Oleh: Eneng Rosita
Ibu Rumah Tangga
Kepemimpinan Islam setelah kepemimpinan Nabi Muhammad saw adalah Khilafah. Khilafah bertugas untuk mengatur agama dan mengatur urusan dunia (li-hirasah ad-din wa syiasah ad-dunya') serta berkewajiban menyebarkan dakwah Islam ke seluruh dunia.
Nusantara adalah salah satu target dakwah negara khilafah, karena cukup banyak jejak sejarah khilafah di nusantara. Pada masa khilafah Umar bin Abdul Aziz khilafah menjalin hubungannya dengan nusantara
Banyak penguasa kerajaan yang menjalin hubungan dengan khilafah Umar bin Abdul Azis ( berkuasa 717-720 M), diantaranya kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatera, dipimpin oleh Maharaja Sri Indravarman. Raja Hind, pernah menulis Surat yang di tujukan kepada khalifah Umar bi Abdul aziz yang intinya agar mengirimi seseorang yang dapat mengajarkan Islam dan menjelaskan tentang hukum-hukumnya.
Pada tahun 1566M pucuk khilafah sudah beralih ke Bani
Utsmaniyah di turki, pada masa itu di pimpin oleh khalifah Sulaeman al-Qanuni di Istambul, Sultan Aceh yang ketiga, Alauddin Riayat Syah al-Qahhar menyatakan baiatnya kepada khilafah Utsmaniyah dan memohon agar dikirimi bantuan militer ke Aceh untuk melawan Portugis yang bermarkas di Malaka (topkapi sarayi musezi Arsivi, E-8009) dan dikabulkan oleh khalifah Sulaiman al-Qanuni yakni Salim II dengan menulis surat yang menyatakan bahwa melindungi Islam dan negeri-negeri Islam adalah salah satu tugas penting yang diemban oleh khilafah Usmaniyah. Dengan mengirimkan pasukan perang yang dipimpin oleh kepala propinsi ( sancak) Alexandria di Mesir, Kurdoglu Hizir Reis, untuk memerangi kaum kafir Portugis dengan pertolongan Allah dan Rosul- NYA ( BOA, A.DVNS.MHM, 7/244)
Dengan bantuan dari khilafah Usmaniyah kesultanan Aceh dapat menyerang Portugis di Malaka pada 20 Januari 1568 M dengan kekuatan 15.000 tentara Aceh dan 200 meriam perunggu ( Amirul Hadi, 2004:23), kehadiran pasukan khilafah Usmaniyah di Nusantara bener-benar menggetarkan portugis dan membahagiakan Muslim dan menguatkan Islam yang ada di Nusantara.
Selain kesultanan Aceh ada juga Sultan Babullah bin khairun di Ternate yang mengagumi dan bekerjasama dengan khilafah Usmaniyah untuk mengusir penjajah Portugis di Maluku di tahun 1570-1575 ( Leonard Andaya, 1993: 134, 137)
Di abad ke 17 banyak penguasa Islam di Nusantara yang mengirimkan utusan ke Makkah dan Istambul untuk menyatakan ketundukannya kepada Khilafah Usmaniyah. Dan mereka mendapatkan legitimasi sebagai 'wakil Khilafah' di masing-masing negerinya. Diantaranya adalah Sultan Aceh, Banten, Mataram, sampai Makassar melakukan itu semua, bahkan di Abad ke 19 Sultan Aceh terang-terangan menyatakan bahwa negerinya bagian dari khilafah Usmaniyah dalam suratnya kepada Sultan Abdulmecid I pada tahun 1850, wilayah Aceh dan Sumatra dibawah kepemimpinan Sultan Ibrahim Mansyur Syah meminta izin untuk menggalang persatuan para sultan di Nusantara demi menegakan jihad mengusir penjajah Belanda, lalu khilafah Usmaniyah menganugrahi sebuah titah kesultanan yang dapat menyatukan para pembesar rakyat dari kaum muslimin supaya suara mereka bersatu padu dan bulat untuk menegakan jihad di jalan Allah dan mengusir kaum kafir Nasrani itu dari negeri-negeri kaum Muslimin..." ( BOA, I.HR, 73/3551).
Menurut Goenawan, ketua Sarekat Islam afdeling (cabang) Batavia yang merangkap kepala redaktur salah satu koran terbitan sarekat Islam, Pantjaran Warta, dalam artikel yang ia tulis pada 10 November 1914, menulis: Di seloeroeh doenia hanja Turkyelah jang masih tinggal merdika, dari sebab turkye yang memegang wasiat nabi kita. Di tahun 1876-1908 keberadaan utusan khilafah di Nusantara tepatnya di batavia sangatlah mengganggu pemerintah kolonial Belanda sehingga mereka mencibirnya, dan ditahun 1897 salah seorang utusan dari khilafah Utsmaniyah Mahmed Kamil Bey bersunguh-sungguh untuk membangkitkan perasaan anti-Belanda di antara kaum Muslim setempat. Dengan tidak menghadiri penobatan Ratu ( Belanda) dengan tujuan ingin merendahkan pemerintahan Belanda. Serta mempengaruhi kesetiaan dua raja pribumi tertinggi di jawa Tengah dan mengirimi surat kepada seorang raja di bawah kekuasaan. Belanda di Borneo atau Sumatera untuk mencoba mempengaruhi raja agat mengurangi kesetiaannya ( Kepala Belanda) "( Nico J.G. Kaptein, 2003: 109-110).
Dimanapun pusat khilafah berada baik di Bagdad, Kairo, atau Istambul, tetaplah tidak menyurutkan kepedulian para khalifah untuk membantu sesama muslim Nusantara. Begitu banyak jejak khilafah di Nusantara, serta di Asia Tenggara. Yang paling jelas adalah keislaman kita. Dengan mengirimi para da'i dan pasukan militer yang menyebarkan hampir ke penjuru Nusantara untuk mengusir penjajah Eropa, dan kita bisa merasakan kenikmata Islam dan persaudaraan tanpa mengenal ras, suku dan bangsa.
Itulah bukti kekhilafahan Islam di Nusantara yang berperan penting dalam menyebarluaskan dakwahnya. Sayangnya pada saat ini kaum muslim masih banyak yang belum memahami hal itu. Adanya pengaburan bahkan penguburan fakta sejarah tersebut membuat kaum muslim di bumi Nusantara ini lupa akan peran negara Islam yang begitu berjasa. Sistem Kapitalisme yang berazaskan sekulerisme tidak ingin Islam kembali berkuasa di muka bumi karena akan mengancam hegemoni mereka para pengusungnya. Oleh karena itu berbagai upaya mereka lakukan terhadap ajaran Islam Khilafah dengan memberikan predikat negatif bahkan dianggap radikal.
Khilafah adalah ajaran Islam yang menebarkan kebaikan dan hidayah. Sejarah akan berulang kembali karena Rasulullah Saw telah mengabarkan kepada kita bahwa setelah masa kenabian, dilanjutkan masa kekhilafahan ala minhaj annubuwwah, kemudian ada masa mulkan adzon, lalu saat ini masa mulkan jabriyan dan akan datang lagi masa khilafah ala minhajin nubuwwah, dan mereka yang berupaya menghalanginya bagaikan menghalangi terbitnya matahari.
Oleh karena itu sudah seharusnya kita sebagai kaum muslim yang meyakini akan kebenaran janji Allah dan sunnah rasulNya, berjuang untuk menegakan khilafah yang akan menerapkan hukum-hukum Allah di muka bumi.
Wallahu a'lam bi ash-shawab