Oleh : Zahra Azzahi
Komunitas Penulis Bela Islam, Member AMK
Hari Raya Idul Adha 1441 H kembali dirayakan oleh umat muslim, bukan hanya muslim Indonasia, Malaysia, Arab, namun umat muslim di seluruh dunia. Seluruh Umat Islam bersatu untuk merayakan Idul Adha, tanpa memandang sekat-sekat bangsa, bahasa, dan warna kulit. Persatuan umat Islam amat terasa tatkala takbir berkumandang pertanda dimulainya perayaan Idul adha, dilanjutkan dengan shalat Idul Adha, dan bersama-sama mendengarkan kutbah Idul Adha, serta menyembelih hewan kurban.
Perayaan Idul Adha selalu mengingatlkan umat Islam akan peristiwa agung pengorbanan Nabi Ibrahim as. dalam menaati perintah Allah Swt untuk menyembelih putra kesayangannya Ismail as. Bagi Nabi Ibrahim as. Ismail adalah buah hati, harapan dan cintanya yang telah sangat lama didambakan. Akan tetapi turunlah perintah Allah Swt untuk menyembelih Ismail. Menyikapi perintah Allah tersebut Nabi Ibrahim as, mengedepankan kecintaan yang tinggi dan ketaatan kepada Allah Swt. Ia mengesampingkan kecintaan kepada selain-Nya, yaitu kecintaan kepada anak, harta, dan dunia. Perintah untuk menyembelih Ismail as. amat berat, akan tetapi Ismail as. menyambutnya dengan penuh ketaatan dan kesabaran. Sebagaimana di abadikan dalam firman Allah Swt:
“Ayah, lakukanlah apa yang telah Allah perintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapati aku termasuk orang-orang yang sabar.” (TQS ash-Shaffat : 102)
Kisah Nabi Ibrahim as. Dan Nabi Ismail as. telah menjadi teladan bagi umat muslim sepanjang masa. Teladan bagi pelaksanaan ibadah haji dan ibadah kurban, juga teladan dalam ketaatan, perjuangan, dan pengorbanan demi menggapai ridha Allah Swt.
Ketaatan dan persatuan umat Islam hendaknya senantiasa diupayakan setiap saat, bukan sekedar seremonial saat perayaan Idul Adha ataupun perayaan hari besar Islam lainnya. Karena Umat Islam dimanapun berada, disatukan oleh akidah yang sama, akidah Islam. Memiliki kitab yang sama yaitu al-Quran al-Karim, menghadap kiblat yang sama, Ka’bah. Serta diatur dengan hukum yang sama yaitu Syariah Islam. Seandainya persatuan umat dan ketaatan terhadap setiap aturan Allah tetap dipertahankan meski Idul Adha telah usai, maka persoalan yang terus menimpa kaum muslim seperti pertikaian, perpecahan, ketidakadilan, kemiskinan, serta pelanggaran HAM tidak akan pernah terjadi.
Sayangnya, setelah usai Idul Adha umat kembali tercerai berai dan kembali pada rutinitas kehidupannya. Paham sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) telah demikian dalam bercokol dalam benak kaum muslimin. Sehingga menganggap agama hanyalah sebatas ibadah ritual yang tak boleh dibawa-bawa dalam ranah kehidupan yang lainnya. Kapitalisme yang dijadikan landasan negara semakin memperparah keadaan umat saat ini, hingga semakin jauh dari aturan Islam, bahkan alergi dengan ajaran agamanya sendiri seperti jihad dan khilafah. Meskipun telah sangat jelas bahwa jihad dan khilafah adalah ajaran Islam.
Maka, wujud dari totalitas ketaatan dan keimanan terhadap Allah Swt adalah dengan menerapkan dan menjalankan seluruh aturan-Nya secara menyeluruh (kaffah), mulai dari setiap individu, keluarga, masyarakat, dan negara sebagai pemangku kebijakan. Dalam seluruh aspek kehidupan seperti pendidikan, ekonomi, politik, hingga sistem pemerintahan. Keseluruhannya diterapkan tanpa tebang pilih, berat atau pun ringan. Jika itu adalah perintah Allah maka suka tidak suka harus tetap dilaksanakan, seperti halnya ketaatan yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim as. dan Nabi Ismail as. Allah Swt berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh nyata kalian.” (TQS al-Baqarah : 208)
Menurut Imam Ibnu Katsir ra, “Allah Swt memerintahkan para hamba-Nya yang beriman kepada-Nya serta membenarkan Rasul-Nya untuk menhgambil seluruh ajaran dan syariah Islam, melaksanakan seluruh perintah dan meninggalkan seluruh larangan-Nya sesuai kemampuan mereka.” (Tafsir Ibn Katsir, 1/5665)
Wallahu a’lam bi ash shawab.