Viral!!! Klaim Penemuan Obat Corona, Efektifkah?



Oleh: Tri Puji Astuti

Belakangan ini, publik tengah diramaikan dengan video wawancara antara Anji dengan Prof. Hadi Pranoto. Wawancaranya diunggah oleh sang musisi dalam kanal Youtube pribadinya, dunia Manji pada jum’at, 31 Juli 2020 lalu. Kepada Anji, Hadi Pranoto mengaku sudah menemukan antibodi Covid-19 berbahan herbal. Pria yang diperkenalkan Anji sebagai pakar mikrobiologi itu mengklaim bahwa antibodi Covid-19 tersebut dapat memulihkan pasien terinfeksi hanya dalam hitungan hari (www.pikiran-rakyat.com , 3/8/2020)
Hadi pranoto juga menguraikan herbal yang sudah dia teliti semenjak puluhan tahun lalu. Dilansir wartakotalive.com, Minggu (2/8/2020) ia mengungkapkan, herbal yang dia ciptakan berbentuk cairan. Dimana, seluruh bahannya tersedia di Indonesia. 
Menanggapi banyaknya pro dan kontra soal penemuan obat herbal yang dapat menyembuhkan pasien terinfeksi corona, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan hingga saat ini belum ada negara di dunia maupun lembaga yang menemukan obat atau vaksin untuk menangkal virus corona (Covid-19). Pihak Kemenkes pun mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya terhadap informasi yang diragukan kebenarannya. Terlebih, pemerintah melalui kementerian atau lembaga terkait belum secara resmi menyatakan adanya obat untuk Covid-19.
Dilansir laman cnnIndonesia.com, Pelaksanaan Tugas Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes, Slamet, mengatakan sejumlah negera termasuk Indonesia saat ini masih berupaya menemukan obat maupun vaksin untuk mencegah virus tersebut. “Banyak lembaga internasional dan nasional sedang bekerja keras mendapatkan obat ataupun vaksin Covid-19,” ujar Slamet dikutip dari situs Sekretariat Kabinet, Selasa(4/8). Selain itu, Slamet menjelaskan bahwa produksi obat harus melewati beberapa tahapan pengujian ilmiah. Mulai dari penelitian bahan hingga proses produksi. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
Pada tahapan awal penemuan obat, dilakukan proses identifikasi target obat yang berupa senyawa-senyawa organik atau anorganik dengan aktivitas tertentu. Untuk suatu penyakit yang belum diidentifikasi perkembangannya, akan lebih sulit proses yang dilalui. Peneliti harus berusaha seoptimal mungkin sampai target dapat diidentifikasi untuk kemudian dilakukan validasi target.
Selanjutnya dilakukan proses penemuan senyawa target, pada tahapan ini dilibatkan pengujian laboratorium terhadap sejumlah besar senyawa (10.000 lebih) untuk menemukan senyawa mana yang menunjukkan aktivitas target. Senyawa yang menunjukkan potensi akan diidentifikasi lebih lanjut.

Selain itu ada juga yang namanya Critical Thinking, dilakukan uji klinis yang melibatkan manusia, sebelumnya, obat-obatan harus menerima otoritas percobaan klinis atau Clinical Trial Authorisation (CTA) di Eropa, atau juga diajukan ke Investigation New Drug (FDA) sebagai obat baru yang diinvestigasi. Namun sebelum dapat memulai uji klinis, secara umum dilakukan percobaan terlebih dahulu, yang meliputi uji tahap satu, uji tahap dua, dan uji tahap tiga, setiap tahapan merupakan proses yang cukup panjang dan mendetail.

Dari fakta diatas dapat dilihat bahwa ketika ingin memproduksi obat atau vaksin memerlukan proses dan tahapan yang cukup panjang dan rumit agar terbukti ke akuratan dari obat yang ingin diproduksi. Tentu kita berharap bahwa pandemi Covid-19 ini segera berakhir, namun mengabaikan protokoler medis dalam pembuatan obat atau vaksin adalah tindakan yang gegabah. Uji klinis vaksin hal yang mutlak dilakukan sebelum disebar dan dipakai secara luas dikalangan masyarakat. 

Disisi lain, untuk memutus rantai dan menekan lajunya jumlah pasien positif corona yang semakin meningkat tidaklah cukup dengan hanya menemukan obat-obatan atau vaksin Covid-19. Rendahnya kualitas penanganan, fasilitas yang kurang memadai, dan tidak tepatnya kebijakan-kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah menjadi salah satu faktor terus meningkatnya jumlah pasien positif corona. Hal ini pun mempengaruh persepsi masyarakat dalam upaya pencegahan Covid-19, rakyat menjadi remeh dan semakin tak lagi menghiraukan bahaya virus corona.

Pelonggaran PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), yang mengakibatkan pusat-pusat perbelanjaan, bandara, stasiun, pelabuhan dan pasar seketika dibanjiri lautan manusia. Fakta ini menunjukkan justru masyarakat tidak lagi menghiraukan adanya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Paradoks atas kebijakan inkonsisten pemerintah yang menjadikan rakyat sebagai korban akibat kebijakan plin-plan. 
Kesehatan rakyat merupakan hal yang paling penting untuk segera ditindak lanjuti. Namun didalam sistem kapitalisme ini, kesehatan justru dikesampingkan dan lebih memilih menyelamatkan perekonomian.

Dalam pandangan islam, ketika terjadi wabah ataupun tidak, seorang imam akan senantiasa menjamin kesehatan rakyat sebaik-baiknya dan mengambil keputusan berlandaskan atas apa yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan. Karen landasan kepemimpinannya adalah ketaqwaan kepada Allah , bukan berlandaskan materi semata. Sebagaimana Sabda Nabi , “Imam itu adalah pemimpin dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”(HR. Al-Bukhori).
Wallahu,alam bi-showab.


1 Komentar

  1. Bagus dek , pengambilan teks dari setiap sumber juga jelas . Tetap semangat , semoga semakin sukses .. Aamiinn

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak