Oleh: Eti Setyawati
Member Amk
Tak terasa, sudah 75 tahun Indonesia merdeka. Hari Ulang Tahun Kemerdekaannya diperingati setiap tanggal 17 Agustus. Untuk mengenang perjuangan para pahlawan yang rela mengorbankan jiwa dan raganya agar bisa terbebas dari belenggu penjajahan. Rakyat bersuka cita dengan mengadakan berbagai kegiatan. Pengibaran bendera merah putih di Monas, membentangkan di sepanjang aliran sungai, di tebing atau di bawah laut. Di sisi lain warga tak ketinggalan mengisi peringatan Kemerdekaan dengan berbagai lomba makan kerupuk, tarik tambang, panjat pinang, sepak bola atau lainnya yang penting ada kemeriahan di sana.
Seperti inikah yang diharapkan para pejuang terdahulu dan benarkah Indonesia sudah terbebas dari penjajahan?
Satu contoh saja di sektor ekonomi dari hutang menumpuk, nilai mata uang jatuh, kemiskinan bertambah, pengangguran meningkat, perusahaan banyak yang tutup, pertumbuhan ekonomi minus,
impor pangan meningkat dan banyak lagi indikator ekonomi lainnya.
Dilansir oleh Tempo.co bahwa Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan
jumlah pengangguran telah mencapai 2 hingga 3.7 juta orang.“ Bappenas memprediksi jumlah
penganggur pada tahun 2020 akan bertambah 4.22 juta orang,” katanya dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat yang dilakukan secara virtual di Jakarta. (Tempo.co, 12/05/2020)
Bertambahnya jumlah pengangguran berpotensi meningkatnya angka kemiskinan. Sejauh ini pemerintah belum berhasil mengentaskan kemiskinan bahkan proyek infrastruktur pun lebih banyak
dinikmati kaum oligarki. Berkolaborasi dengan para pemodal besar yang mayoritas adalah warga
negara asing. Berdalih bantuan dan dana pinjaman tapi kian mengikat pemerintah Indonesia dengan jerat utang. Ujung-ujungnya harus dibayar dengan kebijakan yang berpihak pada pemberi utang.
Negeri yang
dikenal subur dan kaya akan hasil tambang pun pengelolaannya berpindah ke tangan korporasi kakap. Rakyat dibiarkan mengais sisa-sisa tambang sekedar bertahan hidup. Katanya ekonomi kerakyatan tapi rakyat diperas pajak habis-habisan.
Penjajahan sekarang adalah penjajahan gaya baru. Sistem demokrasi kapitalis hadir bukan untuk rakyat, berpihak lebih pada golongan tertentu yang muaranya materi dan kekuasaan. Tak heran jika dalam segala kebijakannya keuntunganlah yang jadi barometernya.
Sudah saatnya kita campakkan sistem yang tak mampu menyejahterakan rakyatnya kembali pada kemerdekaan yang hakiki yakni dengan tunduk pada syariat Allah Swt sebagai satu-satunya cara untuk menghilangkan penghambaan, perbudakan dan penjajahan satu negara atas negara lainnya.
Indahnya Islam yang mengatur sendi kehidupan dari segala aspek, ekonomi pun dijalankan berdasar al-Qur'an dan hadist. Diantaranya, pengakuan hak individu memiliki harta namun untuk memperolehnya harus dilakukan dengan cara yang baik tidak melakukan kerusakan dan merugikan orang lain.
Seperti dijelaskan firman Allah Swt. di QS. al-Baqarah ayat 188 yang berbunyi :
وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ وَتُدْلُوا۟ بِهَآ إِلَى ٱلْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا۟ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
"Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui."(QS al-Baqarah [2]: 188)
Islam mencegah penumpukan kekayaan pada sekelompok kecil masyarakat. Islam menganjurkan distribusi kekayaan pada semua lapisan masyarakat. Sumber daya alam dialokasikan untuk kemaslahatan umat. Negara menjamin setiap warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya masing-masing.
Indonesia akan merdeka bila tidak tergantung pada asing, mencetak generasi yang handal tapi juga beragama, mengelola sendiri kekayaan alamnya.
Wallahua'lam bishshawab