Dakwah Tidak Memerlukan Sertifikat




Oleh: Sri Mariana, S.Pd
(Pemerhati Keluarga dan Generasi)

Wacana pemerintah untuk mensertifikasi ulama menimbulkan polemik di tengah-tengah masyarakat. Seperti yang di sampaikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang  menyatakan menolak keras rencana sertifikasi dai dan penceramah yang akan dilakukan Kementerian Agama (Kemenag).
“MUI tidak setuju dan menolak keras rencana Menteri Agama tentang sertifikasi penceramah atau dai khususnya yang beragama Islam dan agama lain dengan tujuan untuk mengeliminasi gerakan radikal,” kata Wakil Ketua Umum MUI KH Muhyiddin Junaidi dalam sebuah acara di salah satu stasiun televisi swasta, pada Senin (7/9/2020).
Kiai Muhyiddin menjelaskan bahwa dalam persfektif Islam menyampaikan ayat-ayat Allah adalah kewajiban Muslim baik laki-laki maupun perempuan. Ia menilai, kata sertifikasi sangat tendensius dan pihaknya menilai hal itu belum urgen untuk dilakukan.
Menurut Kiai Muhyiddin, radikalime yang positif juga dibutuhkan.“Kita ingat di zaman perjuangan kemerdekaan, penjajah Belanda menuduh pejuang kemerdekaan itu sebagai kelompok radikalis dan teroris,” ungkapnya. Oleh karena itu, pihaknya menganjurkan agar lebih baik Kemenag fokus hal lain yang urgen seperti sertifikasi halal dan seterusnya. “Apalagi kami menemukan data dan fakta di lapangan ternyata ada pihak-pihak tertentu yang menjadikan sertifikasi dai ini sebagai alasan untuk menolak dai-dai yang tidak bersertifikasi dalam memberikan ceramah kepada publik,” tandas Kiai Muhyiddin(www.islampos.com,7/9/2020).
Hal yang senada menyusul mengemukan kritik terhadap program sertifikasi penceramah, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Kemenag) Kamaruddin Amin menjelaskan bahwa sertifikasi penceramah tidak seperti sertifikasi profesi.

"Penceramah bersertifikat ini bukan sertifikasi profesi, seperti sertifikasi dosen dan guru. Kalau guru dan dosen itu sertifikasi profesi sehingga jika mereka yang sudah tersertifikasi maka harus dibayar sesuai standar yang ditetapkan," katanya dalam keterangan pers kementerian di Jakarta, Senin(kalsel.antaranews.com,7/9/2020)
 Program sertifikasi ulama sebenarnya telah diwacanakan Menteri Agama sebelumnya, Lukman Hakim. Namun penolakan keras dari masyarakat telah mengubur program tersebut. Kini, oleh Menag Fachrul Razi, diangkat lagi dan akan diberlakukan tahun ini.
Tujuan dibuatnya program sertifikasi dai dikatakan Fachrul untuk mencegah radikalisme. Banyak para penceramah di masjid-masjid dituding “telah membodohi” umat dengan menyebarkan paham-paham yang tidak sejalan dengan NKRI. Sehingga, keberadaan dai tersebut harus diatur agar standar isinya.
Program ini pun menuai kontroversi dari berbagai kalangan. Hidayat Nur Wahid menyebut program sertifikasi dai adalah kado buruk bagi umat islam di hari kemerdekaan RI. Program ini diskriminatif dan tidak profesional.
Menurutnya, jika ingin menangkal radikalisme, sebaiknya hadirkan teladan soal toleransi, sebab program ini justru menegasikan adanya teladan tersebut di tubuh Kemenag.
Kecaman juga datang dari tokoh agama Persaudaraan Alumni 212, Novel Bamukmin. Dirinya bahkan mendorong agar menteri agama segera di-reshuffle, karena hampir seluruh kebijakannya menyakiti umat Islam(www.muslimahnews.com,21/8/2020).
Ssesungguhnya dai adalah orang yang menyampaikan Islam di tengah-tengah umat. Dalam Islam, dai atau pendakwah bukanlah sebuah profesi yang dapat mengantarkan pada keberlimpahan materi. Melainkan akan menghantarkan pelakunya pada keberlimpahan pahala. Karena sesungguhnya aktivitas dakwah adalah kewajiban bagi setiap kaum muslimin.
Mengajarkan ilmu Islam walau satu ayat akan mendatangkan pahala yang begitu besar. Karena akan menjadikannya amal jariah yang tidak akan terputus walau sudah tutup usia. Inilah yang menjadikan dakwah -yaitu mengajak pada kebaikan- sebagai sebaik-baiknya aktivitas manusia
“Barang siapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR Muslim no. 1893)
Allah SWT telah memuliakan para dai (da’iyah biasa dipakai menyebut dai perempuan, ed.) dengan menyebutnya sebagai sebaik-baik manusia.
Oleh  karena itu para dai pun harus memberikan solusi atas semrawutnya tata kelola negara ini, dengan mengganti sistem kufur menjadi Islam. Program sertifikasi dai akan mengebiri proses amar makruf kepada penguasa. Juga akan memandulkan Islam sebagai agama yang mampu menyelesaikan seluruh permasalahan manusia, termasuk bernegara.
Seluruh kaum muslim harus menolak program ini dan menyeru kepada penguasa agar meninggalkan sistem thoghut buatan manusia. Wallahu a’lam bishawab.




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak