Oleh: Mustika Lestari
(Pemerhati Sosial)
Saat ini, narasi negatif radikalisme semakin massif digaungkan kepada umat Islam. Pasalnya, Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi meminta kepada seluruh kementerian dan lembaga pemerintahan untuk tidak menerima peserta yang memiliki pemikiran dan ide mendukung paham Khilafah sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (ASN). Ia juga meminta agar masyarakat yang mendukung ide Khilafah untuk tak perlu ikut bergabung kepada Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
“Pemikiran seperti itu [Khilafah] enggak usah diterima di ASN. Tapi kalau sudah diwaspadai sebaiknya enggak masuk ASN,” kata Fachrul dalam webinar “Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara” di kanal Youtube Kemenpan RB, Rabu (2/9).
Lebih lanjut, Fachrul menyadari bahwa paham Khilafah sendiri tidak dilarang dalam regulasi di Indonesia. Namun, ia menyatakan lebih baik penyebaran paham tersebut diwaspadai penyebarannya di tengah-tengah masyarakat (cnnindonesia.com, 2/9/2020).
Isu Radikalisme: Gorengan Lama Rezim
Tak bosan-bosan, bombardir narasi radikalisme terus dilayangkan dari berbagai arah kepada kaum Muslimin yang mempunyai ghiroh beramar ma’ruf nahi munkar kepada umat Islam, termasuk dari penguasa negeri ini. Tidak berselang lama, isu tersebut disasarkan kepada lembaga pendidikan PAUD, TK, pesantren, kemudian masjid hingga pegawai negeri yang mengenakan cadar maupun celana cingkrang. Dan kini muncul wacana terbaru, yang tidak masuk akal bahwa paham radikalisme yang berbahaya berkembang melalui orang yang berpenampilan baik (good looking), hafidz qur’an dan sebagainya.
Hal ini sebagaimana muncul dari pernyataan Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi, yang mengungkapkan bahwa strategi paham radikal saat ini juga masuk melalui orang yang berpenampilan menarik sebagaimana disampaikannya dalam webinar “Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara.” Selain menyinggung ASN, ia juga menyasar orang yang berpenampilan baik (good looking) dan mempunyai kemampuan agama yang bagus.
“Cara masuk mereka gampang, pertama dikirimkan anak yang good looking, penguasaan Bahasa Arab bagus, hafiz, mulai masuk ikut-ikut jadi imam, lama-lama orang situ bersimpati, diangkat menjadi pengurus masjid. Kemudian mulai masuk temannya dan lain sebagainya, mulai masuk ide-ide yang tadi kita takutkan,” ucap Fachrul.
Pernyataan Menag ini pun menuai sorotan dari berbagai pihak. Salah satunya Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang meminta Menag untuk menarik ucapannya terkait agen radikalisme good looking tersebut. “MUI minta agar Menag menarik semua tuduhannya yang tak mendasar karena itu sangat menyakitkan dan mencederai perasaan umat Islam yang sudah punya andil besar dalam memerdekakan negara ini dan mengisi kemerdekaan dengan karya nyata,” kata Wakil Ketua MUI, Muhyiddin Junaidi, kepada wartawan, Jumat (4/9).
Muhyiddin lantas menyindir Fachrul yang dianggap kerap menyudutkan umat Islam sejak menjabat sebagai Menteri Agama. Padahal, kata Muhyiddin ada pengikut agama lain yang juga melakukan gerakan radikal. “Menag tidak boleh menggeneralisir satu kasus yang ditemukan dalam masyarakat sebagai perilaku mayoritas umat Islam. Sejak jadi Menag, yang dijadikan kambing hitam adalah umat Islam. Ia sama sekali tak pernah menyinggung pengikut agama lain melakukan kerusakan, bahkan menjadikan rumah ibadah sebagai tempat untuk mengkader para generasi anti-NKRI dan separatis-radikalis yang jelas musuh bersama...,” tambah Muhyiddin (news.detik.com, 7/9/2020).
Tidak dapat dinafikan, memang sejak dahulu jargon “radikalisme” selalu di daur ulang dan dipropagandakan di tengah-tengah umat. Sebuah narasi yang kriterianya tidak pernah definisikan secara jelas dan benar. Anehnya, cenderung digunakan untuk menyerang Islam saja, memojokkan pengembannya, terjun bebas diarahkan untuk memukul dakwah Islam, khususnya kepada dakwah yang menyeru kepada syariat Islam secara Kaffah.
Agaknya ada kekhawatiran dan ketakutan terselubung dibenak mereka, para rezim pegiat radikalisme bahwa jika seluruh umat mulai sadar akan eksistensi ajaran ini, maka akan melenyapkan kekuasaan yang sudah berada di genggaman mereka. Kebangkitan Islam akan menghilangkan eksistensi mereka dalam menguasai kekayaan alam. Adapun penghianat bangsa semisal koruptor, penyuap, dan sebagainya akan menjadi orang yang benar-benar hina dina. Karena itulah mereka, para pengemban sistem kufur kapitalisme-sekularisme-demokrasi sibuk memburu “hantu” radikalisme, sebab akan menghalagi jalan mereka yang telah mantap menacapkan kukunya bersama Barat Penjajah dalam menguasai negeri ini.
Berbagai cara dilakukan agar umat jauh dari Islam, membendung semangat kebangkitan Islam yang kelak akan menerapkan syariat-Nya secara keseluruhan. Menudingnya sebagai ajaran berbahaya, ajaran teroris, penghianat demokrasi, tidak sesuai dengan ideologi negara dan lain-lain. Pada akhirnya, dakwah Islam pun dipaksa untuk disesuaikan dengan zaman, dicocok-cocokkan sesuai dengan syahwat rezim.
Hal ini bisa dilihat dari kebijakan Menag Fachrul Razi yang akan menerapkan program sertifikasi penceramah (penceramah bersertifikat) bagi semua agama mulai dari bulan ini. Ia menyatakan, pada tahap awal akan ada 8.200 orang akan mendapatkan sertifikat penceramah. Ia mengklaim bahwa program tersebut turut bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti menggandeng seluruh majelis keagamaan, ormas keagamaan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) hingga Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Fachrul menegaskan, program tersebut bertujuan untuk mencetak penceramah yang memiliki bekal wawasan kebangsaan dan menjunjung tinggi ideologi Pancasila, sekaligus kata dia, mencegah penyebaran paham radikalisme di tempat-tempat ibadah. Ia juga meminta agar tempat-tempat ibadah di lingkungan pemerintahan bisa mengundang penceramah bersertifikat tersebut guna menghindari pemahaman yang potensial tumbuh di masjid-masjid di kawasan institusi pemerintahan (http://m.cnnindonesia.com, 3/9/2020).
Dalam sepak terjang penguasa, pengusaha ataupun yang lainnya yang menjadi alat Barat penjajah, selama suara rakyat itu kontras dengan kehendak mereka, maka akan dibidik dengan cap radikal. Keberadaannya harus dihilangkan tanpa jejak, baik pemikiran maupun orang-orangnya. Namun, bagi umat yang sudah melek politik pasti tahu benar apa maksud dari narasi ini. Tidak lain untuk memancing Islamophobia yang sudah muncul sejak zaman kolonial, dimana Islam politik harus diberangus dan mencukupkan Islam hanya sebagai sarana ibadah semata. Maka, kita seharusnya bisa menarik benang merah bahwa isu ini tidak lebih dari agenda Kafir Barat Penjajah untuk melumpuhkan ajaran Islam, memecah belah persatuan kaum Muslimin dan mengobarkan perang pemikiran untuk menjauhkan benak umat dari pemahaman Khilafah sebagai ajaran Islam yang agung.
Di sisi lain patut diduga, digaungkannya narasi ini hanyalah akal bulus para petinggi negeri ini, disebabkan mereka tak lagi mampu menghadapi gelombang kritik akibat kegagalan mereka (melalui sistem keropos warisan penjajah yang diagungkannya) dalam berbagai aspek kehidupan, yang semakin ditelanjangi dengan hadirnya wabah Covid-19. Mereka malu mengakui kegagalannya dalam memenuhi segala kebutuhan dan menyejahterakan rakyat. Kemudian, berbagai perilaku menyimpang nan merusak, mencuri uang rakyat, membunuh, berzina yang kian marak terjadi, tidak bisa diatasi oleh tangan mereka. Sebab terkadang perilaku tersebut dilakukan oleh mereka sendiri, namun pada akhirnya menuding Khilafah, menjadikannya kambing hitam dari beragam kerusakan yang ditimbulkan.
Maka, umat harus sadar bahwa berbagai isu yang coba layangkan oleh rezim kepada umat Islam beserta ajarannya, tidak lain untuk menghadang tegaknya Khilafah sebagai jalan untuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh umat manusia yang taat, dan sebaliknya akan memusnahkan manusia serakah dan dzalim.
Kemenangan Islam itu Pasti!
Islam adalah agama yang sempurna yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala sebagai rahmat bagi seluruh alam. Sistem Islam (Khilafah) adalah kekuatan dengan potensinya yang terpendam. Semua manusia merindukannya guna mengubah realitas rusak yang ada hari ini. Khilafah merupakan ajaran Islam dan di masa lalu pernah memimpin hingga dua pertiga dunia dalam satu kesatuan pemerintahan serta berhasil membawa kesejahteraan, keadilan dan kedamaian bagi seluruh umat manusia. Sementara kebangkitannya pada masa mendatang tidak bisa dihalangi oleh manusia, siapapun dia.
Jika hari ini Khilafah terus dipropagandakan sebagai sebuah ancaman yang tidak cocok dengan realitas zaman, maka hal itu adalah fitnah tak berdasar untuk menghambat kebangkitan Islam. Padahal, Allah SWT berfirman: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa dan Dia sungguh akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang tetap kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik” (Q.S An-Nur: 55).
Adapun dalam konteks empat mahzab Ahlus Sunnah, Abdurrahman al-Jaziri (w. 1941 M) menyimpulkan: “Para Imam Mahzab (Iman Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan Imam Ahmad) rahimallah, bahwa Imamah (Khilafah) itu fardhu, dan bahwa kaum Muslimin itu harus mempunyai seorang Imam (Khalifah) yang akan menegakkan syiar-syiar agama dan menolong orang yang tertindas dari kejahatan orang zhalim,” (Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, 5/416).
Bagaimanapun upaya yang dilakukan manusia untuk menghalangi bangkitnya Islam, akan tetapi kemenangan Islam itu pasti sebagaimana firman-Nya di dalam al-Qur’an: “Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya,”(Q.S. Ash Shaff: 8).
Jelas, bahwa sudah seharusnya umat berusaha dengan segala potensi yang dimilikinya guna membumikan syariat Allah di muka bumi, tanpa ada satupun orang yang berani memfitnah, menghina ataupun melecehkan Islam dengan segala keagungannya. Umat Islam butuh aturan yang mampu memberikan perlindungan terhadap ajaran-ajaran Islamyang bersumber dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Dan perlindungan terhadap ajaran Islam ini benar-benar tidak akan bisa terwujud kecuali penerapan syariah Islam itu sendiri secara Kaffah di tengah-tengah umat di bawah naungan Ideologi Islam. Wallahu a’lam bi showwab.