramayu (Zona Priangan, Senin, 14 September 2020).
Menanggapi unjuk rasa tersebut, Ahmad Fatoni tidak bisa menjanjikan untuk mundur dari ketua KPU. Akan tetapi, dia berjanji bahwa para wartawan akan diberikan keleluasaan dalam meliput berita terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Selain itu, para wartawan juga mengkritisi kegiatan yang ada pada pelaksanaan tahapan pencalonan pasangan bupati dan wakil bupati. Pasalnya, acara kesenian yang ditampilkan dinilai terlalu menghamburkan biaya. Sementara, biaya yang dipakai tentunya adalah uang rakyat yang harus dupertanggungjawabkan.
Begitulah, biaya demokrasi memang mahal. Ini belum ketika acara pelaksanaan pilkadanya. Untuk persiapan pencalonan saja sudah berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan?
Belum lagi biaya yang dikeluarkan oleh pasangan calon(paslon), mulai dari pendaftaran, kampanye, sponsor, dan pelaksanaan pilkadanya.
Pelaksanaan pilkada ini pun sangat rentan terjadinya money politik. Sehingga, yang kuat dananya, kemungkinan menang juga kuat. Tentu saja, para pemilik modal ini juga ingin meraup keuntungan lebih dari apa yang sudah dikeluarkannya. Karena, “tidak ada makan siang gratis”. Sehingga, Ketika pasangan calon(paslon) ini kelak menang, maka kepentingan para pemilik modal inilah yang harus menjadi prioritas untuk dipenuhi.
Belum lagi kasus kecurangan dalam pilkada, Berbagai pihak yang berkepentingan tentu tidak mau rugi. Maka, demi meraih kemenangan, mereka akan berupaya semaksimal mungkin agar pasangan calon(paslon) yang mereka usung bisa menang. Sehingga, berbagai cara pun dilakukan meskipun dengan menghalalkan segala cara. Saling jegal, menjelekkan, memfitnah bahkan melukai pun bisa kita jumpai pada perhelatan pemilihan umum tersebut.
Inilah potret buram demokrasi yang ada saat ini. Demokrasi yang katanya dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat sepertinya hanya omong kosong belaka. Yang ada adalah dari korporasi(pemilik modal), oleh korporasi, dan untuk korporasi. Sampai saat ini, belum pernah kita jumpai pelaksanaan demokrasi yang betul-betul seperti teorinya.
Beda halnya dengan Islam. Islam adalah sistem Kehidupan yang diturunkan oleh Allah SWT, Sang pemilik jagat raya ini. Islam adalah ideologi yang mengatur manusia dalam setiap kehidupannya, termasuk dalam hal memilih pemimpin. Memilih pemimpin dalam Islam tidak perlu mahal. Karena, baik yang memilih dan yang dipilih mengerti betul bahwa semua yang dilakukannya ada pertanggungjawabannya kepada Allah SWT.
Islam telah menetapkan masalah kepemimpinan sejak masa Rasulullah SAW dan dilanjutkan oleh khalifah-khalifah selanjutnya. Kepemimpinan dalam Islam adalah amanah, maka memilih pemimpin juga amanah. Suara ummat tak dapat dibeli. Ummat memilih semata-mata karena ingin melaksanakan hukum Allah. Begitu juga pemimpin yang terpilih, pelaksanaan hukum Allah dalam segala aspek pengaturan urusan ummat adalah tanggung jawab pemimpin.
Allah SWT berfirman dalam surat Al Ma'idah ayat 48:
فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ عَمَّا جَاءكَ مِنَ الْحَقِّ
“Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.”
Dalil Al Qur`an lainnya, adalah firman Allah SWT :
أَفَحُكۡمَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ يَبۡغُونَۚ وَمَنۡ أَحۡسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكۡمٗا لِّقَوۡمٖ يُوقِنُونَ ٥٠
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin” (QS. Al Maidah ayat 50)
Maka, ketika terbukti dengan gamblang kerapuhan demokrasi, sudah selayaknya ummat beralih menuju sistem Islam sebagai satu-satunya solusi.
Wallahu A'lam bisshowwab.