Salah Kelola Transportasi Publik, Meniscayakan Kasus Covid Naik



Oleh : Ummu Hanif, Anggota Lingkar Penulis Ideologis
  
Sejak pandemi COVID-19 masuk ke Indonesia, para ahli kesehatan telah memperingatkan tentang tingginya risiko penularan melalui transportasi umum, terutama moda transportasi yang kerap dipadati penumpang. Kita tidak tahu ada atau tidak penumpang yang telah terinfeksi COVID-19 lalu berpotensi menularkan virus tersebut, terlebih jika para penumpang tidak mengindahkan protokol kesehatan.

Seperti yang dinyatakan Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Polana B Pramesti melalui www.ayubogor.com pada tanggal 14 juli 2020, bahwa banyak masyarakat yang menyepelekan protokol kesehatan saat menggunakan transportasi umum. Padahal, penularan Covid-19 di transportasi umum dianggap rawan. Polana mengatakan, saat ini seperti ada euforia di kalangan masyarakat menyambut new normal atau kebiasaan baru, yang seolah-olah tidak ada lagi ancaman Covid-19. Kenyataannya, kasus positif Covid-19 di Indonesia terus meningkat dan belum menunjukkan akan mereda.

Beberapa kasus yang terjadi di transportasi darat antara lain temuan tiga penumpang KRL jurusan Bogor-Jakarta yang positif Covid-19 dari hasil uji swab PCR di Stasiun Bogor. (www.kompas.com, 4/5/2020). Juga adanya tiga penumpang kereta rel listrik (KRL) jurusan Bekasi-Jakarta yang dinyatakan positif Covid-19 dua hari setelahnya.

Untuk transportasi udara juga tidak nihil dari angka penularan covid-19, antara lain: Dua penumpang pesawat diketahui positif Covid-19 setelah tiba di Bandara Internasional Minangkabau (BIM), Sumatra Barat. Keduanya dinyatakan positif terjangkit corona setelah sampel swab diperiksa di Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. (www.kompas.com, 6/6/2020). Masih dari sumber yang sama juga tercatat seorang penumpang pesawat Garuda Indonesia rute Jakarta- Sorong diketahui positif terinfeksi virus corona baru atau Covid-19. Selain itu Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Riau menyatakan ada seorang pasien positif Covid-19 asal Riau yang menggunakan pesawat terbang dari Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru ke Jakarta. Dan masih banyak lagi kasus lain yang terus menjadi headline beberapa media.

Dari sebagian fakta di atas, tampak jelas pemerintah abai menjaga keselamatan rakyat pengguna transportasi publik. Wacana New Normal Life hanyalah menambah penderitaan dan mengabaikan keselamatan rakyat. 

Rakyat yang sudah kesulitan bepergian menggunakan transportasi publik, dibebani pula dengan harus memiliki surat bebas Covid-19 yang mahal, namun tetap dihantui rasa takut dan khawatir akan terpapar Covid-19 di perjalanan. Suatu kezaliman luar biasa yang dilakukan pemerintah terhadap rakyatnya. Kezaliman yang terjadi adalah akibat penerapan sistem kapitalisme sekularisme di tengah-tengah kehidupan. Pemerintah lebih mengutamakan berputarnya roda perekonomian, namun abai terhadap keselamatan rakyat.

Penerapan sistem ekonomi kapitalisme mengharuskan pengelolaan transportasi publik diserahkan kepada korporasi (operator). Pemerintah hanya berperan sebagai regulator yang memberikan berbagai fasilitas kemudahan kepada operator untuk menjalankan bisnisnya. Tidak aneh jika keselamatan rakyat di moda transportasi bukan menjadi tanggung jawab operator, yang hanya berorientasi bisnis semata.
____________________________________
Berbeda dengan sistem Islam, pemerintah adalah raa’in (pelayan) sekaligus junnah (pelindung) yang bertanggung jawab atas rakyatnya. Dalam sistem Islam, pemerintah akan sepenuhnya melayani dan melindungi rakyatnya dengan dasar keimanan, karena ia akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Sang Pencipta di hari kiamat. Dalam sistem Islam sejatinya tidak ada perbedaan antara pengelolaan transportasi publik di masa pandemi maupun tidak ada pandemi.
Pada masa normal (tidak ada pandemi) Islam memandang transportasi sebagai hajat hidup publik yang termasuk kebutuhan dasar manusia. Oleh karena itu transportasi publik tidak boleh dijadikan barang komoditas, artinya dilarang untuk dikomersialkan.

Pemerintah memiliki kewenangan penuh dan bertanggung jawab langsung memenuhi hajat publik, khususnya pemenuhan hajat transportasi publik berupa transportasi yang aman, nyaman, selamat, murah, serta memiliki fasilitas penunjang yang memadai. Islam tidak mengizinkan pemerintah menjadi regulator yang melayani korporasi, melainkan pemerintahlah pihak yang mengurusi dan bertanggung jawab atas urusan rakyatnya. Pemerintah pula yang wajib menjamin keselamatan para pengguna transportasi publik dari bahaya yang mengancam, seperti terpapar penyakit (saat ini Covid-19) di moda transportasi.

Adapun di era pandemi, yang menjadi fokus adalah penanganan pandemi yang harus disegerakan sejak awal munculnya, sehingga tidak mengganggu berbagai aktivitas lain dan bisa berjalan secara normal, termasuk transportasi publik.

Sistem Islam memiliki panduan dalam penanganan pandemi/wabah yang telah terbukti keberhasilannya menyelamatkan nyawa manusia dan menjamin keselamatan di transportasi publik selama pandemi.

Pelaksanaan penanganannya adalah melalui penguncian wilayah yang terkena wabah, ini dimaksudkan agar wabah tidak meluas ke daerah lain. Keluar masuknya moda transportasi publik dari wilayah wabah (zona merah) ke luar wilayah wabah (zona hijau) dan sebaliknya harus dihentikan, karena transportasi dapat menjadi faktor penyebaran.

Di areal terkena wabah/ zona merah, orang yang bepergian dengan moda transportasi publik haruslah dipastikan benar-benar sehat. Sementara yang terinfeksi meski tanpa gejala harus diisolasi dan diobati hingga benar-benar sembuh; Jika selama perawatan butuh bepergian, haruslah dengan moda transportasi khusus, seperti ambulans. Oleh karena itu, di wilayah zona merah pun transportasi publik masih bisa terus beroperasi di bawah pengelolaan pemerintah tanpa menimbulkan masalah.

Masyarakat tidak akan kesulitan bepergian menggunakan transportasi publik di masa pandemi, tidak diperlukan surat bebas Covid-19 yang mahal, dan tidak dihantui rasa takut serta khawatir akan terpapar Covid-19 di perjalanan, karena pemerintah telah menangani pandemi secara sahih berdasarkan syariat Islam. Dan Semua itu, hanya mungkin ada jika sistem islam diterapkan secara keseluruhan dalam bingkai khilafah. 

Wallahu a’lam bi ash showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak