SISTEM EKONOMI ISLAM MENYELESAIKAN KRISIS



Oleh: Sabrina

Perekonomian dunia berada diambang ketidakpastian akibat pandemi virus corona (covid -19). Begitu juga dengan perekonomian Indonesia yang diprediksi kuat pada kuartal II-2020 ini megalami kontraksi. Belum lagi isu resesi yang berada di depan mata, melihat negara tetangga Singapura sudah menelan pil pahit akibat pandemi.(detikfinance, 18/07/2020)

Bahkan, dalam peluncuran laporan Bank Dunia untuk ekonomi Indonesia edisi Juli 2020, tak ada jaminan bagi ekonomi Indonesia terbebas dari resesi. Ekonomi Indonesia bisa mengalami resesi jika infeksi covid -19 terus bertambah banyak. Terlebih lagi, presiden Joko widodo beberapa kali mengingatkan para menterinya soal ancaman tersebut.

"Pengangguran ini sudah meningkat tajam di berbagai negara. Semua negara double digit growth penganggurannya," kata Sri Mulyani, menambahkan aktivitas pada sektor ekonomi yang menurun tajam akibat adanya social distancing, sehingga mobilitas manusia berkurang. "Resesi atau perlambatan ekonomi terjadi secara luas, termasuk pada mitra dagang utama Indonesia," tambahnya.

Ia juga tak memungkiri adanya kemungkinan terberat ekonomi Indonesia mengalami resesi akibat wabah tersebut. Menurutnya, jika kondisinya berat dan panjang, maka akan ada kemungkinan resesi di mana dua kuartal berturut-turut PDB hasilnya negatif. Lebih lanjut, Sri Mulyani mengakui jika kuartal II-2020 akan menjadi titik terberat dalam perekonomian Indonesia. Dalam skenario pemerintah, pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua tahun ini bisa hampir mendekati nol persen. (CNBCIndonesia.com, Minggu, 19/4/2020)

Resesi sendiri adalah kondisi ketika produk domestik bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi suatu negara negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun. (Wikipedia.org). Jauh sebelum pandemi ini hadir, ancaman resesi juga acapkali terlihat. Dampak terbesar itu ialah dengan menurunnya pendapatan masyarakat hingga menambah angka kemiskinan. Sementara itu, di sisi Pemerintah bukti resesi juga dapat dilihat dengan meningkatnya angka hutang luar negeri.

Hal ini diperparah dengan hadirnya pandemi yang seakan meruhntuhkan segala kecongkakan manusia. Jelas, keadaan perekonomian setiap negara akan semakin memburuk. Pun negara sekelas Amerika Serikat (AS) sudah mengalami puluhan kali resesi. Terlebih setelah pandemi. Kepala Ekonom Capital Economics Paul Ashworth menuturkan, ekonomi AS tidak akan bisa segera kembali ke keadaan sebelum Covid-19 melanda. Meski bank sentral negara itu, The Federal Reserve (Fed) akan meluncurkan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan.(cnbcindonesia.com).

Dilansir dari Investopedia, AS (negara dengan nilai ekonomi terbesar di dunia) sudah mengalami 33 kali resesi sejak tahun 1854. Sementara sejak tahun 1980, AS sudah mengalami 4 kali resesi termasuk yang terjadi saat krisis finansial di tahun 2008. (CNBNIndonesia.com).

Bagaimana dengan Indonesia?  Bukan tidak mungkin juga akan mengalami hal serupa. Mengingat lambannya penanganan pemerintah terhadap virus dan sikap abainya masyarakat. Menanggapi kemungkinan ini maka Bhima Yudhistira, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), menghimbau masyarakat, “Kurangi juga belanja yang tidak sesuai kebutuhan dan fokus pada pangan serta kebutuhan kesehatan. Jadi jangan latah ikut gaya hidup yang boros. Pandemi mengajarkan kita apa yang bisa dihemat ternyata membuat daya tahan keuangan personal lebih kuat."

Hal yang sama juga dikatakan oleh Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah. Menurutnya, di saat seperti ini masyarakat jangan boros dan harus mempersiapkan kondisi terburuk untuk mencukupi keuangan. "Tetap harus berjaga-jaga mempersiapkan kondisi terburuk yaitu apabila resesi ini berkepanjangan. Ini perlu stamina yang kuat termasuk juga tabungan yang cukup. Jangan Boros," ucapnya. (detik.com).

