Oleh : Ummu Hanif (Anggota Lingkar Penulis Ideologis)
Begitu banyaknya masalah yang dialami kaum muslimin di Negeri ini, menjadikan kita sejenak melupakan saudara di seberang sana, tepatnya di Kirgistan, Asia tengah. Sebagaimana yang dilansir www.muslimahnews.com, pada tanggal 24 Agustus 2020, bahwa pada tanggal 27 Juni 2020 telah terjadi penangkapan kepada beberapa muslimah yang sebagian besarnya adalah sosok ibu yang memiliki anak kecil (ada yang mengidap down syndrome) atau sedang merawat orang tua mereka yang sudah lanjut usia.
Salah satu dari mereka, Mamirkanova Amangul, diinterogasi selama beberapa jam saat dia merawat putranya (4 tahun) yang menderita down syndrome dan baru saja menjalani operasi jantung. Muslimah lainnya, Ajumudinova Almagul, beliau sedang merawat cucunya yang mengidap kelumpuhan otak pada hari penangkapannya. Akibat penahanannya, sang cucu mengalami kejang epilepsi. Mereka ditangkap karena dianggap meyebarkan islam dan paham khilafah.
Kirgistan adalah negara kecil berbentuk republik di kawasan Asia Tengah, yang pernah berada di bawah kekuasaan Uni Soviet. Negara ini berbatasan langsung dengan Cina, Tajikistan, Uzbekistan, dan Kazakhstan. Mayoritas penduduk Kirgistan adalah pemeluk Islam.
sebagaimana yang dirilis www.republika.co.id pada 23 november 2016 lalu, Meski pemeluk Islam mendominasi, namun Pemerintah Kirgistan termasuk keras dan tegas terhadap warga Muslim. Seperti kebijakan yang diambil Pemerintah Kirgistan awal 2010 lalu; Pemerintah Kirgistan mengeluarkan undang-undang baru yang membatasi kegiatan kehidupan beragama di sana. Banyak pihak yang meyakini undang-undang tersebut sengaja diberlakukan sebagai upaya pemerintah untuk memaksakan pandangan tentang agama tertentu pada masyarakat dan targetnya adalah komunitas Muslim.
Undang-undang yang baru dikeluarkan ini mewajibkan kelompok-kelompok keagamaan, baik yang sudah resmi (legal) maupun belum, untuk mendaftarkan organisasinya. Berdasarkan peraturan tersebut, sebuah organisasi keagamaan harus memiliki anggota sedikitnya 200 orang sebelum dinyatakan boleh beroperasi oleh pemerintah. Undang-undang itu juga melarang distribusi literatur, baik dalam bentuk cetak, audio, atau rekaman video keagamaan di tempat-tempat umum, sekolah-sekolah, dan lembaga-lembaga pendidikan tinggi.
Kalau kita amati realitas sejarah, kita akan menemukan bahwa Barat dan sekutunya berada dalam banyak manuver politik yang merugikan kaum muslimin. Mereka telah memainkan peran politik yang begitu kuat dalam mereduksi kemunculan Islam ideologis. Penjajahan militer plus kekejaman yang mereka lakukan pasca Perang Dunia I di negeri-negeri kaum Muslim seperti Aljazair, Sudan, Libya, adalah bukti bahwa pedang terhunus telah diacungkan ke mata umat islam sejak lama. Hanya orang pengidap ‘katarak politik’ kronis yang tak melihat realitas politik ini.
Hari ini, ketakutan Barat terhadap kebangkitan Islam ideologis tak jua surut, malah semakin menjadi. Manuver politik untuk menjegal kebangkitan Islam pun semakin gencar. Hanya aktor utamanya saja yang berganti. Dan mereka bekerjasama dengan penguasa negeri – negeri muslim yang bertindak sebagai kaki tangannya untuk memuluskan hegemoni mereka. Maka tak heran dengan apa yang menimpa saudari Muslimah kita di kirgistan. Sedih dan kecewa tentu menjadi emosi kita yang tak terelakkan. Karena kaum muslim sejatinya ibarat satu tubuh, bila satu bagian sakit, maka bagian yang lain ikut merasakan. Dan kondisi ini akan terus berulang, selama kaum muslimin masih terpecah belah tanpa kekuatan.
Sudah saatnya umat yang saat ini terpecah kekuatannya bersatu dibawah seorang pemimpin yang mencintai umatnya dengan kesholehan jiwa yang bisa membebaskan umat dari kesengsaraan dibawah kepemimpinan Islam yang Agung.
Wallahu a’lam bi ash showab