Berikut beberapa contoh negara yang mengalami kebangkrutan efek dari sistem ekonomi kapitalis diantaranya: Pada 2001, Argentina dinyatakan bangkrut gara-gara bayar utang negara USD 100 miliar, Yunani yang menyandang status negara bangkrut sejak 30 juni 2015 lalu. Kondisi ini semakin parah saat gelandangan di Yunani makin banyak, dan mereka sangat kelaparan. Serta masih ada beberapa negara lainnya yang bernasib sama. 

Lantas bagaimana dengan negara Islam? Pernahkah Daulah Islam mengalami krisis ekonomi? Yang membuat kehidupan masyarakat menjadi hancur-lebur bahkan membuat kelaparan di mana-mana? 

Daulah Islam pada masa Khalifah Umar bin al-Khathab pernah mengalami krisis ekonomi yang hebat. Rakyat Daulah Islam kelaparan massal. Yang sakit pun ribuan. Roda ekonomi berjalan terseok-seok. Bahkan sudah sampai level membahayakan. Di antara masyarakat ada yang berani menghalalkan segala macam cara untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya. Bahkan binatang buas pun sampai berani masuk ke perkotaan. Walhasil, krisis ekonomi ini, dapat dikatakan adalah sunnatullah. Dapat dialami oleh sebuah negara. Termasuk Daulah Islam.

Dalam buku The Great Leader of Umar bin Khathab, Kisah Kehidupan dan Kepemimpinan Khalifah Kedua, diceritakan bahwa pada tahun 18 H, orang-orang di Jazirah Arab tertimpa kelaparan hebat dan kemarau. Kelaparan kian menghebat hingga binatang-binatang buas mendatangi orang. Binatang-binatang ternak mati kelaparan. Tahun itu disebut sebagai tahun kelabu. Angin saat itu menghembuskan debu seperti abu. Kemarau menghebat. Jarang ada makanan. Orang-orang pedalaman pergi ke perkotaan. Mereka mengadu dan meminta solusi dari Amirul Mukminin.

Jika merujuk sejarah peradaban Islam, pada prinsipnya sistem ekonomi Islam yang mulai diterapkan semenjak masa kerasulan Nabi Muhammad Salallahu Alahi wassalam, dan diteruskan oleh para khulafau rosyidin dalam bingkai Daulah khilafah telah mencatat sejarah bahwa umat Islam pernah mencapai zaman keemasan, yang tidak dapat disangkal siapapun.

Penerapan sistem ekonomi Islam akan mampu menghentikan resesi ekonomi yang sistematik serta memberikan jaminan kesejateraan bagi umat manusia, tidak hanya umat Islam tapi seluruh manusia. Salah satu prinsip paradigma ekonomi yang dilakukan dalam Islam adalah menjalankan politik ekonomi Islam yang bertujuan untuk memberikan jaminan pemenuhan pokok setiap warga negara (muslim dan non muslim) sekaligus mendorong mereka agar dapat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier sesuai dengan kadar individu tersebut.

Dengan demikian titik berat sasaran pemecahan permasalahan dalam ekonomi Islam terletak pada permasalahan individu manusia.  Menurut al-Maliki, ada 4 perkara yang menjadi asas politik ekonomi Islam: pertama,  setiap orang adalah idividu yang memerlukan pemenuhan kebutuhan. Kedua, pemenuhan kebutuhan pokok dilakukan secara menyeluruh. Ketiga, mubah (boleh) hukumnya bagi individu mencari rezeki atau bekerja dengan tujuan untuk memperoleh kekayaan dan meningkatkan kemakmuran hidupnya. Keempat, nilai-nilai luhur syariah Islam harus mendominasi (menjadi aturan yang diterapkan) diseluruh interaksi yang melibatkan individu-individu dalam masyarakat. Disamping itu, jaminan pemenuhan kebutuhan pokok individu tersebut diperkuat dengan penerapan regulasi negara berdasar Syariat Islam. Islam telah menetapkan secara jelas kepemilikan dalam tiga bentuk: kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Masing-masing memiliki karakteristik dan sifat berbeda yang dapat mencegah siapapun melampaui batasan yang telah ditetapkan Islam. 

Berdasarkan prinsip tersebut Islam akan melaksanakan dan memantau perkembangan pembangunan dan perekonomian dengan menggunakan indikator-indikator yang menyentuh tingkat kesejateraan masyarakat. misalnya, menentang ekspoloitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, melarang menumpuk kekayaan. Dan dalam menjalankan ekonomi, Islam mengharamkan kegiatan riba (Qs. Albaqarah :275).

Dengan sistem ekonomi Islam yang diterapkan oleh Khilafah resesi ekonomi tidak akan lagi mengancam kehidupan umat manusia, sebab aturan ini datang dari Sang Khaliq pencipta manusia dan seluruh alam. Wallahu alam bishawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak